Kaleidoskop negara-negara Pasifik 2020: pandemi tidak hentikan berbagai pemungutan suara

Gedung Parlemen Kepulauan Cook. - RNZI/ Wikimedia Commons
Tahun 2020 merupakan tahun yang problematik untuk perempuan di Papua Nugin, setelah seorang perempuan muda, Jenelyn Kennedy, Juni ini, yang baru berusia sembilan belas tahun ketika ia meninggal dunia karena dianiaya pasangannya, petinju Debbie Kaore, dan empat perempuan lainnya yang dianiaya di Provinsi Enga, adalah bukti bahwa kekerasan masih dihadapi perempuan di PNG setiap harinya. Insiden-insiden ini hanyalah ‘puncak gunung es’ dari pengalaman sehari-hari perempuan di PNG.
Menurut Fiona Hukula, seorang peneliti senior di lembaga riset nasional PNG NRI, sulit untuk mengumpulkan datang yang akurat mengenai kekerasan berbasis gender (gender-based violence/GBV) di PNG. Namun, katanya, Survei Demografi dan Kesehatan PNG  (2016-2018) terakhir mengungkapkan bahwa 56 % perempuan berusia 15-49 tahun yang disampel pernah menjadi korban kekerasan fisik sejak usia 15 tahun, dan 28 % pernah mengalami kekerasan seksual. Untuk kelompok perempuan berusia 15–19 tahun, 38 % telah menjadi korban kekerasan fisik dalam 12 bulan sebelum survei itu dilakukan.

Secara khusus, kematian Jenelyn Kennedy, memicu amarah publik di PNG. Ada banyak pihak yang mendesak agar hukuman dan sanksi bagi pelaku kekerasan berbasis gender semakin dinaikkan, agar ada reformasi hukum untuk melindungi perempuan, serta penegakan hukum yang lebih proaktif. Insiden-insiden ini membuat masyarakat PNG yang prihatin akan isu ini berkumpul bersama-sama, mendesak diakhirinya kekerasan berbasis gender dan membentuk kelompok-kelompok advokasi. Berbagai protes dilakukan di sejumlah kota, namun selain hukuman bagi pelaku, tidak ada perubahan yang berarti.

Agustus 2020 ini Dewan Eksekutif Nasional (NEC) PNG – yang terdiri dari Perdana Menteri dan menteri-menterinya – telah menyetujui proposal untuk dengan resmi mendeklarasikan PNG sebagai negara Kristen di bawah Konstitusinya. Saat mengumumkan hal ini, Perdana Menteri James Marape menerangkan bahwa PNG memiliki lebih dari 20 denominasi gereja Kristen yang berbeda, dimana gereja Katolik memimpin dengan keanggotaan yang mencapai 27% populasi negara itu, 19,5 % umat gereja Lutheran, 11,5 % anggota United Church, dan 10% dari Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK).

 

Namun langkah itu dikecam oleh beberapa pihak yang merasa mendeklarasi PNG sebagai negara Kristen itu justru tidak ‘Kristen’.  Dalam artikel yang disusun oleh dokter dan ilmuwan bidang kesehatan masyarakat, Robin Oge, ia mengutip Dr. Eugene Ezebilo dari lembaga riset nasional Papua Nugini, National Research Institute PNG (PNG NRI), yang menegaskan bahwa “Konstitusi PNG tidak mengakui agama Kristen sebagai agama yang dianut negara itu”.

Menurut Oge, meskipun keputusan ini mungkin tampaknya masuk akal untuk negara seperti PNG, dimana 97% penduduknya mengaku sebagai orang Kristen, pendiri dan perumus Konstitusi PNG saat itu paham bahwa hal seperti ini akan dapat menyebabkan otoritarianisme keagamaan atau religious authoritarianism, sebuah konsekuensi yang sangat berbahaya.

Kenangan akan hampir 20.000 nyawa yang melayang dalam satu dekade selama krisis di Bougainville, dan tekad orang-orang Bougainville untuk membangun kembali kehidupan yang baru, kembali muncul di benak orang-orang saat pemimpin Bougainville dan PNG meneteskan air mata di hadapan publik akhir September 2020. Presiden Bougainville yang baru, Ishmael Toroama, mengakui upaya rekonsiliasi antar kedua bangsa, namun ia percaya masih banyak hal yang harus dilakukan untuk membantu orang-orang Bougainville agar bisa memiliki kehidupan yang sejahtera.

Suasana selama pemilu jauh lebih tenang, dibandingkan dengan suasana meriah yang terjadi saat referendum bersejarah tahun lalu ketika 97,7% pemilih mendukung Bougainville untuk berpisah dari PNG.

