Papua No. 1 News Portal I Jubi
Jenewa, Jubi – Kelompok yang menamakan diri Kampanye Internasional untuk Melucuti Senjata Nuklir (ICAN) memenangkan Nobel Perdamaian 2017 pada Jumat (6/10).
Saat prosesi penganugerahan, Komite Nobel Norwegia menyatakan bahwa penghargaan ini diberikan di tengah meningkatnya risiko konflik nuklir yang kini lebih besar dari sebelumnya.
"Kita hidup di dunia di mana risiko senjata nuklir digunakan lebih besar ketimbang sebelum-sebelumnya," ujar Ketua Komite Nobel Norwegia, Berit Reiss-Andersen.
Dalam situs resminya, ICAN dideskripsikan sebagai koalisi kelompok akar rumput non-pemerintah di lebih dari 100 negara. Gerakan ini dimulai di Australia dan resmi diluncurkan di Wina pada 2007.
Guardian melaporkan, ICAN merupakan kelompok yang menyerukan implementasi penuh dari Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir, kesepakatan internasional pertama yang melarang senjata nuklir.
Perjanjian itu disepakati oleh 122 negara di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York setelah perundingan selama berbulan bulan, tapi ditentang oleh sembilan negara besar berkekuatan nuklir.
"Ini merupakan pesan untuk memperingatkan mereka pada komitmen yang mereka buat untuk memperjuangkan dunia bebas nuklir," ucap Reiss-Andersen, sebagaimana dikutip Reuters.
PBB pun berharap penghargaan ini akan membantu upaya mendapatkan ratifikasi perjanjian senjata nuklir dari 55 negara lainnya.
"Saya harap anugerah ini dapat menjadi pintu masuk untuk perjanjian ini," ujar Juru Bicara Kepala PBB, Alessandra Vellucci.
Boikot dari Amerika, Inggris dan Prancis
Sebelumnya, puluhan negara menandatangani larangan penggunaan senata nuklir, ditengah tingginya tensi dunia akibat uji rudal dan nuklir Korea Utara pada Rabu (20/9/2017). Adapun Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan negara lain memutuskan untuk memboikot acara tersebut dalam pertemuan tahunan tersebut.
Perjanjian larangan tersebut akan berlaku pada 90 hari setelah 50 negara mengesahkannya. Hanya beberapa negara yang akan menyetorkan ratifikasi mereka pada hari yang sama.
"Masih ada sekitar lima belas ribu senjata nuklir yang ada. Kami tidak dapat membiarkan senjata kiamat ini membahayakan dunia dan masa depan anak-anak kita," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres saa membuka acara penandatanganan perjanjian itu.
Pada awal Oktober, Korea Utara melakukan uji senjata nuklir keenam dan terbesar. Presiden A.S. Donald Trump pun beberapa kali mengeluarkan pernyataan yang cukup provokatif. Trump mengancam Amerika Serikat akan menghancurkan Korea Utara jika tidak menghentikan aktivitas nuklirnya.
Perjanjian tersebut diadopsi pada bulan Juli oleh dua pertiga dari 193 negara bagian U.N. setelah berbulan-bulan pembicaraan, yang diboikot Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan lainnya. Mereka malah menjanjikan komitmen perjanjian non-proliferasi yang telah berlangsung puluhan tahun dan bertujuan untuk mencegah penyebaran teknologi senjata nuklir dan senjata.
Amerika Serikat, Inggris dan Perancis termasuk di antara sembilan negara yang diyakini memiliki nuklir.
Terkait kesepakatan nuklir Iran, Presiden Donald Trump menyatakan sudah memiliki keputusan . Sementara itu, Presiden Iran Hassan Rouhani berharap Amerika Serikat tetap konsisten dan tidak keluar dari kesepakatan yang dilaksanakan pada 2015 lalu.
Di sisi lain, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah menyetujui kemungkinan penjualan sistem pertahanan antirudal THAAD kepada Arab Saudi dengan perkiraan harga senilai 15 miliar dolar AS (sekitar Rp202,5 triliun), kata Pentagon, pada Jumat ( 6/9/2017) waktu setempat sebagaimana dikutip Antara.
Informasi itu tercantum dalam suatu pernyataan, yang juga menyebutkan bahwa Iran merupakan salah satu ancaman di kawasan.
Arab Saudi telah mengajukan permintaan untuk membeli 44 peluncur THAAD beserta 360 peluru kendali, juga stasiun pengendali api dan radar.
"Penjualan ini memperluas keamanan nasional AS dan kepentingan kebijakan luar negeri, juga mendukung pengamanan jangka panjang Arab Saudi dan wilayah Teluk dalam menghadapi ancaman dari Iran dan kawasan," kata badan Kerja Sama Pengamanan Pertahanan Pentagon dalam pernyataan.
Iran memiliki salah satu dari program rudal balistik terbesar di Timur Tengah dan menganggap program itu sebagai pertahanan yang penting terhadap Amerika Serikat dan musuh lainnya, terutama negara-negara Arab Teluk dan Israel.
Sistem rudal THAAD dibuat untuk menjalankan pertahanan terhadap serangan rudal balistik.
Lockheed Martin Co merupakan kontraktor utama sistem THAAD sementara Raytheon Co memainkan peranan penting dalam penempatan sistem tersebut.
Amerika Serikat tahun ini telah mengerahkan THAAD ke Korea Selatan untuk berjaga-jaga dari peluru kendali jarak lebih dekat milik Korea Utara.
Pengerahan THAAD ke Korsel itu telah mengundang kecaman dari China, yang mengatakan bahwa radar kuat sistem tersebut bisa masuk terlalu dalam ke wilayahnya.(*)
Sumber:CNN Indonesia/Antara