Papua No.1 News Portal | Jubi
“Ingat bahwa yang mempunyai tanah ini adalah rakyat. Merekalah yang menentukan kehidupannya. Orang Papua tidak butuh pembangunan. Orang Papua butuh kehidupan.”
SEJUMLAH masyarakat dari kampung-kampung menjemput Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib di Bandara Mopah-Merauke. Mereka membentangkan sehelai spanduk bertuliskan selamat datang.
Rupanya kedatangan Murib, tidak lain ingin mendengar secara langsung suara dari masyarakat, terkait pro kontra penolakan Provinsi Papua Selatan (PPS) yang digaungkan selama ini.
Tiga orang warga di antaranya Daniel Kaize, Yohakim Gebze serta Ambrosius Jugjo kepada Jubi, Kamis (12/12/2019), mengaku mendengar kalau adanya pembentukan Provinsi Papua Selatan. “Kami dengar kalau ada provinsi baru di Selatan Papua,” kata mereka.
Namun, ketiganya dengan tegas menolak kehadiran PPS. “Terus terang, kami rakyat kecil belum siap menerima PPS. Lebih baik rencana tersebut diurungkan terlebih dahulu,” pinta Daniel Kaize.
Menurut dia, masyarakat asli Papua di kampung-kampung, belum menginginkan adanya pembentukan PPS. Karena umumnya mereka belum siap. Jadi lebih baik ditunda hingga OAP mempersiapkan semuanya dulu. “Kalau PPS dipaksakan, tentunya orang asli Papua akan menjadi penonton di negerinya sendiri,” ujarnya.
Dia mencontohkan berbagai persoalan masih mendera orang asli Papua. Misalnya dalam dunia pendidikan. Sampai sekarang proses belajar mengajar di kampung-kampung tidak berjalan baik. Anak-anak Papua ditelantarkan. Karena guru lebih banyak menghabiskan waktu di kota dengan berbagai alasan.
“Ini salah satu contoh dari sekian banyak persoalan yang mendera orang Papua di kampung-kampung,” ungkapnya.
Hal serupa disampaikan Ambrosius Jugjo. “Kami ini rakyat kecil yang menolak tegas hadirnya PPS. Untuk sekarang belum saatnya OAP menerima pemekaran suatu daerah menjadi provinsi,” katanya.
“Lebih baik kita mempersiapkan semuanya dengan baik terlebih dahulu baru pemekaran PPS dapat dilakukan. Kalau sekarang terlalu cepat dilakukan,” ungkapnya.
Sementara Ketua MRP, Timotius Murib menjelaskan, kedatangannya ke Merauke tidak lain berkaitan dengan pro kontra pemekaran PPS. Ini menjadi agenda untuk ditindaklanjuti. “Memang ada dua kelompok bersuara terkait pemekaran PPS. Di mana ada yang menginginkan pemekaran dan ada juga menolak,” katanya.
Jadi, MRP ingin mendengar langsung dari masyarakat. Sekaligus dapat difasilitasi untuk ditindaklanjuti ke Presiden RI, Joko Widodo. Sesuai aturan, aspirasi yang disampaikan masyarakat, diteruskan ke Gubernur Papua serta Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Lalu dokumen tentang kelayakan pemekaran disampaikan ke MRP, sekaligus MRP memberikan pertimbangan dan persetujuan.
“Kita tidak menginginkan pemekaran dilakukan mengabaikan penolakan dari masyarakat di bawah. Olehnya kami datang sekaligus ingin mendengar langsung,” ungkapnya.
Beberapa waktu lalu, tim MRP bertemu Wakil Presiden RI, Ma’aruf Amin di Jakarta. Dijelaskan Murib, dalam pertemuan itu, pihaknya mengingatkan kembali kepada pemeritah pusat tentang wacana pemekaran provinsi di Papua sementara moratorium daerah otonom baru (DOB), yang juga dikeluarkan oleh Jakarta, masih berlaku.
Upaya yang dilakukan MRP untuk rakyat Papua berbalas hal yang bertolak belakang dari sejumlah elit politik. Sejumlah bupati berkumpul di kota Merauke dan mendeklarasikan pemekaran provinsi Papua Selatan. Murib menegaskan, tidak ada satupun lembaran surat aspirasi dari masyarakat akar rumput yang memberikan dukungan pemekaran wilayah tersebut.
“Ya jawaban dari Wapres RI agar pemekaran di Provinsi Papua, harus dibicarakan baik bersama MRP. Karena lembaga dimaksud adalah perwakilan masyarakat adat,” ungkap Murib mengutip pesan wapres.
MRP komit tolak PPS
Lebih lanjut Murib mengatakan, secara kelembagaan, MRP menolak pemekaran PPS. “Kita harus bicara kesejahteraan terhadap OAP seperti apa, juga pendidikan dan ekonomi terlebih dahulu,” pintanya.
Khusus di bidang ekonomi, jelas dia, masyarakat tak mengelola sumber daya alam (SDA) mereka sendiri. Justeru ekonomi telah diambilalih orang non-Papua.
Pimpinan daerah harus berpikir bagaimana ekonomi terintegrasi serta pendidikan juga berjalan baik. Jangan sepihak bicara pemekaran. Karena nantinya yang menjadi korban adalah rakyat.
Ditanya apakah pemekaran PPS adalah kepentingan elit? Murib menjawab tidak tahu. “Namun begitu, saya yakin Presiden dan Wapres akan mendengar suara rakyat,” katanya.
Menyangkut audiens, para bupati di Selatan Papua bersama Komisi II DPR RI, Murib mempersilahkan saja, meskipun tidak memenuhi quorum. Biarkan saja mereka bicara agar hatinya puas.
“Ingat bahwa yang mempunyai tanah ini adalah rakyat. Merekalah yang menentukan kehidupannya. Orang Papua tidak butuh pembangunan. Orang Papua butuh kehidupan.” (*)
Editor: Yuliana Lantipo