Jayapura, Jubi – Sejak bulan Mei 2019, isu jurnalis asing dan konflik bersenjata menjadi perhatian parlemen Inggris. Dua isu ini dipertanyakan oleh anggota parlemen Inggris kepada pemerintah Inggris dalam debat parlemen.
“Pemerintah Inggris secara teratur mengangkat masalah situasi di Papua dengan pihak berwenang Indonesia dan mendesak mereka untuk menangani masalah yang berkaitan dengan akses jurnalis asing dan organisasi internasional ke Papua,” ungkap Tariq Ahmad, Menteri Negara untuk Persemakmuran dan PBB pada Departemen Luar Negeri dan Persemakmuran Inggris, Sabtu (15/6/2019) kepada Jubi melalui surat elektronik.
Lanjutnya, pada bulan Januari 2018, ia telah menyampaikan kekhawatiran tentang masalah jurnalis asing dengan duta besar Indonesia untuk Inggris, dan diplomat Inggris di Indonesia juga mengemukakan hal ini ketika mereka mengunjungi Papua pada bulan Februari lalu.
Ahmad mengakui Debat Westminster Hall pada tanggal 8 Mei menegaskan transparansi dan akses media adalah sesuatu yang penting. Inggris menurutnya terus mendorong jurnalis Indonesia untuk menulis secara terbuka dan terus terang tentang Papua untuk memastikan bahwa perspektif lokal didengar dengan baik dan menjadi bagian dari setiap debat.
“Dan kami akan melakukannya dengan Presiden berikutnya dan timnya ketika hasil pemilihan diumumkan,” lanjut Ahmad.
Pada debat Westminster Hall bulan Mei lalu, anggota parlemen Inggris David Alton mempertanyakan kapan pemerintah Inggris terakhir kali mempertanyakan akses jurnalis asing ke Papua pada pemerintah Indonesia. Alton juga mempertanyakan penilaian apa yang telah dibuat oleh pemerintah Inggris berkaitan dengan bahaya yang dihadapi jurnalis lokal yang telah melaporkan pelanggaran HAM di Papua.
Anggota parlemen lainnya, Richard Harris mendesak pemerintah Inggris mempertanyakan kembali keseriusan pemerintah Indonesia membuka akses pada jurnalis asing kepada pemerintah Indonesia setelah hasil pemilihan presiden Indonesia diumumkan.
Ahmad mengakui Presiden Jokowi telah memperjelas niatnya untuk membuka akses bagi jurnalis asing ke Papua ketika ia mengumumkan pencabutan larangan itu pada Mei 2015. Sejumlah jurnalis asing sejak itu mendapat akses untuk melaporkan tentang Papua.
“Sayangnya tampaknya beberapa elemen pemerintah lambat menanggapi keinginan Presiden Jokowi. Kami terus menerima laporan bahwa jurnalis menghadapi kesulitan dalam mendapatkan visa dan pembatasan liputan di Papua,” ujar Ahmad.
Konflik bersenjata
Berkaitan dengan konflik bersenjata yang belakangan ini terjadi di Nduga, Papua, Mark Field, Menteri Negara untuk urusan Asia dan Pasifik Kementerian Luar Negeri Inggris mengatakan Pemerintah Inggris mengikuti situasi di Papua dengan cermat.
“Kami menghormati integritas wilayah Indonesia. Pejabat di Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, mengunjungi provinsi Papua dan Papua Barat secara teratur. Saya bertemu Duta Besar Indonesia pada bulan Januari dan mendiskusikan persoalan Papua bersamanya, dan saya membahas debat parlemen tentang masalah ini pada 8 Mei,” ungkap Mark Field kepada Jubi, Jumat (14/6/2019) melalui surat elektronik.
Pemerintah Inggris, menurut Field sepenuhnya mendukung upaya Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) dan pejabatnya untuk berkunjung ke Papua atas undangan pemerintah Indonesia. Para pejabat di Kedutaan Besar Inggris di Jakarta menurutnya telah membahas usulan kunjungan dengan Kementerian Luar Negeri, dan mendorong Indonesia untuk menyetujui sebuah tanggal secepat mungkin.
Field mengatakan isu konflik bersenjata ini disampaikan oleh anggota parlemen Helen Goodman dalam debat Westminster Hal Mei lalu. Helen meminta Sekretaris Negara Urusan Luar Negeri dan Persemakmuran menjelaskan langkah apa yang diambil Pemerintah Inggris untuk mengatasi situasi politik dan konflik di Papua.
“Ini berkaitan dengan peran Inggris sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dalam pemeliharaan perdamaian dan perlindungan warga sipil dalam konflik bersenjata,” kata Field. (*)