Papua No. 1 News Portal | Jubi
Pemilik ulayat menolak saran pemerintah daerah yang meminta untuk menempuh jalur hukum.
Aksi pemalangan fasilitas umum oleh pemilik ulayat kembali terjadi. Kali ini pemilik ulayat memalang areal Kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Merauke dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Urumb di Distrik Semangga, Merauke.
Pemalangan dengan cara memasang ‘sasi’ dilakukan di pintu masuk bangunan kantor dan areal sekolah. Akibatnya, kegiatan pelayanan publik dan proses belajar-mengajar menjadi terganggu.
Di kantor Dinas Pekerjaan Umum Merauke pemalangan dilakukan Yulianus Yakobus Mahuze yang mengklaim sebagai pemilik ulayat. Sedangkan di SMP Negeri Urumb pemalangan dilakukan oknum anggota TNI di Korem 174/ATW.
Pemilik tanah ulayat di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Merauke, Yulianus Yakobus Mahuze, mengatakan pihaknya melakukan pemalangan untuk menuntut kepada pemerintah agar melakukan pembayaran ganti rugi.
“Memang keluarga telah sepakat meminta ganti rugi dari pemerintah senilai Rp3 miliar,” katanya.
Mahuze menolak untuk menempuh jalur hukum.
“Saya ini pemilik ulayat dan kalau diminta menempuh jalur hukum ke pengadilan kami menolak,” ujarnya.
Ia mengatakan Pemkab Merauke hanya mengantongi sertifikat sebagai dasar bahwa tanah tempat kantor Dinas Pekerjaan Umum berdiri adalah milik Pemkab Merauke.Tetapi sesungguhnya, tambahnya, surat pelepasan tanah belum dikantongi Pemkab Merauke.
“Saat pemalangan kami minta agar Dinas PU mengeluarkan bukti-bukti kepemilikan, hanya saja tak direspons,” ujarnya.
Mahuze mengatakan hanya meminta dibuka ruang untuk dilakukan dialog bersama Bupati Merauke, Frederikus Gebze.
“Sebagai pemilik ulayat saya minta Pak Bupati memberikan waktu kepada kami untuk bisa berbicara secara langsung tentang persoalan penyelesaian tanah ulayat dimaksud,” katanya.
Setelah pemalangan aparat kepolisian langsung turun ke lokasi, sekaligus melakukan negosiasi agar palang dapat dibuka sehingga roda pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat dapat berjalan seperti biasa.
Begitu juga di SMPN Urumb, aparat kepolisian dipimpin Kasat Intelkam Polres Merauke, Iptu Budi Santoso, menuju ke lokasi dan berbicara dengan salah seorang guru sekolah tersebut.
Sedangkan pemilik ulayat yang juga anggota TNI tidak berada di tempat.
Meski demikian, pemalangan tetap dibuka mengingat proses belajar-mengajar harus tetap berjalan seperti biasa.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Merauke, Romanus Sujatmika, menyarankan pemilik ulayat menempuh jalur hukum.
“Itu langkah paling tepat,” katanya.
Soal kepemilikan tanah kantor Dinas PU, menurutnya dinas memiliki sertifikat. Lalu sebelum mendapat sertifikat sejumlah dokumen dipenuhi terlebih dahulu.
“Ya, kalau pemilik ulayat mengklaim mengantongi dokumen kepemilikan tanah, lebih baik mengambil langkah ke jalur hukum sehingga dapat dibuktikan di pengadilan,” katanya.
Wakil Ketua II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Merauke, Dominikus Ulukyanan, yang dimintai komentarnya mengatakan bahwa pemalangan dilakukan lantaran pasti belum ada pembayaran kepemilikan tanah kepada pemilik ulayat.
Sebenarnya, lanjut Ulukyanan, masih ada jalur dialog yang dibuka seluas-luasnya oleh DPRD. Langkah seperti itu menurutnya jauh lebih terhormat daripada melakukan aksi pemalangan.
“Saat ini kita akan menuju Pekan Olahraga Nasional (PON), lalu dengan pemalangan seperti begini terus tentu akan menjadi perhatian berbagai kalangan dari luar, dampaknya bisa saja sejumlah cabang olahraga di sini digeser ke kabupaten lain,” katanya.
Meski begitu ia mengatakan dewan tetap membuka ruang untuk berdialog dan apa yang menjadi hak masyarakat tetap diperjuangkan. Intinya, katanya, harus ada data tentang kepemilikan tanah.
“Kita akan mencari solusi penyelesaian, pihak-pihak terkait diundang dan diharapkan membawa bukti kepemilikan tanah sehingga diambil solusi yang tepat,” ujarnya.
Ia mengatakan pada prinsipnya DPRD Kabupaten Merauke tetap bersikap netral dalam penyelesaian kepemilikan tanah tersebut.
“Kami tak berpihak kepada siapapun juga, tetapi paling utama dan penting adalah dokumen kepemilikan tanah,” katanya.
Sementara itu, pemilik tanah ulayat Lokalisasi Yobar di Kabupaten Merauke, Linus Samkakai, secara resmi melepaskan hak tanah ulayatnya kepada pengelola di lokalisasi tersebut.
Penyerahan tanah ditandai dengan penikaman seekor babi yang disaksikan puluhan orang. Pengelola lokalisasi juga menyerahkan uang tali asih kepada pemilik tanah.
Wakil Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Marind, Hendrikus Hengky Ndiken, kepada wartawan, Selasa, 10 Maret 2020 mengatakan penikaman babi tersebut merupakan bentuk ritual pelepasan tanah. Ndiken menyatakan ritual itu sesuai dengan adat Marind.
“Dengan ritual adat yang dilakukan maka tanah dimaksud sepenuhnya menjadi milik pengelola Lokalisasi Yobar sehingga tak boleh ada siapapun yang mengganggu di kemudian hari karena proses ritual juga berjalan sangat sakral,” katanya.
Menurut Ndiken ukuran tanah yang beralih kepemilikan kepada pengelola Lokalisasi Yobar adalah lokasi yang saat ini telah menjadi tempat berdirinya 18 barak dalam area lokalisasi.
Ndiken menyatakan saat ini administrasi surat dan dokumen kepemilikan tanah sedang dibuat dan akan ditandatangani bersama-sama oleh para pihak dalam pengalihan tanah tersebut. (*)
Editor: Syofiardi