Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Oto Gideon Wantik punya cerita menarik yang melatarbelakangi perjalanan kariernya sebagai atlet binaraga. Walaupun asli Papua, Oto justru memulai kariernya dari Pulau Borneo, Kalimantan Timur.
Oto, begitu akrab dia disapa, tak pernah menduga kalau dirinya akan menjadi seorang atlet.
Pria kelahiran Wamena, Papua, 3 Oktober 1985 itu memutuskan merantau ke Kalimantan Timur untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi teologia, usai tamat dari SMA YPPK Santo Thomas Wamena, pada 2004 silam.
“Saya di Kalimantan Timur itu dari 2004 sejak lulus SMA dari Wamena, sampai dengan 2019. Sebelumnya saya tidak pernah lihat Jayapura karena waktu itu saya langsung ke Kaltim pakai pesawat hercules. Di sana saya kuliah ambil jurusan pastoral pemuda di teologia. Sewaktu kuliah saya dapat pengenalan lingkungan dan kenal teman-teman di sana lalu saya mulai menggeluti olahraga,” kata Oto saat dihubungi awak media Jubi, Selasa (13/7/21).
Tahun 2005, Oto mengikuti kejuaraan pertamanya di Jawa Timur sebagai binaragawan. Di iven itu, ia finis di posisi keempat. Lalu di tahun 2006 dan 2007 dia mengikuti kejuaraan daerah di Kalimantan Timur dengan hasil juara 3 dan juara 1 di kelas 60 kg.
“Banyak iven-iven daerah yang sudah saya ikuti sewaktu di Kalimantan dan hasilnya saya sering dapat juara. Di Bali tahun 2010 saya mendapatkan juara 1 di kelas 65 kg,” ujarnya.
Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII Riau tahun 2012 menjadi PON pertamanya membela Kalimantan Timur.
Di debutnya itu, Oto menempati urutan ketiga atau hanya mendapatkan medali perunggu. Prestasi tertinggi akhirnya ia capai tahun 2016 silam.
Saat mengikuti Pra PON Jawa Barat, Oto berhasil menempati peringkat pertama. Ia pun tampil di PON XIX Jawa Barat, tahun 2016 silam.
Di PON Jabar itu, Oto sebenarnya hanya finis di peringkat ketiga, tapi akhirnya medali emas menjadi miliknya, setelah peringkat pertama dan kedua terjerat kasus doping.
“Waktu itu saya minta maaf kepada Tuhan karena ekspektasi saya terlalu tinggi. Tapi Tuhan begitu baik memberikan saya medali emas saat itu dengan cara yang tidak terduga,” kenangnya.
Setelah 15 tahun merantau di Kalimantan Timur, Oto akhirnya memutuskan kembali ke tanah leluhurnya, Papua.
Meski dia adalah peraih medali emas di PON sebelumnya, namun Oto tetap mengikuti seleksi dan akhirnya menembus skuad Binaraga Papua yang akan berlaga di PON XX, Oktober mendatang.
“Saya memutuskan bergabung ke Papua karena saya asli Papua dan punya kerinduan, dan saya merasa bangga kalau bisa bawa nama Papua di rumah sendiri, dan waktu ikut PON di Jawa Barat saya sudah berdoa untuk bergabung ke Papua,” ucapnya.
Berstatuskan S1 teologi, Oto mempelajari banyak hal. Dengan bekal ilmu kerohanian yang ia punya, ia bisa lebih menguasai diri ketika tampil sebagai seorang atlet.
“Dulu saya pikir bertolak belakang, tapi setelah saya pelajari saya dapat pelajaran berharga. Kita bisa menguasai diri dan bersabar. Banyak hal yang saya belajar dari teologia. Saya bisa mengontrol diri sebagai seorang atlet dan menjalani pola hidup sehat,” katanya.
Oto bertekad untuk mempersembahkan medali emas bagi Tanah Papua di pelaksanaan PON XX yang bertepatan dengan hari lahirnya.
“PON XX nanti akan jadi hadiah ulang tahun buat saya. Saya menargetkan medali emas, tapi saya tidak muluk-muluk dan akan berusaha persembahkan yang terbaik untuk Papua,” pungkasnya.
Sementara itu, pelatih binaraga Papua, Hasyim Sulaiman menyebut timnya mengincar dua atau tiga medali emas. Para atletnya akan berlomba di tujuh nomor binaraga yang diperlombakan dalam PON XX Papua. Akan tetapi, peluang terbaik untuk meraih emas ada di nomor lomba 60 kg, 65 kg, dan 70 kg.
“Di PON XIX Jawa Barat 2016, kami menyumbangkan satu medali emas dan satu medali perunggu. Kami berfokus agar raihan medali perunggu itu bisa berubah menjadi medali emas,” ungkapnya. (*)
Editor: Edho Sinaga