Menurut AAP, jumlah keterwakilan perempuan dalam pemilu Bougainville kali ini tinggi, dan jumlah kandidat perempuan lebih tinggi dari pemilu sebelumnya. Ada 14 calon perempuan untuk dapil dengan kursi umum, menurut seorang juru bicara pemerintah. Selain itu, ada 27 calon perempuan dikatakan bersaing untuk tiga kursi khusus yang dialokasikan untuk perempuan, dan dua perempuan maju sebagai calon presiden. Toroama juga telah menunjuk dua perempuan untuk menjadi bagian dalam kabinetnya yang terdiri dari 14 orang dari 39 Anggota Parlemen yang baru terpilih.

Fiji

Empat mantan petugas penjara ungkap kekerasan terhadap tahanan di Fiji kepada the Guardian, memicu sebuah investigasi yang dilaporkan oleh media tersebut  September 2020.

Empat petugas itu mengklaim Francis Kean, seorang tokoh yang berpengaruh di Fiji, melakukan intimidasi dan kekerasan pada napi dan petugas penjara. Kean, saudara ipar perdana menteri yang sekarang menjabat sebagai komisaris layanan pemasyarakatan, seringkali memerintahkan pemukulan dan penganiayaan tahanan, dan pada satu waktu, memerintahkan mereka untuk menyerang rekan staf  mereka.

Keempatnya menuduh Kean pernah memerintahkan mereka untuk menyiksa tahanan dengan menempatkan mereka di sel isolasi tanpa tempat tidur dengan satu ember untuk toilet yang dikosongkan sekali sehari, dan menyemprot mereka dengan air sepanjang malam agar mereka tidak bisa tidur.

Mereka meninggalkan Fiji secara terpisah, dari 2017 sampai 2019, dan telah mengajukan permohonan pencarian suaka di Australia. Mereka juga mengklaim bahwa mereka sendiri juga pernah menerima hukuman keras dari komisaris Kean.

Semua petugas menegaskan bahwa hukuman fisik adalah hal yang biasa di penjara, dan Kean sering mengisyaratkan penjaga penjara untuk memukuli tahanan.

Terlepas dari undang-undang media Fiji yang ketat, beberapa laporan terkait pemukulan dan kematian di penjara telah bermunculan sejak Kean menjabat sebagai komisaris.

Pada Oktober, pemerintah Fiji terjebak di tengah-tengah perselisihan geopolitik antara Tiongkok dan Taiwan, setelah muncul laporan tentang dugaan pertengkaran secara fisik antara diplomat dan pejabat kedua negara tersebut di sebuah hotel di Suva. Beijing dan Taipei baku tuduh tentang siapa yang memulai insiden itu, yang berakhir dengan klaim Taiwan bahwa salah satu pejabat mereka terkena benturan di kepala dan harus dirawat di rumah sakit, dan keduanya dikatakan telah meminta Fiji untuk menginvestigasi peristiwa itu.

Polisi setempat kini mengatakan bahwa masalah tersebut telah ditangani secara diplomatik, sementara media lokal melaporkan bahwa pejabat tinggi urusan luar negeri Fiji juga mengungkapkan bahwa masalah tersebut telah ‘diselesaikan secara damai’.

Tetapi salah satu anggota komunitas diplomatik Fiji berpandangan bahwa insiden itu sangat memprihatinkan, dan ia khawatir melihat apa yang ia anggap sebagai perilaku Tiongkok yang semakin congkak di Pasifik. Duta Besar Kepulauan Marshall di Fiji, Albon Ishoda, adalah salah satu tamu yang menghadiri perayaan Hari Nasional Taiwan di Hotel Grand Pacific di Suva pada 8 Oktober lalu, acara dimana pertengkaran ini dilaporkan terjadi. Ia mengatakan insiden itu mengingatkannya pada kejadian selang pertemuan Forum Kepulauan Pasifik (PIF) di Nauru pada 2018.

Kepulauan Solomon 

Pada Februari 2020, sejumlah dokumen Kepulauan Solomon yang bocor ke ABC News mengungkapkan bahwa Pemerintah Kepulauan Solomon membahas pinjaman sebesar AS$ 100 Miliar dari seorang pengusaha Tiongkok – jumlah dana yang hampir 77 kali lipat dari PDB negara Pasifik itu.

Menteri Keuangan Kepulauan Solomon, Harry Kuma, telah membenarkan bahwa surat-surat itu yang menunjukkan bahwa dirinya sedang berdiskusi tentang kemungkinan pinjaman itu adalah dokumen asli.  Dalam salah satu suratnya, Kuma menerima usulan biaya perantara yaitu 11 % – atau sebesar $ 11 miliar.

