Ini alasan Pemkab Kaimana tolak investor perkebunan sawit

Papua No. 1 News Portal | Jubi,

Manokwari, Jubi – Pemerintah Kabupaten Kaimana tidak mengizinkan masuknya investor perkebunan sawit di wilayah Kabupaten Kaimana karena pertimbangan lingkungan hidup dan masa depan masyarakatnya. Pemkab sudah memprogramkan penanaman 1.000 pohon pala untuk masyarakat di wilayah tersebut.

"Kami menolak dengan tegas rencana masuknya investor perkebunan kelapa sawit ke wilayah Kaiman karena alasan lingkungan. Kami sudah komitmen untuk menjaga alam Kaimana bagi masa depan anak dan cucu di sana," ujar Wakil Bupati Kaimana, Ismail Sirfefa, kepada Jubi di Manokwari, Selasa (27/2/2018).  

Dia mengaku pembukaan lahan untuk perkebunan sawit tidak masuk di dalam program kerja Pemkab Kaimana karena yang telah diprogramkan adalah perkebunan pala.  

"Kebun sawit bukan program Pemkab Kaimana sehingga ini juga salah satu alasan kami tolak. Tapi kami sudah programkan penanaman 1.000 pohon pala untuk masyarakat Kaimana," katanya. 

Sirfefa juga mengatakan dampak negatif pasca perkebunan sawit bagi lingkungan sangat besar. Selain menghilangkan humus tanah bagi mikroorganisme dan tumbuhan akibat perubahan keasaman tanah (PH) menjadi netral, pasca kebun sawit juga rentan terhadap bencana banjir dan longsor.

Terpisah, Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Kabupaten Kaimana, Yohan Werfete, mengatakan hingga saat ini masyarakat adat di wilayah Kaimana belum sepenuhnya menerima penolakan tersebut. Pasalnya, masih ada dualisme pendapat sehingga DAP Kaimana belum bisa sepenuhnya memberikan tanggapan terhadap pernyataan penolakan investor kelapa sawit oleh pemerintah daerah setempat.

“Kami dari adat belum bisa memberikan jaminan itu karena ada dua kelompok yang masih selisih paham. Satunya mendukung, satunya menolak,” ujar Werfete, kepada Jubi melalui telepon selulernya.

Dia mengatakan dalam waktu dekat DAP Kaimana akan menggelar musyawarah adat untuk mempertemukan dua pihak tersebut untuk bersama mencari solusinya.

“Kita akan gelar musyawarah adat untuk memediasi dua pihak ini. Penolakan dari pemerintah itu sah-sah saja tapi di masyarakat adat sampai saat ini belum ada titik temu untuk mengatakan sepakat,” katanya. (CR-2*) 

Related posts

Leave a Reply