Papua No. 1 News Portal | Jubi
Merauke, Jubi – Seorang tokoh agama Papua, Pendeta Diben Elaby, menegaskan sejak otonomi khusus (otsus) lahir, negara telah memberikan perhatian baik kepada masyarakat, termasuk jatah 10 kursi untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk orang Papua.
Sepuluh kursi tersebut, mestinya menjadi hak politik orang Papua. Namun sayangnya dikebiri. Dimana umumnya partai politik membawa calon legislagtif dari luar daerah untuk berlomba-lomba mengikuti proses pencalegan sampai pemilihan. Bahkan dengan cara membeli suara orang asli Papua.
“Dalam lima tahun, orang Papua di Senayan, jumlahnya hanya berkisar 2-3 orang. Sedangkan sisanya adalah non-Papua,” ujar Diben kepada sejumlah wartawan, Sabtu (23/2/2019).
“Saya mau tanya, kalian punya dusun dan kampung dimana. Kok tiba tiba datang dan mengambil suara orang Papua dengan cara tidak santun,” imbuhnya.
Dikatakan, Papua adalah miniatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan demikian, dalam pemilu legislatif 17 April 2019 mendatang, jika 10 orang asli Papua di Senayan, tentunya memberikan semarak bagi negara ini.
Ditanya faktor penyebabnya, Elaby mengaku uang yang bermain.
“Kenapa caleg non-Papua tembus hinga Senayan, karena suara masyarakat bisa dibeli dengan uang,” ujarnya.
Cara kerja seperti demikian, tegas dia, telah membodohi orang asli Papua.
“Kadang suara caleg OAP dibawah lain, namun ketika di pusat sudah diganti dan diberikan kepada lain. Ini cara kerja yang tidak sehat sama sekali,” katanya.
“Mari kita bertarung secara sehat merebut hati rakyat. Parpol juga jangan ikut membodohi rakyat. Jangan karena uang, lalu seenaknya membeli suara akar rumput,” tegasnya.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari daerah pemilihan (Dapil) Papua, Sulaeman Hamzah, beberapa waktu lalu mengatakan ada sejumlah caleg memiliki kemampuan. Hanya saja, dari sisi finansial masih minim.
Olehnya, lanjut Sulaeman, harus diberikan perhatian secara khusus. Dimana mereka perlu didorong secara terus menerus. (*)
Editor : Dewi Wulandari