Kayu sowang yang kian menghilang

Papua No. 1 News Portal | Jubi ,

JIKA ditelusuri di warung-warung, restoran, atau dapur rumah tangga, dapat dipastikan arang andalan untuk memanggang daging, ikan, dan lauk lainnya berasal dari bahan baku kayu sowang. 

Namun, keberadaan kayu sowang perlahan menghilang oleh ulah segelintir orang, yang menjual arang sowang untuk meraup keuntungan atau menambah pendapatan pribadinya. Arang sowang dapat menggantikan arang tempurung kelapa. 

“Kayu ini kami tebang dan bakar lalu arangnya jual karena kebutuhan ekonomi dalam keluarga, dan juga yang mau beli banyak di sini,” kata Agus, warga Angkasa, Jayapura Utara, ketika ditemui Jubi, akhir pekan lalu. 

Kayu sowang tumbuh di sekitar kawasan, mulai dari Gunung Cycloops hingga Pasir 6 Gunung, Distrik Jayapura Utara. Atau tumbuh di sepanjang kawasan Kabupaten Jayapura hingga Kota Jayapura. 

Agus bercerita, arang-arang kayu sowang laku terjual di warung-warung makan dan restoran. Kendati demikian, ia tak menyebutkan keuntungan dari hasil penjualan kayu endemik Papua tersebut. Dirinya juga tak menyebutkan secara detail pelanggan-pelanggan atau pembeli arang sowang.

Menurut dia, masyarakat atau penjual menyusuri gunung-gunung dan bukit, untuk mendapatkan kayu sowang. Pasalnya, populasi kayu ini mulai berkurang seiring pesatnya pembangunan Kota Jayapura, sehingga harus dicari di kawasan yang jauh dari perkampungan warga. 

Hingga awal 2018 saja, menurut data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jayapura, jumlah penduduk kota sebesar 414.518 jiwa. Ratusan ribu orang ini menyebar di lima distrik dan empat belas kampung. 

Banyaknya jumlah penduduk berbanding lurus dengan pembangunan yang kian pesat. Sejumlah rumah toko (ruko), warung makan, restoran, dan hotel hampir berjejeran di sepanjang ruas jalan raya Jayapura-Sentani, Kabupaten Jayapura. 

“Untuk bawa kayu sowang sampai ke kota harus melalui jalan kecil, karena sekarang pos polisi selalu jaga di jalan menuju ke jalan utama,” kata Agus lagi.

Sebenarnya, kayu sowang bukan untuk arang semata. Warga di pesisir Port Numbay atau Jayapura biasanya menggunakan kayu ini untuk membuat tiang-tiang penyangga rumahnya. Kayu ini sangat kokoh untuk menyangga rumah-rumah warga di tepi lautan.

Maka dari itu, keberadaan pohon kayu sowang yang semakin berkurang, bahkan hampir punah, justru menjadi ancaman bagi warga pesisir Kota dan Kabupaten Jayapura. 

Ketua Forum Peduli Port Numbay Green (FPNG), Freddy Wanda, mengatakan kayu sowang mulai habis oleh karena ulah segelintir orang. Selama ini sejumlah pihak getol melakukan sosialisasi terkait pentingnya kelestarian kayu sowang bagi orang asli Port Numbay. 

“Namun, sampai saat ini masyarakat tidak peduli,” kata Wanda.

Merespons kondisi ini, dirinya bersama Forum Peduli Port Numbay Green sudah melakukan program penenaman kayu sowang ini. Program ini didasari keprihatinan atas kondisi hutan yang mulai beralih menjadi perkampungan, ruko, dan bangunan lainnya.

Dia pun meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Jayapura agar mendukung aksi pihaknya demi menyelematkan dan meregenerasi hutan Port Numbay, terutama di sepanjang kawasan Pegunungan Cycloops. 

“Dinas penanaman dan pembibitan perlu menyiapkan bibit sebanyak mungkin, untuk ditanam kembali,” kata Wanda. 

Kepala Kampung Enggros, Orgenes Meraudje, mengatakan kayu endemik Papua dari Port Numbay tidak sebanyak tempo dulu. Semakin majunya perkembangan kota, kayu ini juga semakin punah. 

Menurut Meraudje, akibat kepunaahan kayu ini, warga-warga beralih ke beton untuk membuat tiang rumahnya. 

“Kampung yang dulunya (rumah) dibangun dengan kayu, kini beralih ke beton. Sekarang masyarakat bangun dengan besi dan beton,” ujar Meraudje. 

Ia bahkan meminta penduduk ibu kota Provinsi Papua ini agar tidak sembarangan mengambil kayu di hutan untuk kepentingan sesaat. Melindungi hutan dan segala macam kekayaannya, kata dia, merupakan salah satu bentuk kepedulian terhadap lingkungan, masyarakat dan generasi masa depan Port Numbay, dan Papua pada umumnya.

“Sebab anak cucu ke depan akan mengambil kayu sowang juga untuk membangun rumahnya. Kayu ini kuat dan tidak cepat roboh sebagai tiang penyangga rumah,” kata Orgenes Meraudje. (*)

Related posts

Leave a Reply