Papua No. 1 News Portal | Jubi
Merauke, Jubi – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Merauke, Hendrikus Hengky Ndiken, minta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat agar tak menganaktirikan siswa-siswi yang sedang mengenyam pendidikan di jenjang SMP/SMA di Sekolah Satu Atap (Satap) Terintergrasi Wasur karena mereka mayoritas anak-anak asli Papua.
“Saya mendapat informasi kalau beberapa waktu lalu, Kepala Sekolah SMP/SMA Satap Terintegrasi Wasur, Sergius Womsiwor, bersama ratusan anak didiknya dan guru, melakukan aksi demonstrasi ke Kantor Bupati Merauke,” ujar Hengky, kepada Jubi, Selasa (5/3/2019).
Aksi demonstrasi itu, lanjut dia, mendesak Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Merauke, Tiasony Betaubun, diturunkan dari jabatannya karena menilai anak-anak yang sekolah di sana bermasalahan di sekolah lain.
“Apa yang disampaikan Tiasony Betaubun tak mencerminkan sebagai seorang kepala dinas. Harusnya yang bersangkutan berterima kasih kepada Sergius Womsiwor, karena telah menampung anak-anak untuk bisa belajar di sekolah itu,” ujarnya.
Apalagi, jelas Hengky, anak-anak tersebut adalah orang asli Papua. Mestinya Tiasony memberikan apresiasi terhadap gebarakan yang dilakukan Sergius Womsiwor.
“Bukan harus bicara ke sana ke mari menyudutkannya,” tegas dia.
Ditegaskan, langkah yang dilakukan Sergius Womsiwor mendesak Bupati Merauke, Frederikus Gebze, melengserkan Tiasony sangat tepat. Karena pejabat itu tak mempunyai mata dan hati untuk anak-anak Papua.
“Kalau Tiasony Betaubun tak mempunyai kepedulian terhadap orang asli Papua di tanahnya sendiri, sebaiknya dicopot dari jabatan,” pintanya.
Kepala Sekolah SMP/SMA Satap Terintegrasi Wasur, Sergius Womsiwor, dalam orasinya beberapa waktu lalu mengatakan pihaknya akan menurunkan jumlah massa lebih besar jika tuntutan mengganti Tiasony Betaubun tak segera direalisasikan.
“Ingat, bahwa yang sekolah di sana adalah anak-anak asli Papua. Mereka harus diberikan perhatian secara khusus bukan harus dipersoalkan oleh Tiasony,” katanya. (*)
Editor: Dewi Wulandari