Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
Jakarta, Jubi – Israel kembali dituntut ke Mahkamah Internasional oleh Palestina terkait Pidana Internasional (ICC), pada Selasa (11/9/2018). Tuntutan itu disampaikan sehari setelah Amerika Serikat memutuskan menutup kantor perwakilan Palestina di Washington.
“Ramallah mengajukan tuntutan baru ke ICC atas "kejahatan perang" yang dilakukan Israel terkait rencana penggusuran sebuah desa Palestina di Tepi Barat dalam beberapa hari ke depan,” kata Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Saeb Erekat.
Ia mengatakan telah menyeahkan dokumen tuntutan termasuk fokus pada kejahatan perang yang dilakukan Israel di Khan al-Ahmar, khususnya kejahatan penggusuran, pembersihan etnis, dan penghancuran properti milik warga sipil.
Khan al-Ahmar merupakan salah satu wilayah utama di Tepi Barat yang berdekatan dengan Yerusalem. Israel berencana menggusur desa Bedouin atau perumahan nomaden milik warga Palestina di sana.
Sejumlah pengamat menganggap penghancuran desa di Khan al-Ahmar memungkinkan Israel memperluas pemukimannya di Tepi Barat.
Dalam kesempatan itu, Erekat mengatakan PLO juga telah meminta jaksa ICC mempercepat penyelidikan awal terhadap dugaan kejahatan perang yang dilakukan Israel.
Tuntutan baru ini diajukan sehari setelah Erekat mengaku mendapatkan konfirmasi penutupan kantor PLO di Washington. Kantor tersebut merupakan kantor perwakilan tertinggi Palestina bagi AS yang menjadi simbol hubungan kedua negara.
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, lebih dulu memutus hubungan dengan pemerintahan Presiden Donald Trump, setelah Gedung Putih mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel pada Desember lalu.
Hal itu membuat hubungan AS dan Palestina tidak akur. Trump bahkan belakangan memutuskan menyetop bantuan bagi UNRWA, organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi Palestina.
Selain itu, dalam beberapa minggu terakhir, AS telah memotong lebih dari US$200 miliar bantuan langsung ke Palestina. Trump mengatakan bahwa ia menerapkan kebijakan itu karena sikap permusuhan Palestina dan komunitas internasional yang bias terhadap Israel.
AS melalui Penasihat Keamanan Nasional, John Bolton, bahkan mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada para hakim dan pejabat ICC jika melawan Washington dan sekutu terdekatnya.
Erekat menganggap ancaman sanksi AS itu merupakan "kudeta terhadap sistem internasional."
"Jika Anda khawatir soal pengadilan, Anda tidak seharusnya mengancam pengadilan. Anda harus berhenti melakukan kejahatan atau bersekongkol dengan kejahatan," ujar Erekat dilansir AFP.
Sejak 2015, ICC telah membuka penyelidikan awal terkait dugaan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan Israel terhadap warga Palestina berdasarkan konflik di Gaza beberapa tahun sebelumnya.
Namun, penyelidikan itu mandek dan diharapkan dapat kembali dilanjutkan hingga bisa menyimpulkan dakwaan. (*)