Kasus Alexei Navalny diracun, negara G7 mengutuk Rusia

Papua,
Ilustrasi, pixabay.com

Papua No.1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Para menteri luar negeri negara G7 pada mengecam peracunan tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny. Mereka menyampaikan pernyataan bersama yang dirilis Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.

Read More

“Kami, menteri luar negeri G7 Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris Raya dan Amerika Serikat serta Perwakilan Tinggi Uni Eropa, bersama-sama mengutuk peracunan Alexei Navalny, “kata pernyataan itu selasa (8/9/2020).

Baca juga : Kanselir Jerman yakin Alexei Navalny  

Kejaksaan Rusia enggan investigasi kasus Alexei Navalny

Ini bukti racun dalam tubuh Alexei Navalny

Alexei Navalny, tokoh oposisi Rusia berusia 44 tahun yang saat ini dirawat di rumah sakit Berlin, diterbangkan ke Jerman setelah jatuh sakit dalam penerbangan dari Moskow ke Tomsk, Siberia, bulan lalu. Jerman mengatakan dia diracun dengan agen saraf Novichok yang diproduksi pada era Uni Soviet untuk membunuhnya. Meski Rusia mengatakan belum melihat bukti bahwa Alexei Navalny diracun.

Jerman memberi tahu G7, mengenai Navalny sebagai korban serangan dengan racun Novichok, zat yang dikembangkan oleh Rusia, kata pernyataan bersama G7. “Setiap penggunaan senjata kimia, di mana pun, kapan pun, oleh siapa pun, dalam keadaan apa pun, tidak dapat diterima dan melanggar norma internasional yang melarang penggunaan senjata semacam itu,” bunyi pernyataan tersebut lebih lanjut.

G7 juga menyerukan kepada Rusia untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab atas peracunan Navalny. Negara G7 akan terus memantau dengan cermat bagaimana Rusia menanggapi seruan internasional untuk penjelasan tentang keracunan mengerikan Navalny.

Menteri Perekonomian Jerman, Peter Altmaier, sebelumnya mengatakan ragu jika Jerman menjatuhkan sanksi kepada Rusia atas kasus Navalny. Hal itu menyusul menguatnya desakan terhadap Kanselir Jerman Angela Merkel untuk menghentikan proyek pipa gas Nord Stream 2 dengan Rusia. Namun, Altmaier menampik pernyataannya bukan menandakan ketidakpeduliannya terhadap kasus Navalny.

Tercatat Alexey Navalny telah keluar dari fase koma pada Senin, (8/9/2020). Rumah Sakit Charité Berlin tempat Navalny dirawat menyebut oposisi Rusia itu sudah dilepas dari alat ventilasi mekanis dan sudah bisa menanggapi rangsangan verbal.

“Masih terlalu dini untuk mengukur potensi efek jangka panjang dari keracunan parahnya,” ujar pihak rumah sakit.

Kementerian Luar Negeri Rusia pada Selasa memanggil duta besar Jerman di Moskow atas pernyataan Jerman yang mengkonfirmasi bahwa Alexei Navalny diracun. Juru bicara kementerian luar negeri Rusia Maria Zakharova menuduh Jerman “menggertak” dalam pernyataan di halaman Facebook-nya.

Komisaris Tinggi Dewan Hak Asasi Manusia PBB, Michelle Bachelet, juga menyoroti banyak kasus keracunan dan pembunuhan terarah terhadap warga sipil Rusia dalam 20 tahun terakhir.

“Pola ini sangat mengkhawatirkan,” kata Bachelet dalam pernyataan yang dikutip dari UN News. Komisaris Tinggi HAM PBB mencatat bahwa agen saraf dan isotop radioaktif, seperti Novichok dan Polonium-210, adalah zat canggih yang sangat sulit didapat.

“Ini menimbulkan banyak pertanyaan,” katanya. “Mengapa menggunakan zat seperti ini? Siapa yang menggunakannya? Bagaimana mereka memperolehnya?” kata Bachelet.

Juru bicara Bachelet, Rupert Colville, mengutip kasus Skripal dan peracunan pembelot Rusia Alexander Litvinenko, yang tewas di London pada 2006.

 

“Ini bukan bahan yang dapat Anda beli di apotek atau toko pertanian atau toko perangkat keras,” kata Colville tentang Novichok dan Polonium-210, yang menyebabkan Litvinenko diracuni.

Dewan HAM PBB meminta Rusia pada Selasa untuk bekerja sama dan menyelidiki temuan Jerman terkait peracunan Alexei Navalny. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply