Kemiskinan anak tertinggi di Papua dan Papua Barat

Papua No. 1 News Portal I Jubi,

Jakarta, Jubi – Angka kemiskinan anak tertinggi berada di Provinsi Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur masing-masing sebesar 35,57 persen, 31,03 persen, 26,42 persen. Sementara angka kemiskinan anak terendah berada di Provinsi Bali, DKI Jakarta, dan Kalimantan Selatan, masing-masing sebesar 5,39 persen, 5,55 persen, dan 6,06 persen.

Hal itu terungkap dalam peluncuran Buku Analisis Kemiskinan Anak dan Deprivasi Hak-hak Dasar Anak di Indonesia hasil kerjasama Badan Pusat Statistik (BPS) dengan The United Nations Children's Fund (UNICEF) di Jakarta, Selasa (25/7/2017).

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menekankan pentingya data terkait kemiskinan anak agar kebijakan yang diambil pemerintah dapat efektif mengatasi permasalah itu.

Menurut dia, kemiskinan adalah salah satu akar penyebab terhambatnya anak-anak tumbuh dan berkembang sesuai potensi maksimal mereka. Tumbuh dalam kemiskinan berdampak pada kesehatan dan gizi anak-anak, pencapaian pendidikan dan kesejahteraan psikososial anak.

Per Maret 2016, penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,01 juta jiwa di mana 40,22 persen diantaranya adalah anak-anak yaitu sebanyak 11,26 juta jiwa.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2016, secara nasional, persentase anak miskin di Indonesia sebesar 13,31 persen. Hampir separuh anak miskin di Indonesia berada di Pulau Jawa yaitu sebesar 47,39 persen.

Demografi dan karakteristik rumah tangga juga sangat berpengaruh dengan kemiskinan anak di Indonesia.

Anak yang tinggal pada rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga lima orang atau lebih, berisiko lebih tinggi untuk menjadi miskin dibandingkan dengan anak yang tinggal pada rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga kurang dari lima orang.

Kemiskinan anak diukur melalui aspek yang lebih luas dan bersifat mulitidimensi, seperti sulitnya anak mendapatkan akses fasilitas perumahan yang layak, makanan yang cukup mengandung gizi, pelayanan kesehatan dan pendidikan, maupun hak untuk mendapatkan pencatatan kelahiran.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan pembangunan berkelanjutan mesti dimulai dari anak.

"Buku ini merupakan upaya penting untuk memperoleh pemahaman seragam mengenai kemiskinan anak, tidak hanya moneter tapi juga multidimensional, sehingga diharapkan ke depan dapat dirumuskan arah kebijakan yang tepat," kata Bambang.(*)

Related posts

Leave a Reply