Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Ada 22 kasus kanker serviks yang tercatat di Kota Jayapura pada Tahun 2018. Hal ini disampaikan oleh dokter Isye Ayomi, pada acara diskusi bertema perempuan dan kesehatan di asrama Timika Waena, Kota Jayapura, Sabtu, 8 Februari 2019.
Diskusi ini dilaksanakan oleh Solidaritas perempuan Papua bersatu untuk Internasioanl Women’s Day 2019.
“Tahun lalu Ada 22 kasus yang tercatat di kami yang postifi menderita kanker serviks. Tapi kalau yang sampai meninggal, kami belum ada datanya” kata dokter Ayomi yang juga Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kota Jayapura.
Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada leher rahim. Data WHO menyebutkan tiap tahun ada 490.000 perempuan yang didiagnosa mengidap kanker serviks. 240.000 di antaranya meninggal.
Di Indonesia ada 41 kasus baru terdeteksi tiap hari dan ada sebanyak 20 kasus meninggal.
Semua perempuan yang sudah aktif melakukan hubungan seksual beresiko terkena kanker ini. Penyebab kanker serviks 99,7 persen disebabkan oleh Human Papiloma Virus.
Ada berbagai penyebab timbulnya kanker serviks. Salahsatunya adalah usia perempuan yang terlalu muda saat melakukan hubungan seks.
“Usia melahirkan idealnya 20 tahun ke atas. Karena usia 20 tahun sel-sel di vagina sudah matang. Sel-sel sudah valid tidak mudah terjadi kerusakan. Nah kalau di bawah itu apa yang terjadi? Ini yang mereka bilang faktor resiko kanker serviks.”
Faktor-faktor lain penyebab kanker serviks seperti konsumsi minuman beraklohol, mengkonsumsi makanan cepat saji, penggunaan antiseptik pada vagina, penggunaan toilet kotor, penggunaan pembalut yang mengandung deoksin, merokok, hingga melahirkan terlalu banyak anak.
Orang yang memiliki keluarga dengan riwayat kanker serviks juga beresiko terkena meski ini bukan penyakit keturunan.
Namun demikian, kanker serviks adalah kanker yang paling bisa dicegah. Disebutkan bahwa untuk anak perempuan atau perempuan yang belum aktif melakukan hubungan seskual, pencegahan dilakukan dengan melakukan vaksin HPV. Vaksin ini dilakukan supaya di dalam tubuh kebal terhadap HPV.
Sementara unutk perempuan yang sudah aktif melakukan hubungan seksual disarankan untuk melakukan papsmear. Papsmear adalah metode pemeriksaan standar untuk mendeteksi kanker serviks. Metode lain adalah dengan cara IVA atau inspeksi Visual dengan menggunakan asam asetat. Perempuan disarankan untuk melakukan papsmear atau IVA selama satu tahun sekali.
Dokter Isye Ayomi sendiri lahir dari seorang ibu yang menikah di usia muda dan melahirkan 9 anak. Ibunya meninggal saat usia 43 tahun karena kanker serviks. Saudari perempuannya juga mengidap kanker serviks. Hal ini mendorongnya untuk terus melakukan papsmear rutin dan mengajak perempuan lain untuk melakukannya.
“Hanya kan mama-mama Papua ini malu kalau buka (vagina) karena papsmear kan macam orang melahirkan. Harus buka dan lihat vagina. Saya bilang mama dong pilih buka sekali atau nanti buka terus selama sakit.”’
Di Kota Jayapura, papsmear atau IVA bisa dilakukan di Puskesmas, Klinik K24 atau di Klinik Cito di Argapura. Pembayarannya bisa menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional seperti Kartu BPJS. Sementara itu vaksin HPV bisa dilakukan di klinik-klinik dokter spesialis dengan biaya mencapai satu juta rupiah.
“Saya anjurkan ke mama-mama atau yang pernah berhubungan untuk periksa. Penyakit ini kami tidak bisa terawang dari jauh. Harus periksa. Harus ambil sampel.”
Sampel kemudian dikirim ke Jogja atau Surabaya untuk mendapatkan hasil pemeriksanaan. Dalam dua minggu hasilnya akan didapat.
“Lebih baik begitu, tiap tahun kita tahu perubahan sel di vagina daripada tidak tahu sama sekali, tahu-tahu sudah stadium 4. Stadium 4 harus kemoterapi. Kemoteraspi tidak menyembuhkan tapi memperpanjang usia harapan hidup sekitar 3 atau 5 tahun.”
Kanker serviks bisa ditandai dengan nyeri pada perut bawah, sakit pada vagina, pendarahan susah melakukan hubungan intim, pendarahan sesudah menopause (mati haid), timbulnya keputihan yang bercampur darah dan berbau.
Jika terdeteksi dan baru pada stadium awal maka maka pengobatan dilakukan dengan cara pembedahan untuk membuang jaringan kanker. Stadium berikutnya diobati dengan cara operasi pengangkatan kandungan agar sel kanker tidak menyebar. Jika cukup parah maka tidak lain dengan kemoterapi dan radiasi.
Resiko Kanker serviks bisa dikurangi dengan cara menjaga pola hidup sehat, konsumsi sayur dan buah, olahraga terautur, dan tidak melakukan hubungan seks dengan ganti-ganti pasangan. (*)
Reporter: Asrida Elisabeth
Editor: Angela Flassy