Hal ini terjadi lima bulan setelah Kepulauan Solomon mengalihkan pengakuan diplomatiknya ke Tiongkok dan memutuskan hubungan dengan Taiwan.

Tidak tinggal diam, seorang pakar telah menyatakan ia ragu Pemerintah Kepulauan Solomon akan mampu melunaskan utang itu jika proses ini dilanjutkan. Seorang MP dari oposisi juga menuduh pinjaman itu sebagai upaya penipuan, tetapi perantara dari Tiongkok di tengah-tengah kesepakatan itu menegaskan itu semua legal.

Perselisihan antara pemerintah nasional Kepulauan Solomon dengan pemerintah Provinsi Malaita pun berlanjut ke tahun ini. Malaita merupakan provinsi yang terbelakang di Kepulauan Solomon. Ada sebagian dari orang Malaita yang mulai mendesak kemerdekaan dari Kepulauan Solomon sejak 1940-an. Sejak itu sudah enam kali provinsi itu dengan resmi meminta agar mereka bisa merdeka dan membentuk negara mereka sendiri. Malaita juga sampai kini terus melanjutkan kerja samanya dengan Taipei, meskipun Honiara telah beralih ke Beijing dan mencekam Malaita yang tidak mendukung kebijakan itu.

Pada Juni 2020, Premier Provinsi Malaita menuntut Pihak Kepolisian di Kepulauan Solomon karena telah menyita alat pelindung diri (APD) yang disumbangkan oleh Taiwan ke provinsi tersebut.

Polisi mengklaim bahwa kiriman dari kementerian luar negeri di Taipei itu mencurigakan karena paket ditujukan kepada seorang warga biasa, dan karena tidak ada hubungan bilateral antara Honiara dan Taipei.

Pemimpin blok oposisi, Matthew Wale, juga turun mengecam penyitaan bantuan kemanusiaan itu.

Sementara pada bulan Agustus, absennya Perdana Menteri Manasseh Sogavare saat perayaan second appointed day di Malaita juga dikritik. Menurut, Pers Sekretariat PM menyatakan bahwa PM tidak pernah diundang ke perayaan di Malaita.

Bulan berikutnya, Daniel Suidani mengumumkan niatnya untuk mengadakan referendum, tidak lama setelah pemerintah nasional setuju untuk membiarkan penerbangan penuh pekerja dari Tiongkok masuk ke perbatasan negara itu. Pemerintah Kepulauan Solomon menanggapi dengan menekankan bahwa referendum kemerdekaan yang diusulkan di Provinsi Malaita itu ilegal.

Mosi tidak percaya untuk turunkan Suidani lalu diajukan pada Oktober lalu. Ketua Majelis Provinsi Malaita telah memberikan persetujuannya untuk memproses pengajuan mosi tidak percaya terhadap Premier provinsi itu agar segera dilanjutkan. Suidani lalu mengalahkan kalahkan mosi tidak percaya  itu di lantai Majelis Provinsi Malaita dengan suara 24-9.

Kemenangan tersebut disambut baik oleh kelompok masyarakat yang datang ke Majelis Provinsi Malaita, tak sabar menanti hasilnya.

Ada kemungkinan Suidani dan pemerintah pusat Kepulauan Solomon masih akan terus berselisih di tahun yang baru, mengingat kekecewaan Malaita pada pemerintah nasional.

Vanuatu 

Selain bougainville, Vanuatu juga melakukan pemilu pada Maret 2020, dan itu berjalan lancar. Pemilih yang terdaftar di Vanuatu, berjumlah lebih dari 278.000, menetapkan siapa yang akan duduk di badan legislatif ke-12 negara itu.

Menurut surat kabar Vanuatu Daily Post, ada total 351 tempat pemungutan suara di seluruh negeri yang dibuka untuk memfasilitasi pemilih, termasuk hampir 79.000 pemilih yang baru terdaftar. Namun, pemungutan suara ditunda di beberapa daerah Vanuatu akibat cuaca buruk. UU Pemilihan Umum Vanuatu memungkinkan penundaan pemungutan suara untuk tiga hari.

Bob Loughman, seorang Anggota Parlemen (MP) dari Tanna, lalu terpilih menjadi perdana menteri Vanuatu setelah mengalahkan mantan menteri luar negeri Ralph Regenvanu dalam pemilihan parlemen pada April 2020.

