Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi — Atika Yusria Serang, Stela Nukuboy dan Sidik Ajie Pangestu sudah berada di sekolah pada pukul 10.00 WP, Selasa, 16 Febuari 2021. Ketiganya siswa SMA Negeri 1 Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Mereka dikumpulkan Anthonia Mandosir, guru Prakarya dan Kewirausahaan untuk membuat bantal sofa dari daur ulang sampah plastik jasjus.
Sidik menumpahkan lembaran kecil plastik jasjus yang sebelumnya sudah digunting kecil-kecil ke atas meja di Kelas X IPA 2, SMAN 1 Sentani, Jayapura, Papua. Dibantu Atika dan Stela, mereka lalu memilah-milah sambil menggunting lembaran jasjus yang masih besar menjadi lembaran-lembaran kecil yang halus dan cantik.
Sejak 2019 Anthonia Mandosir dan siswanya membuat karya dari daur ulang sampah plastik jasjus. Mereka memilih membuat karya dari sampah sebagai upaya ikut mengurangi sampah plastik yang ada di Kabupaten Jayapura, Papua.
Juga sudah menjadi materi dalam pelajaran Prakarya dan Kewirausahan di SMA N 1 Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.
BACA JUGA: Sanggar belajar untuk anak-anak terlantar di Enarotali
“Kita mengajarkan ini agar siswa bisa berwirausaha secara mandiri ketika mereka selesai dari SMA, mereka berwirausaha dengan ilmu yang mereka dapatkan, terutama beriwirausaha dengan memanfaatkan sampah plastik,” ujar Anthonia.
Sekitar sejam memilah, Sidik dan temannya memasukkan lembaran plastik jasjus ke dalam bungkusan bantal sofa. Bungkusan bantal sofa terbuat dari plastik meja yang telah dijahit sesuai ukuran memakai mesin jahit. Kemudian dipasang resleting dan dihiasi dengan kain brokat. Tahap terakhir bantal sofa dari plastik jasjus siap dijual.
Bukan hanya bantal sofa, dari daur ulang sampah plastik jasjus, Anthonia dan siswanya menghasilkan beragam karya, di antaranya bantal guling, jok kursi, dan kasur. Harga bantal sofa, bantal guling, dan jok kursi Rp65 ribu. Sedangkan untuk kasur ukuran satu badan dijual seharga Rp200 ribu.
“Waktu kami buat pertama, Ibu Bupati Awoitauw beli bantal sofa itu dua belas, satu bantal itu harganya Rp65 ribu,” ujar Anthonia.
Pembuatan karya tersebut membutuhkan waktu satu minggu yang dikerjakan secara berkelompok terdiri dari 5 sampai 6 siswa. Sedangkan untuk penjualan masih di lingkungan sekolah dengan menawarkan kepada siswa dan guru.
“Ada juga dari luar yang sudah tertarik pesan, namun kami pending dulu karena masih dalam masa pandemi Covid-19,” katanya.
Biaya produksi yang dikeluarkan Anthonia dan siswanya hanya membeli kain brokat untuk hiasan dengan harga per meter Rp40 ribu dan plastik meja sebagai pembungkus bantal atau kasur per meter Rp40 ribu sampai Rp60 ribu. Sedangkan sampah plastik jasjus didapatkan secara gratis dari pedagang-pedagang penjual minuman maupun dipungut dari tempat sampah.
Untuk itu Anthonia sangat berharap dari Pemerintah Kabupaten Jayapura, khususnya Dinas Lingkungan Hidup bisa berkerja sama dengan sekolah-sekolah dalam mengurangi sampah-sampah dengan mengadakan lomba daur ulang sampah.
Selain itu juga membentuk bidang khusus yang bertugas melatih masyarakat memanfaatkan daur ulang sampah kering menjadi suatu nilai estetika dan nilai jual.
“Ini kan juga membina kemandirian masyarakat, supaya masyarakat tidak terlalu mengharapkan bantuan pemerintah, tetapi dengan mendaur ulang sampah mereka dapat menghasilkan suatu nilai estetika dan nilai jual,” ujarnya.
Sidik Ajie Pangestu siswa yang ikut kegiatan daur ulang mengaku sangat tertarik membuat hasil-hasil karya dari sampah. Alasannya kegiatan tersebut dapat melatih kreativitas diri dan siswa lain untuk memiliki keterampilan yang nantinya setelah tamat bisa membuka usaha sendiri.
Sidik, siswa Kelas XI IPA 5 yang juga Ketua Green Generation Provinsi Papua 2020-2021 bersama anggotanya biasa mengumpulkan sampah-sampah plastik untuk dijadikan karya-karya keterampilan dari pelaku-pelaku usaha di Kabupaten Jayapura.
“Kalau mau cepat kita biasa pesan di kios-kios gitu, biasa kita minta tolong mereka simpankan sampah plastik, seperti plastik jasjus gitu kalau sampahnya sudah banyak nanti kita yang datang ambil,” katanya.
Untuk penjualan sebelum pandemi Covid-19, Sidik dan anggotannya biasa mengikuti pameran. Terakhir pada 2019 mereka mengikuti pameran Hari Pendidikan Nasional di AURI Sentani. Namun, setelah pandemi Covid-19 penjualan dilakukan di lingkungan sekolah dengan bantuan media sosial.
Ia sangat berharap Pemerintah Kabupaten Jayapura, khususnya dari Dinas Pendidikan bisa memfasilitasi mengadakan pameran-pemaren khusus untuk karya-karya siswa.
“Atau setidaknya pemerintah turun mengunjungi sekolah-sekolah di Kabupaten Jayapura untuk melihat karya-karya yang dihasilkan oleh siswa,” katanya. (*)
Editor: Syofiardi