Ini disanjung sebagai pencapaian paling luar biasa Kepulauan Pasifik dalam 50 tahun terakhir

Nelayan lokal di Tuvalu memandang pemandangan di depannya. - Getty Images untuk Lumix/ Fiona Goodall

Papua No.1 News Portal | Jubi

 

Oleh Christopher Pala

Read More

Delapan negara Kepulauan Pasifik telah menciptakan sebuah sistem revolusioner yang menghasilkan hingga $500 juta per tahun dan mencegah penangkapan ikan berlebihan yang sudah merusak kawasan lainnya.

Ini telah digambarkan sebagai “pencapaian paling luar biasa dari negara-negara kepulauan Pasifik dalam 50 tahun terakhir”.

Pada 1982, delapan negara kepulauan Pasifik dimana perairannya menampung stok ikan skipjack tuna dunia, berkumpul dan memutuskan untuk melakukan sesuatu agar dapat meningkatkan pemasukan mereka yang awalnya sangat kecil.

Dalam contoh kerja sama regional yang luar biasa, kelompok tersebut, yang dikenal sebagai Negara-negara Penandatangan Perjanjian Nauru (Parties to the Nauru Agreement/ PNA), secara berturut-turut mengalahkan Amerika Serikat, Jepang dan Taiwan, dan kemudian Tiongkok dan Uni Eropa.

“Sejak awal ini bagaikan situasi Daud melawan Goliat,” kata Jonathan Pryke, direktur Program Kepulauan Pasifik dari Lowy Institute di Sydney.

Selama empat dekade melakukan trial and error, mereka menciptakan sistem yang oleh Pryke disebut “revolusioner”, yang saat ini tidak hanya menghasilkan setengah miliar dolar per tahun, tetapi juga mencegah penangkapan ikan berlebihan – persoalan yang umumnya dilakukan oleh kapal-kapal penangkapan ikan internasional untuk menguras perairan di banyak negara miskin.

Mereka, dari timur ke barat, adalah enam negara yang terdiri dari pulau-pulau kecil (Kiribati, Kepulauan Marshall, Tuvalu, Nauru, Federasi Mikronesia, dan Palau) dan dua negara berukuran menengah, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon.

Kunci keberhasilannya, menurut Ludwig Kumoru, CEO PNA yang akan segera turun jabatan, adalah menghentikan sistem di mana negara-negara PNA itu biasanya saling melemahkan saat mencoba menjual hak penangkapan ikan di perairan mereka – dan menggantinya dengan skema yang lain, yang disebut skema Vessel-Day Scheme. Dengan skema itu, mereka dapat menghitung berapa pasokan ikan tuna yang dapat ditangkap dengan berkelanjutan dan kemudian membagikan jumlah itu menjadi hari-hari penangkapan ikan yang lalu dilelang oleh perusahaan penangkapan ikan.

“Kami menetapkan harga minimum AS$8.000 per hari, naik dari AS$2.500 pada awalnya, tetapi permintaan sangat tinggi sehingga kami bisa mendapatkan AS$12.000 hingga AS$14.000 per hari,” kata Kumoru.

“Semua pasokan ikan kami sehat,” kata Transform Aqorau, seorang pengacara Kepulauan Solomon yang menjadi CEO pertama PNA pada 2010, dan bertanggung jawab untuk memperkenalkan skema tersebut.

“Dan pasokan ikan kami kemungkinan besar akan tetap sehat jika tingkat eksploitasi seperti ini berlanjut,” tegas John Hampton dari Sekretariat Komunitas Pasifik (SPC) yang merupakan ilmuwan perikanan terkemuka di kawasan ini.

‘Negara-negara tuan rumah tidak mendapatkan sepeser pun’

Sean Dorney, seorang koresponden Pasifik di ABC News, ingat pernah menghadiri pembentukan PNA pada tahun 1982 – sebuah pertemuan yang diadakan di Nauru yang kaya fosfa, dan dihadiri para menteri perikanan dari negara-negara anggota Forum Fisheries Agency, lembaga yang mengawasi penangkapan ikan di Pasifik dan mencakup Australia serta Selandia Baru. Dorney terbang dari Port Moresby karena dia merasakan sesuatu yang penting akan terjadi.

