Papua No.1 News Portal | Jubi
Nouméa, Jubi – Keputusan pemerintah Prancis untuk meneruskan dengan referendum ketiga dan terakhir untuk penentuan nasib politik Kaledonia Baru Kanak itu tidak adil bagi masyarakat adat Kanak, menurut koalisi yang terdiri dari sembilan kelompok masyarakat sipil di Pasifik.
Kelompok-kelompok itu juga menuduh negara Prancis melakukan “manuver kolonial di tengah-tengah sebuah krisis kesehatan masyarakat ” untuk mendapatkan “hasil yang sudah mereka rencanakan”.
“Seluruh proses ini tidak adil, tidak peka terhadap budaya, tidak jujur, dan sama sekali tidak sesuai dengan semangat Kesepakatan Nouméa. Referendum ini sudah pasti tidak sah secara hukum,” demikian pernyataan Civil Society Organizations (CSO) Pasifik.
“Meskipun banyak desakan dari aktor negara dan non-negara untuk menunda referendum itu ke 2022, pemerintah Prancis menggunakan manuver kolonialnya di tengah krisis kesehatan – di mana hampir separuh populasi dinyatakan positif Covid-19 – untuk mencapai hasil yang mereka rencanakan.”
Dalam sebuah pernyataan, koalisi itu menekankan bahwa referendum ketiga ini tidak konsultatif dan tidak memenuhi “kebaikan bersama masyarakat Kanak, yang lalu menggunakan hak mereka untuk tidak berpartisipasi dalam pseudo-referendum itu”.
“Tidak adanya partisipasi masyarakat adat yang pro-kemerdekaan itu seharusnya menjadi tanda yang jelas bagi Prancis tentang suasana publik, mengakui bahwa hasil referendum itu tidak dapat diterima sebagai keinginan orang Kanak yang benar.”
“Sayangnya, tampaknya ada kesalahpahaman di Paris, di mana hasil referendum dirayakan sebagai keinginan penduduk Kanak Kaledonia Baru yang benar – meskipun lebih dari 103.480 atau lebih dari 56% pemilih yang terdaftar tidak berpartisipasi dalam pemungutan suara itu.”
“Kami bergabung dengan masyarakat adat Kanak dan aktivis dan organisasi pro-kemerdekaan lainnya di kawasan itu, seperti Melanesian Spearhead Group, dalam mendesak PBB untuk menyatakan hasil referendum itu tidak sah secara hukum.”
“Kami juga meminta Komite Menteri Forum Kepulauan Pasifik (PIF-MC) sebagai pengamat di Kaledonia Baru untuk memberikan laporan yang independen, jujur, dan pengamatan yang adil dari referendum.”
Pernyataan koalisi masyarakat sipil itu didukung oleh Diverse Voices and Action (DIVA) for Equality di Fiji; Fiji Council of Social Services; Gerakan Hak-hak Perempuan Fiji; Global Partnership for the Prevention of Armed Conflict–Pacific; Melanesian Indigenous Land Defence Alliance; Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (PCC); Pacific Network on Globalisation (PANG); Peace Movement Aotearoa; dan Youngsolwara Pacific. (Asia Pacific Report)
Editor: Kristianto Galuwo