Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Memasuki akhir Mei 2021 jaringan internet di Kota Jayapura, Papua yang terganggu sejak 30 April belum juga pulih. Akibatnya sekolah memutuskan melakukan ujian kenaikan kelas langsung di sekolah dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Di SMA Negeri 1 Jayapura, Papua siswa terlihat sudah berada di sekolah pukul 7 pagi, Kamis, 27 Mei 2021. Mereka mengikuti ujian kenaikan kelas setiap hari hingga 8 Juni 2021.
Sebelum memasuki ruang ujian para siswa diwajibkan mengenakan masker kemudian mencuci tangan terlebih dahulu. Satu-persatu siswa diperiksa suhu badan untuk memastikan berada pada batas normal 36 derajat celsius dan memakai ‘hand sanitizer’.
Setelah suhu badan dipastikan normal, siswa menuju ke ruangan yang telah dibagi oleh guru. Setiap kelas hanya diisi oleh 18 siswa dengan jarak tiap siswa 1,5 meter. Setelah semua siswa dipastikan dalam ruangan, para pengawas masuk dan mulai mengabsensi siswa.
BACA JUGA: Internet mati di Jayapura, Papua bagaimana belajar online?
Setelah mengabsen, pengawas kemudian membagi kertas ujian. Siswa mengerjakan hingga selesai dan meninggalkan di atas meja. Pengawas lalu kembali mengumpulkan lembaran jawaban siswa.
Dalam sehari hanya dua mata pelajaran yang diujikan. Setiap materi ujian diselesaikan dalam waktu 60 hingga 90 menit.
Untuk menghindari kerumanan yang dapat menyebabkan penularan Covid-19 waktu istirahat ditiadakan dan kantin sekolah pun ditutup. Ujian juga dibagi dalam sesi pagi bagi kelas 10 dan sesi siang untuk kelas 11.
Siswa yang telah selesai mengerjakan soal ujian langsung meninggalkan ruangan dengan tertib. Sebelum meninggalkan sekolah siswa akan kembali diperiksa suhu badan dan mencuci tangan.
Glen Imbiri, siswa Kelas 10 IPS 3 Kota Jayapura, Papua mengaku mengalami kesulitan karena soal ujian berbentuk esai.
“Lumayan sulit, saya tidak belajar baik-baik, terus soalnya itu esai lagi,” katanya.
Meski begitu Imbiri tetap berusaha menyelesaikan setiap soal hingga menyelesaikannya dengan baik.
Ia juga mengaku senang dapat bertemu dengan teman-temannya. Selain itu, menurutnya ujian secara offline lebih baik dibandingkan mengikuti ujian online.
“Ujian manual lebih enak, bisa ketemu teman-teman, kalau online pakai waktu jadi terkesan terburu-buru,” katanya.
Internet yang tidak kunjung pulih membuat Imbiri juga kesulitan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Imbiri berharap Telkom segera memperbaiki jaringan internet di Kota Jayapura, Papua.
“Maunya secepatnya bisa diperbaiki begitu,” ujarnya.
Siswa lainnya, Muhammad Wahyu mengaku tidak merasa kesulitan mengikuti ujian langsung. Ia lebih menyukai ujian langsunge dibandingkan ujian secara online.
“Ujian manualnya bagus, tidak sulit. Saya sudah persiapkan diri sebelumnya,” katanya.
Menurut Wahyu walaupun ada batasan waktu, ujian offline lebih bagus ketimbang secara online.
“Saya lebih suka datang ke sekolah daripada ujian online. Menurut saya lebih gampang, kalau ujian online terlalu terdesak begitu,” ujarnya.
Wahyu mengaku kesulitan belajar sejak internet terganggu, karena tidak bisa mencari tambahan materi untuk dipelajari. Ia lalu mengandalkan dengan membaca materi-materi yang diberikan guru.
“Tidak bisa mencari materi sebelum itu untuk persiapan ujian, biasanya baca ulang materi yang sudah dikasih. Terkadang materi yang dikasih guru ada yang tidak sesuai dengan pelajaran,” katanya.
Wakil Kepala Bidang Kurikulum SMA Negeri 1 Jayapura, Papua La Junaidi mengatakan jaringan internet terganggu sehingga ujian kenaikan kelas dilaksanakan secara offline dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
“Kami sudah persiapkan ujian online, tiba-tiba jaringan mati, kita ambil sikap ujian offline. Ujian mulai 27 Mei sampai 8 Juni, satu hari dua materi. Kami juga mengikuti aturan 18 siswa dalam satu ruangan, jadi kita bagi siswa ke dalam 27 ruangan,” ujarnya.
Ujian dibagi dua shift, siswa Kelas 10 ujian pukul 8.00 hingga pukul 10.30 WIT dan Kelas 11 pukul 12.30 hingga 15.00 WIT.
“Sebelum masuk siswa cuci tangan, periksa suhu, mengenakan masker dan memakai hand sanitazer, sebaliknya pulang juga sama. Setelah masuk kerjakan soal, setelah selesai langsung pulang, tidak ada istirahat,” katanya.
Dengan jumlah siswa 1.500 yang mengikuti ujian semester kenaikan kelas. Maka dari pihak sekolah, kata Junaidi waktu untuk menyelesaikan soal dibatasi dan juga soal hanya dibuat dalam bentuk esai.
“Soalnya semua esai, dibatasi hanya 5 sampai 10 nomor, dikerjakan dalam waktu 60 menit, tapi untuk mata pelajaran yang sulit sampai 90 menit,” ujarnya.
Akses internet yang masih terputus membuat Junaidi dan guru lainnya mengalami kesulitan karena harus memberikan penilaian usai ujian. Padahal selama ini semua aktivitas belajar-mengajar, termasuk penugasan kepada siswa dilakukan secara online.
“Pemerintah harus pastikan jaringan ini sampai tanggal berapa akan baik karena kita akan penilaian juga. Data nilai tugas anak-anak itu kan masih ada semua di dalam Google Classroom. Selama ini kami memberikan tugas anak-anak kan lewat Google Classroom,” katanya. (*)
Editor: Syofiardi