Kepala Suku Besar Paniai deklarasikan Asosiasi Masyarakat Adat

Kepala Suku Besar Kabupaten Paniai, Melianus Yumai (celana cokelat). - Ist

Papua No.1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Guna melindungi hak-hak dasar masyarakat adat di Kabupaten Paniai, maka Kepala Suku Besar Paniai, Melianus Yumai mendeklarasikan sebuah organisasi bernama Asosiasi Masyarakat Adat (AMA), pada Sabtu (3/7/2021) di Kampung Uwibutu, Distrik Paniai Timur, Paniai.

Melianus Yumai mengatakan, deklarasi itu berdasarkan musyawarah adat (musda) yang digelar belum lama ini, dan telah disepakati 15 poin draf peraturan adat.

Read More

“Poin pertama adalah Asosiasai Masyarakat Adat (AMA) terbentuk di Paniai berdasarkan hukum adat, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bab XI Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat, Bab XII Hak Asasi Manusia, Bab IV Peradilan Adat, dan Bab XXII Kerja Sama dan Penyelesaian Perselisihan,” ujar Melianus Yumai kepada Jubi, Selasa (6/7/2021).

Poin kedua, kata dia, AMA akan menetapkan dasar hukum larangan menjual tanah sesuai dengan 15 peraturan adat yang ditetapkan oleh Kepala Suku Umum Kabupaten Paniai. “Yang ketiga adalah AMA akan tetap memperjuangkan hak-hak tanah dan manusia masyarakat adat, sedangkan keempat AMA akan mendorong Odaa Owaada melalui kerja kolektif organisasi,” ujarnya.

Kelima, lanjut dia, AMA akan tetap mengkritisi kebijakan pemerintah daerah setempat yang menghilangkan hak-hak dasar di antaranya budaya, sosial, ekonomi dan pendidikan serta berusaha memberikan rekomendasi untuk mengawal dan mengontrol hak-hak dasar masyarakat adat.

“Keenam AMA akan tetap membangun dan mendorong pendidikan muatan adat, kesadaran masyarakat dan berusaha untuk membangun pemahaman kritis sesuai dengan 15 peraturan adat yang dibuat oleh Kepala Suku Umum. Ketujuh, asosiasai ini akan menjadi media bagi masyarakat adat guna mengadvokasi perampasan ruang hidup dan tanah secara ilegal di Paniai. Dan yang terakhir, asosiasai ini akan mendorong pemerintah untuk membuka ruang demokrasi seluas-luasnya di Kabupaten Paniai,” ujarnya.

Menurutnya, hasil kesepakatan tersebut akan diserahkan kepada legislatif untuk dipelajari, dibahas, dan ditetapkan sebagai sebuah Peraturan Daerah (Perda). “Khususnya konteks organisasi yang kami buat ini, tidak jadi masalah yang penting jalankan kegiatan perlindungan tanah dan manusia dari transformasi sosial modernisasi ini,” katanya.

Menurut dia, ketika membuat program wajib dikerjakan sesuai dengan nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat secara baik dan benar. “Seorang sarjana harus menjadi garam dan obor dalam perubahan masyarakat,” ucapnya.

Di kalangan agama Katolik di Dekenat Paniai, Keuskupan Timika sudah mensosialisasikan program Odaa Owaada untuk mempertahankan nilai-nilai budaya suku Mee. Tokoh pemuda dari agama Katolik Dekenat Paniai, Aruben Bunai mengatakan, Asosiasi Masyarakat Adat bisa menjadi panutan untuk membangun masyarakat, dan untuk kaderisasi yang baik dalam organisasi maupun daerah ini.

“Organisasi ini sangat penting untuk tempat belajar, mengembangkan nilai-nilai buday,  dan berusaha untuk mengubah masyarakat,” ujar Bunai.

Lanjutnya, semakin adanya perubahan sosial masyarakat dengan hadirnya agama, pemerintah, dan transformasi sosial baru lewat transmigrasi ini, juga ikut membuat perubahan dalam masyarakat dan hilangnya nilai-nilai hidup kebudayaan Mee.

“Maka hadirnya Asosiasi Masyarakat Adat ini untuk membawa perubahan atau angin segar dalam masyarakat, atas makin hilangnya dasar-dasar kebudayaan tradisional dan berdasarkan hukum adat, serta pengakuan atas Undang-Undang 12 tahun 2001, ini dideklarasikan dan (kami) siap mengawal, mengontrol, mengadvokasi hak-hak dasar masyarakat adat baik itu budaya, ekonomi, sosial, pendidikan, dan sebagainya,” ujarnya. (*)

 

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply