Kalungkan Noken dalam menghadapi segala perkara di tanah Papua

Noken, yang sebelumnya berfungsi sebagai tas, kini berkembang. Bahan noken/anyaman noken mulai dimodif menjadi busana perempuan. Gambar ini diambil di Distrik Borme, Pegunungan Bintang, beberapa waktu lalu. – Jubi/Yuliana Lantipo
Noken, yang sebelumnya berfungsi sebagai tas, kini berkembang. Bahan noken/anyaman noken mulai dimodif menjadi busana perempuan. Gambar ini diambil di Distrik Borme, Pegunungan Bintang, beberapa waktu lalu. – Jubi/Yuliana Lantipo

Pencetus gagasan Noken ke UNESCO, Titus Pekei, meminta seluruh masyarakat, khususnya di Tanah Papua untuk senantiasa mengalungkan Noken untuk merayakan hari penting orang Papua tersebut.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Read More

Jayapura, Jubi – Pada peringatan hari Noken Warisan Dunia Ke-7, yang diperingati setiap 4 Desember ini, pencetus gagasan Noken ke UNESCO, Titus Pekei, meminta seluruh masyarakat, khususnya di Tanah Papua untuk senantiasa mengalungkan Noken untuk merayakan hari penting orang Papua tersebut.

“Selamat merayakan hari noken warisan dunia ke-7, dengan cukup kalungkan noken warisan budaya dunia dalam menghadapi segala perkara di tanah ini,” pesan Pekei, dalam Press Release yang diterima Jubi, Rabu, (4/12/2019) pagi ini.

Baca juga : Buku ‘Mama Menganyam Noken’ dari pedalaman Keerom Noken anggrek seharga sepeda motor

Berharap noken bisa menggantikan kantong plastik

Ia mengingatkan, tanah Papua yang kaya berbagai potensi sumberdaya alamnya, tidak kalah penting juga memiliki poteni kekayaan ragam warisan budaya luhur yang unik, khas dan tak tergantikan.

“Merupakan keadaban manusia Papua di tanah ini. Warisan budaya yang diluhurkan turun temurun hingga sampai generasi sekarang dan masa depan,” kata Pekei menambahkan.

Dalam merayakan tujuh tahunnya hari Noken sebagai warisan budaya takbenda dunia, Pekei mengkritisi kebijakan pemerintah dan negara, yang menurutnya tidak melindungi kebudayaan.

Ia menilai posisi ragam budaya Papua hari ini dihadapkan pada tantangan serius. Menuju kepunahan ketika negara Indonesia aneksasi Papua sejak 1 Mei 1963.

“Namun, tidak ada arti penting untuk melestarikan, melindungi dan mengembangkan ragam budaya tanah Papua,” kata Pekei menjelaskan.

Ia menegaskan ragam budaya orang asli Papua sudah tercecer ke mana-mana tanpa kontrol. Kian hari budaya orang Papua dari tujuh wilayah adat dirusak dan dibakar tak berbekas. Faktanya tanah tumbuhnya hutan bahan baku warisan budaya Papua dibabat tanpa pertimbangan untuk menanam kembali atau budi daya lewat dinas kehutanan dan lingkungan hidup, tampaknya merestui kepunahan ragam budaya Papua.

Menurut Pekei  otoritas dewan adat Papua (DAP) sebagai pelindung budaya dan orang Papua, dilemahkan Jakarta. “Warisan leluhur tanah ini menuju ke ambang kehancuran identitas jati-dirinya,” lagi katanya.

Ia menegaskan penghuni tanah Papua adalah mereka yang memiliki tarian, ukiran, pahatan dan kesenian serta kerajinan tangan masyarakat Papua. Keunikan dan kekhasan telah terajut dan teranyam kuat sebagai pemersatu penghuni tanah ini.

Noken, buah tangan mama Papua

Titus Pekei memperjuangkan Noken tercatat dalam sejarah warisan budaya dunia, di Markas Unesco Paris France, tujuanya ingin mengangkat budaya orang Papua melalui buah tangan mama-mama Papua, yakni noken. Tak hanya mengangkat, tapi juga melindungi dari acaman seluruh tantanan kebudayaan orang Papua.

Mama-mama perajut atau penganyam noken harus kuat. Meski dinilai kurang mendapat perlindungan dari dalam negeri, Pekei menyatakan bahwa, “komunitas dunia mengakui keringat mama-mama perajin noken rajut, noken anyam dan noken sulam dari tanah Papua,” ucapnya.

Pekei mengatakan, warisan budaya takbenda yang terdaftar dalam “memerlukan perlindungan mendesak” karena Noken Papua sedang menuju kepunahan.

Tugas dan tanggung jawab negara adalah menyelamatkan noken sesuai Konvensi 2003 tentang Perlindungan Warisan Budaya Takbenda, (Pasal 17).

Fakta hari ini, katanya, warisan budaya Papua dan atau warisan budaya dunia tidak ada nilai penting oleh aparat TNI dan Polri di tanah Papua, ata nama “Tni Pelindung Rakyat” dan “Polisi Pengayom Rakyat” telah melakukan hal sewenang-wenang untuk memeriksa dan mengambil sepihak atribut budaya Papua.

“Pada hari noken ke-tujuh ini, menyampaikan stop, stop dan stop merobek noken kehidupan tanpa melakukan rekayasa masalah satu ke masalah lain di tanah ini. Hargai budaya diri-sendiri tanpa merusak dan membakar budaya tanah kami!” tegasnya. (*)

Related posts

Leave a Reply