“Terasa jelas adanya rasa frustrasi,” tuturnya. “Tidak satu pun ikan ada yang sampai di salah satu dari delapan negara tempat mereka ditangkap, mereka semua dikirim ke kapal dengan pendingin dan dibawa ke Bangkok atau Jepang, dan negara-negara tuan rumah tidak mendapatkan uang satu sen pun.”

Ketika delapan negara ini menandatangani apa yang nantinya akan menjadi perjanjian Nauru – untuk mengelola hubungan mereka dengan kapal penangkap ikan asing – “Mereka belum memiliki pemahaman yang jelas tentang apa yang, secara realistis, bisa mereka harapkan,” kata Dorney. “Yang kami tahu hanyalah bahwa ini adalah momen yang bersejarah.”

Melihat ke belakang, “pembentukan PNA mungkin merupakan pencapaian paling luar biasa dari negara-negara kepulauan Pasifik dalam 50 tahun terakhir, sebuah contoh kerja sama yang luar biasa,” tambahnya.

Pryke berkata: “Dalam suasana modern ini akan jauh lebih sulit untuk membentuk PNA, karena regionalisme sedang berturun.”

Perlu waktu bertahun-tahun bagi PNA untuk disempurnakan menjadi sistem yang menghasilkan keuntungan yang signifikan bagi negara-negara Pasifik. Ongkos skema tadi tumbuh perlahan-lahan dalam satu dekade setelah penandatanganan PNA.

Pada pertengahan 1990-an, ada ekspansi besar-besaran armada penangkapan ikan tuna yang mulai mencapai puncaknya. Tetapi delapan negara tadi masih saja menerima sebagian kecil dari keuntungan yang diperoleh armada ketika ikan itu sampai. “Jadi tidak ada batas maksimum, tidak ada persaingan dan tidak ada kelangkaan, dan biaya yang mereka kenakan masih jauh di bawah 5% dari nilai ikan yang sampai didara,” jelas Michael Lodge, seorang pengacara muda Inggris yang bergabung dengan FFA sebagai penasihat hukumnya pada 1989.

Baru pada 2011 PNA mencapai titik kemenangan. Skema Vessel Day Scheme yang telah diterapkan, lalu diubah untuk memungkinkan sekretariat untuk menjual tiket hari penangkapan ikan yang berlaku di delapan negara, kemudian meminta kapal-kapal membayar untuk setiap hari itu menangkap ikan di setiap negara, dan meneruskan dana tersebut ke negara-negara tersebut.

Sistem ini juga memungkinkan negara-negara yang stok ikannya menurun untuk sementara– katakanlah Negara hari penangkapan ikannya ke Kiribati, tempat dimana ikan-ikan itu berada, dan Kiribati dapat menjualnya kembali kepada para penangkapan ikan, memastikan pendapatan tahunan masing-masing negara masih ada.

Perdagangan seperti ini sangat meningkatkan nilai dari setiap hari penangkapan ikan, jelas Aqorau.

Untuk Kiribati, yang memiliki ZEE terbesar (ukurannya lebih besar dari daratan India) tetapi salah satu ekonomi terkecil (hanya berpopulasi 113.000 jiwa), skema tersebut telah meningkatkan pemasukan dari penangkapan ikan yang hanya $25 Juta dekade lalu menjadi $160 juta, atau $1.400 per kapita. Ini lalu memungkinkan negara itu untuk membelanjakannya untuk keperluan sosial dan pekerjaan infrastruktur, terutama untuk menaikkan beberapa bagian di Tarawa yang sering kebanjiran dan kelebihan penduduk, serta menyediakan dana bantuan pemerintah untuk pelajar, penyandang disabilitas, pengangguran, dan lansia.

“Hal ini telah sangat meningkatkan kehidupan masyarakat,” tegas mantan presiden Teburoro Tito.

Di Papua Nugini, negara dan ekonomi terbesar di Kepulauan Pasifik, peningkatan pendapatan fee dari $20 juta menjadi $80 juta per tahun sebagian besar dialokasikan untuk mengembangkan perikanan di kawasan pesisir dan budi daya ikan.

“Ini membawa perbedaan besar untuk masyarakat di pesisir,” tambah Kumoru, pejabat Plt. CEO PNA, yang berasal dari PNG. (The Guardian)

 

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply