Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Kebanyakan korban kecelakaan angkutan laut di Papua dan Papua Barat tidak terjangkau program santunan kecelakaan Jasa Raharja. Jasa Raharja tidak bisa memberikan santunan terhadap kebanyakan korban kecelakaan angkutan laut, karena mayoritas pengusaha perahu dan speed boat pengangkut penumpang tidak membayar iuran Jasa Raharja.
Hal itu dinyatakan Kepala Cabang Jasa Raharja Papua dan Papua Barat, Marganti Sitinjak di Jayapura pada Rabu (27/2/2019), sehubungan dengan kecelakaan laut yang terjadi di perairan Aisau, Serui, pada pekan ini. Kecelakaan perahu pengangkut tenaga medis Kabupaten Kepulauan Yapen pada Senin (25/2/2019) lalu itu menewaskan Dr Lutfi Thamrin (56) dan matri kesehatan Riko Letrik Wutoi.
Sitinjak menyatakan Jasa Raharja tidak bisa memberikan santunan kepada keluarga korban kecelakaan itu, karena perahu yang mengalami kecelakaan itu bukan peserta program Jasa Raharja. Sitinjak menyebutkan situasi itu merupakan gambaran umum situasi angkutan laut di Papua dan Papua Barat, di mana kebanyakan perahu motor maupun speed boat penumpang tidak mengikuti program Jasa Raharja.
Terlepas dari nilai iuran ataupun nilai santunan dalam hal terjadi kecelakaan, ketiadaan iuran Jasa Raharja adalah potret rendahnya pemenuhan standar keamanan angkutan laut di Papua dan Papua Barat. “Kami bukan sedang berhitung berapa nilai iuran yang seharusnya kami dapatkan, bukan itu inti masalahnya. Nilai iuran yang dipungut dari penumpang angkutan umum darat misalnya, nilainya sangat kecil, hanya Rp60 per orang per perjalanan,” kata Sitinjak.
Undang-undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang menyatakan Jasa Raharja hanya boleh memberikan santunan kepada korban penumpang angkutan umum yang telah membayar iuran Jasa Raharja. Kebanyakan angkutan laut di Papua dan Papua Barat tidak mendaftarkan jasa angkutannya dalam program Jasa Raharja, sehingga pengusaha tidak membayar iuran itu.
Di sisi lain, UU yang sama membatasi hak Jasa Raharja untuk secara aktif mendatangi pelaku usaha angkutan dan menagih iuran. “Jadi kami tidak bisa langsung menagih iuran penumpang kepada pengusaha angkutan umum. Jika layanan angkutan laut tidak membayarkan iuran, kami tidak memiliki akses untuk memberikan santunan kepada penumpang yang menjadi korban. Kami tidak bisa membayarkan santunan kepada korban kecelakaan angkutan laut di Serui, dan itulah realitas situasi umum angkutan di Papua dan Papua Barat,” ujar Sitinjak.
Efektifitas pengawasan angkutan laut oleh Dinas Perhubungan setempat menjadi kunci pemenuhan standar keamanan angkutan laut, dimana keikutsertaan dalam program Jasa Raharja hanyalah salah satu dari standar keamanan yang harus dipenuhi. Penagihan iuran Jasa Raharja dapat dilakukan secara tahunan, misalnya pada saat pengusaha angkutan mengurus perizinan dan uji kelaikan.
Dikutip dari kantor berita Antara, kecelakaan perahu berpenumpang sepuluh orang terjadi di perairan Aisau, Serui, ibukota Kabupaten Kepulauan Yapen pada Senin, dan menewaskan dua penumpangnya. Jenazah dr Lutfi Thamrin (56), salah satu korban perahu terbalik di Perairan Aisau itu, telah diterbangkan ke Surabaya dan dimakamkan pada Rabu. Sedangkan jenasah paramedis, yakni Riko Letrik Wutoi yang merupakan petugas gizi dari Puskesmas Waindu dimakamkan di Serui.
Editor: Aryo Wisanggeni G