Ini upaya kreatif memelihara ingatan gerakan Hak-hak Sipil di AS

Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1,

Jayapura, Jubi – Beragam museum baru, memorial, dan pameran high-tech menjadi penanda bagi gerakan hak-hak sipil dan pengalaman orang-orang Afrika-Amerika di Amerika Serikat (AS) dengan cara-cara yang semakin kreatif dan unik.

Sebuah Museum Nasional Smithsonian terkait sejarah dan kebudayaan Afrika Amerika diresmikan di Washington, D.C., akhir September lalu. Di gedung selebar 400,000 persegi yang menampilkan lebih dari 36,000 artefak menyangkut pengalaman hidup orang-orang Afrika Amerika di AS.

Seperti dilansir The Independen Minggu (23/10/2016), upaya kreatif memelihara ingatan sejarah yang penting bagi identitas AS saat ini, mengambil bentuk museum, memorial, hingga aplikasi telpon pintar yang ditujukan untuk turisme hak-hak sipil.

Renovasi jutaan dolar museum tua yang sangat dikenal khas (ikonik) sekaligus memperluas dan meragamkan peluang pariwisata terkait bagian sejarah AS itu.

“Saya kira sedang terjadi kebangkitan gerakan saat ini, terkait juga dengan kehidupan hak-hak sipil masyarakat AS saat ini,” ujar Brad White, tim kreatif di Luckie & Company, agen periklanan yang memroduksi aplikasi turisme hak-hak sipil telpon pintar. “Tampaknya pendidikan hak-hak sipil semakin diperlukan saat ini apalagi persoalan yang dihadapi sehari-hari dengan polisi dan penangkapan, termasuk kampanye Black Live Matter. Saya rasa agak serupa dengan situasi yang dihadapi hak-hak sipil di tahun 1950-1960-an,” ujar dia.

Terkait hal tersebut, ada beberapa rencana pembangunan penting di tahun 2017 seperti peresmian memorial dan museum terbesar dan terlengkap di AS bertempat di Montgomery, Alabama. Memorial dan museum itu dipersembahkan kepada para korban lynching (eksekusi/penghukuman di hadapan publik terhadap orang-orang kulit hitam) dan dibangun oleh Equal l Justice Initiative. Ditambah rencana membuka Museum Hak-Hak Sipil Mississippi pada Desember 2017.

Tahun 2014 lalu National Centre for Civil and Human Rights dibuka di Atlanta. Di tahun yang sama, Museum National Civil Right, yang dibangun di Lorraine Motel lokasi dimana Martin Luther King Jr. ditembak, selesai direnovasi. Sekitar $27,5 juta dihabiskan untuk renovasi terebut ditujukan untuk memberi ruang pameran yang interaktif agar berkomunikasi melalui cara yang lebih modern.

Setelah pekerjaan itu selesai, museum ini dikunjungi hampir 250,000 orang di tahun 2015, meningkat 27% dari sebelumnya.

Tetapi kepala pemasaran dan urusan eksternal, Faith Morris mengatakan membludaknya pengunjung bukan karena perubahan karena renovasi.

Sebagian besar isu-isu yang puluhan tahun lalu merupakan perjuangan dalam gerakan hak-hak sipil, masih relevan sampai sekarang. Bahkan seperti hak pilih di tempat-tempat dimana orang tidak boleh memilih dengan bebas dan kesenjangan pendidikan antara komunitas dan wilayah masih terus terjadi hingga sekarang.

Gerakan tersebut menurut dia tidak mati sekalipun Martin Luther King Jr. dibunuh.

“Ada keinginan dan ketertarikan untuk memahami apa yang sedang terjadi dan mengapa,” ungkap Morris. “Jika kau paham sejarahmu, kau tidak akan mengulanginya, setidaknya tidak mengulangnya dengan cara yang sama karena sekarang kita sudah punya informasi yang lebih baik.”

Sementara aplikasi Alabama Civil Rights Trail yang didesain oleh Lucky & Co menjadi satu cara lain bagi para pelancong yang tertarik berinteraksi dengan tema-tema semacam itu.

Aplikasi itu, yang dikembangkan dalam waktu sembilan bulan, telah diunduh sekitar 10,000 kali, termasuk peta lokasi-lokasi gerakan hak-hak sipil di AS, tabel periode waktu interaktif yang membawa pengunjung ke sejarah perjuangan kesetaraan, serta termasuk biografi figur-figur terkenal seperti Rosa Parks dan Martin Luther King Jr.

Aplikasi ini juga sangat komprehensif dan informatif digunakan bagi anak-anak di sekolah.(*)

Related posts

Leave a Reply