Pada 4 Desember lalu, Vanuatu resmi jadi negara berkembang setelah berhasil memenuhi dua dari tiga kriteria yang ditetapkan PBB untuk kelulusan LDC. Untuk merayakannya, Dewan Menteri Vanuatu (Council of Ministers/ COM) menyetujui anggaran sebesar VT 37 Juta untuk perayaan nasional selama 2 hari. Perayaan ini berlangsung di Port Vila, Luganville, dan di seluruh pusat-pusat provinsi pada tanggal 3 dan 4 Desember.

Serangkaian kegiatan yang akan menjadi sorotan selama acara dua hari di Port Vila termasuk sejumlah Talkback Shows, diskusi panel tentang topik seputar status Negara Terbelakang atau least developed country (LDC) dan apa artinya kelulusan Vanuatu dari kategori LDC.

Kiribati 

Satu lagi bangsa Pasifik yang memilih pemerintahnya di 2020, belasan MP baru terpilih di Kiribati, menunjukkan bahwa warga negara itu ingin ada perubahan.

Bulan Mei 2020, warga Kiribati menyambut 16 MP baru, dari parlemen dengan 44 kursi, yang mengambil sumpah mereka. Pada bulan berikutnya, Taneti Maamau terpilih kembali sebagai Presiden Kiribati. Ia Berhasil mendapatkan sekitar 8.000 suara lebih banyak dari lawannya. Kemenangannya dilihat sebagai indikasi bahwa hubungan negara itu dengan Tiongkok akan terus menguat.

Kiribati telah mengalihkan pengajuan diplomatiknya dari Taipei ke Beijing terjadi pada bulan September 2019, yang lalu menyebabkan protes di jalan-jalan.

Namun satu permasalah yang tidak kunjung diselesaikan adalah keamanan pengamat kapal penangkapan ikan di perairan Pasifik. Ini dibuktikan oleh kematian seorang pengamat kapal penangkapan ikan asal Kiribati saat bertugas di atas kapal penangkap ikan Taiwan pada Maret 2020. Eritrea Aati Kaierua meninggal lalu ketika ia bertugas di atas kapal berbendera Taiwan, Win Far 636, yang sedang memancing di perairan Nauru.  Kematiannya telah menimbulkan desakan dari pegiat isu ini dan anggota keluarga korban agar ada perubahan.

Kejadian ini merupakan kematian atau hilangnya pengamat perikanan ke-5 di Pasifik sejak 2015, menurut asosiasi pengamat Association of Professional Observers (APO).

Palau 

Pemilihan presiden juga ada dalam agenda Palau di tahun 2020. Capres Surangel Whipps Jr., seorang mantan senator dan saudara ipar dari caretaker Presiden Tommy Remengesau telah dinyatakan menang. Presiden Remengesau sendiri tidak mendukung calon manapun.

Whipps dan lawannya dalam pemilu ini, Wakil Presiden Raynold Oilouch, maju ke pemilu presiden Palau setelah pemilu presiden putaran pertama yang mengeliminasi dua capres lainnya, Alan Seid dan Johnson Toribiong, dari putaran kedua ini.

Kaledonia Baru 

Referendum Kaledonia Baru untuk menentukan kemerdekaannya dari Prancis telah diadakan pada 4 Oktober 2020. Dalam referendum pertama pada November 2018, hasilnya menunjukkan bahwa 56,67% memilih status quo dan 43,33% mendukung untuk merdeka, dimana sebagian besar penduduk pribumi Kanak memilih untuk merdeka dan sebagian besar orang pendatang non-Kanak menolaknya.Orang-orang non-Kanak ini didominasi oleh mereka yang berasal dari pendatang Prancis (Caldoches) dan migran dari wilayah jajahan Prancis terdekat di Pasifik, Wallis & Futuna dan Tahiti.

Sejak referendum terakhir pada 2018, ketegangan antara dua pihak, pro dan anti-kemerdekaan terus berlanjut. Ini termasuk ketegangan mengenai hasil pemilu provinsi Mei 2019 dan saling tuding dalam hal penanganan pandemi Covid-19 oleh pemerintah. Tidak ada jajak pendapat yang dilakukan sebelum referendum kali ini.

Partisipasi dalam referendum kali ini capai 85%, peningkatan sebesar hampir 4%. Dalam referendum ini juga lebih dari 53 % memilih status quo, turun sekitar 3% dari referendum sebelumnya. Sekitar 47% memilih untuk merdeka dari Prancis (sebelumnya hanya sekitar 44%), dimana jumlah pendukung kemerdekaan Kanak naik signifikan dari 60.573 menjadi 71.533 pada referendum kedua.

