Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Salsabila tidak bisa menahan teriakannya ketika menanyakan harga telur ayam satu rak (isi 30 butir) ke salah satu pedagang telur di Pasar Hamadi, Senin (6/4/2020).
Ia kaget lantaran mendengar harga jualnya menyentuh Rp 90.000 ribu satu rak. Pasalnya, pekan lalu harganya masih dijumpai antara Rp 70.000 hingga Rp 75.000 satu rak.
“Saya kaget, cepat sekali naik. Kalau saya perhatikan hari ini memang penjual telur banyak yang tutup, ataukah stok telur sudah tidak ada,” ujar Salsabila sambil memilih telur ayam.
Karena anaknya ingin makan telur ayam, Salsabila terpaksa membeli agar anaknya tidak menangis ketika menanyakan telur ayam yang dipesannya.
“Kasian masih kecil. Maunya ingin makan telur. Padahal saya jarang beli telur ayam. Kalau yang pegawai uang Rp 100 ribu tidak seberapa Mas. Suami saya hanya kuli bangunan, saya sendiri kerja masih serabutan,” ujar Salsabila.
Salah satu pedagang telur, Dahlia, mengaku sudah tiga hari telur ayam dijual Rp 90.000 ribu satu rak karena kelangkaan pasokan.
“Karena tidak ada kapal putih yang masuk. Makanya telur sekarang kosong. Lihat sudah itu meja saya yang kosong, ini hanya jual sisa kemarin. Besok saya tidak jualan karena tidak ada telur,” ujarnya kepada Jubi, Senin 6 April 2020..
“Kapal Putih” adalah sebutan populer di Papua, merujuk pada kapal penumpang milik Pelni yang juga membawa berbagai komoditas dari luar Papua. Telur ayam yang diperjualbelikan di Papua, umumnya berasal dari Surabaya.
Kapal -kapal milik Pelni kini tak sandar, sebab pintu masuk ke Papua ditutup oleh pemerintah daerah setempat. Itu sejak diberlakukannya pembatasan sosial yang diperluas. Dimulai pada 26 Maret 2020
Menurut Dahlia, harga telur ayam dijual Rp 90.000 baru pertama terjadi, yang biasanya mentok diharga Rp 75.000 ribu satu rak setelah itu normal lagi.
“Belum tahu sampai kapan. Kalau pembeli tetap lancar tapi kadang mereka mengeluh karena mahal. Ada yang beli, ada juga yang tidak beli. Mau bagaimana lagi, memang harganya mahal saat kami ambil di distributor,” ujar Dahlia.
Dahlia mengaku, sekali ambil telur ayam sebanyak 150 rak. Bila dalam keadaan normal bisa dijualnya dalam seminggu habis, namun kondisi telur yang sedang naik habis dijual hanya dalam waktu tiga hari.
“Mungkin telur ini mau naik lagi, apalagi sudah mau dekat bulan puasa ini. Harapan saya supaya harga telur ayam ini kembali stabil dan stoknya selalu tersedia sehingga tidak memberapkan konsumen,” jelasnya.
Warga lainnya, Junaidin mengaku bingung mendengar harga telur tahun ini, yang biasanya selalu naik menjelang lebaran .
“Kalau bisa stabil harganya biar tidak memberatkan masyarakat. Harga normalnya Rp 60.000 ribu sampai Rp 65.000 ribu,” ujar Junaidin.
Junaidin yang sehari-harinya jualan nasi kuning di Entrop, mengaku tidak lengkap rasanya bila tidak memasukkan telur ayam dalam daftar lauknya, namun dengan kondisi saat ini ia harus memutar otak agar bisa mendapatkan margin keuntungan pada dagangannya.
“Kalau mahal begini satu telur saya bagi dua biar tetap tersedia. Dari pada kosong, baru pembeli lari beli ke tempat lain, saya kehilangan pembeli,” Junaidin.(*)
Editor: Syam Terrajana