Tekanan terhadap pemerintah meningkat untuk melakukan aksi saat laju corona, sementara Jepang dianggap lambat dibandingkan dengan negara-negara yang terjangkit lebih buruk di seluruh dunia.
Papua No. 1 News Portal | Jubi
Tokyo, Jubi – Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe segera mengumumkan keadaan darurat akibat virus corona setidaknya pada Selasa, (7/4/2020) besok. Surat kabar Yomiuri melaporkan saat ini jumlah infeksi melewati angka 1.000 di ibu kota Jepang, Tokyo.
Tekanan terhadap pemerintah meningkat untuk melakukan aksi saat laju corona, sementara Jepang dianggap lambat dibandingkan dengan negara-negara yang terjangkit lebih buruk di seluruh dunia.
Baca juga : Sempat pulih, perempuan Jepang kembali positif corona
Puluhan penumpang kapal pesiar Jepang terinfeksi virus corona
Tiga warga Jepang terinfeksi virus corona saat kembali dari Wuhan
Gubernur Tokyo, Yuriko Koike mengisyaratkan pekan lalu dia akan mendukung deklarasi keadaan darurat sebagai jalan membantunya mendesak warga untuk langkah-langkah yang lebih kuat menjaga jarak sosial.
Di bawah sebuah undang-undang yang direvisi pada Maret untuk mencakup corona, perdana menteri dapat mengumumkan keadaan darurat jika penyakit itu mendatangkan bahaya serius bagi jiwa dan jika penyebarannya yang cepat dapat berdampak besar pada perekonomian. Corona telah meningkatkan risiko resesi Jepang.
Langkah itu akan memberikan otoritas legal kepada para gubernur di wilayah yang parah dilanda corona untuk meminta warga tinggal di rumah dan menutup usaha, namun bukan untuk memberlakukan sejenis karantina wilayah yang terlihat di negara-negara lain. Dalam kebanyakan kasus, tak ada hukuman karena mengabaikan permintaan (tinggal di rumah) meskipun kepatuhan publik mungkin akan meningkat dengan deklarasi keadaan darurat.
Lebih dari 3.500 orang dinyatakan terinfeksi dan 85 meninggal akibat corona di Jepang, menurut NHK, media siaran publik.
Sementara jumlah itu rendah dibandingkan dengan 335 ribu infeksi dan lebih dari 9,500 kematian di AS, para ahli khawatir atas lonjakan mendadak yang dapat membebani secara berlebihan sistem kesehatan dan membuat para pasien tak tahu harus ke mana. (*)
Editor : Edi Faisol