Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
London, Jubi– Kebijakan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang berkunjung ke pembangkit atom rahasia Israel pada akhir Agustus lalu menuai sikap Iran yang mengadu ke Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Kehadiran Netanyahu ke pembangkit atom sebagai langkah memperingatkan musuh dan pamer bahwa negaranya memiliki sarana untuk menghancurkan negara lain.
"Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa seharusnya tidak menutup mata terhadap ancaman itu dan harus bertindak tegas untuk menghilangkan semua senjata nuklir Israel," tulis kantor berita Fars mengutip pernyataan duta besar Iran untuk badan dunia, Gholamali Khoshrou.
Gholamali Khoshrou menulis surat terbuka kepada sekretaris jenderal dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan meminta agar lembaga itu memaksa Israel bergabung dengan Perjanjian Tidak Menyebarkan Nuklir (NPT). Selain itu Iran juga minta Israel membuat kegiatan nuklirnya di bawah pengawasan Badan Tenaga Atom Dunia (IAEA) sebagai pengawas atom badan dunia.
Israel yang berada di luar NPT, tidak memastikan atau menyangkal memiliki bom. Kebijakan mendua puluhan tahun itu disebut untuk keseimbangan dengan tetangga bermusuhan dan menghindari semacam hasutan umum yang dapat memicu perlombaan senjata di kawasan tersebut.
Sebelumnya Israel mencoba melobi kekuatan dunia untuk mengikuti Amerika Serikat keluar dari kesepakatan mereka pada 2015 dengan Iran, yang membatasi kemampuan nuklir Teheran sebagai imbalan untuk pencabutan hukuman.
Israel menganggap perjanjian itu tidak cukup untuk menghapus sarana musuh yang akhirnya mendapatkan bom. Sejak revolusi 1979, Iran menginginkan penghancuran Israel, negara itu mendukung pejuang Hizbullah Lebanon dan gerakan Hamas Palestina.
Penguatannya atas Damaskus selama perang saudara Suriah dilihat pemerintah Netanyahu sebagai penempatan Iran lebih lanjut di perbatasan Israel. (*)