Menyusul referendum Paris dikatakan akan berupaya mengganti referendum ketiga Kaledonia Baru yang diatur oleh Kesepakatan Nouméa 1998. Referendum ketiga untuk menentukan kemerdekaan Kaledonia Baru dari Prancis dapat dilaksanakan, dan pihak pro-kemerdekaan berkeras akan menuntut referendum ini, haknya sebagai bangsa yang dijajah untuk mendapatkan kembali kedaulatan atas tanah airnya. Namun pihak lainnya mengusulkan agar ada dialog selama enam bulan setelah referendum kedua yang bisa memuaskan aspirasi orang Kanak untuk merdeka. Menuju ke referendum ketiga pada tahun 2022 akan membawa lebih banyak ketegangan politik dan, menurut presiden Provinsi Selatan dan politisi loyalis anti-kemerdekaan, Sonia Backes, hal itu membawa risiko pecahnya perang sipil.

Sementara itu Konferensi Gereja-Gereja Pasifik (Pacific Conference of Churches/ PCC) telah mengumumkan rencananya untuk mengadakan Sidang Umum pada 2022 di Kaledonia Baru, bertepatan dengan referendum ketiga Kanak dari Prancis.

Netani Rika, dari Sekretariat PCC di Suva, menerangkan bahwa PCC bekerja sama dengan gereja Protestan di Kaledonia Baru. “Kita akan mengadakan Sidang Umum di sana sekitar waktu referendum dan pemimpin-pemimpin gereja Pasifik harus berada di sana untuk mendoakan bangsa Kanaky yang baru dibentuk untuk memberkati mereka,” katanya. Menurut kami, sangat penting bagi kita semua untuk bebas. Ini adalah pepatah yang umum di PCC sekarang, bahwa kecuali semua anggota kita bebas, sebagai wilayah Pasifik kita tidak dapat mengklaim kita sudah bebas.”

Francois Pihaatae dari Polinesia Prancis juga berkata Prancis harusnya mematuhi proses PBB dan mengembalikan kedaulatan dan kemerdekaan kepada semua daerah koloninya, termasuk Polinesia Prancis.

Kepulauan Cook 

Pada Juli 2020, Ketua Parlemen Kepulauan Cook, Nikki Rattle, memutuskan untuk tidak memboikot wartawan Rashneel Kumar dari melakukan pelaporan di parlemen negara itu setelah dikecam organisasi media. Kumar menulis sebuah artikel mengenai penaikkan tunjangan perjalanan bagi pasangan dari anggota parlemen (MP) dari pulau-pulau terluar di tengah-tengah ekonomi yang melemah akibat pandemi  Covid-19.

Pekerjaannya terancam setelah tulisannya memicu reaksi keras dari sejumlah MP, yang menegaskan bahwa artikel itu tidak adil dan tidak akurat, dan mendesak agar Kumar diboikot dari parlemen.

Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) lalu angkat suara, menegaskan bahwa keputusan untuk memboikot seorang wartawan dengan alasan itu tidak layak dan merupakan ancaman bagi pelaporan mengenai parlemen. Selain IFJ, asosiasi jurnalis Pasifik PINA juga telah mendesak parlemen Kepulauan Cook untuk tidak meredam kebebasan media di negara itu.

Tonga 

Akibat lakukan pelanggaran berat, puluhan polisi Tonga dipecat, menurut laporan pada November 2020. Dua puluh satu anggota polisi dipecat oleh Dewan Kepolisian Tonga (Tonga Police Board/ TPB) akibat melakukan pelanggaran disiplin berat dan tindak pidana. Ketua dewan TPB, Hakim Cato, dalam putusannya menegaskan bahwa para anggota polisi ini telah gagal  untuk memenuhi standar etika profesi yang  diharapkan  dari seorang anggota polisi Tonga.

Dari 21 pemutusan hubungan kerja tersebut, 14 diantaranya berdasarkan pada pelanggaran disiplin serius, termasuk diantaranya absen dari kerja tanpa izin, tidak memenuhi persyaratan penyeleksian, dan pelecehan seksual. Selain itu, tujuh pemberhentian lainnya dilakukan akibat kasus kriminal yang mencakup pemerasan, pencurian, penyerangan, pengemudi yang sembrono dan menyebabkan kematian, serta pemalsuan.

Sejak 2015, Komisaris Polisi di Tonga telah memberhentikan 64 polisi, 44 orang sedang dalam diinvestigasi secara pidana sementara 20 lainnya karena pelanggaran disiplin. Saat ini ada tiga orang yang menjalani hukuman penjara.

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply