Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Patung mantan Perdana Menteri Kanada yang pertama Sir John Macdonald yang terletak di Kota Montreal digulingkan dalam sebuah unjuk rasa damai, Sabtu, (29/8/2020). Rekaman video yang diunggah ke media sosial menunjukkan sekelompok orang memanjat monumen Sir John Macdonald dan menariknya ke bawah sehingga membuat patung tersebut tergeletak di bawah.
Seruan untuk membela aparat kepolisian telah menyebar ke penjuru Amerika Serikat dan Kanada dalam beberapa bulan terakhir setelah serentetan tindak kekerasan yang melibatkan aparat kepolisian. Kematian laki-laki kulit hitam George Floyd, di tangan aparat kepolisian kulit putih di Minneapolis, Amerika Serikat pada Mei 2020 telah memancing kemarahan dunia terkait ras, kesetaraan dan brutalitas aparat kepolisian. Kejadian ini juga telah membangkitkan perang melawan rasisme.
Baca juga : Ini alasan demonstran AS ingin robohkan patung Andrew Jackson
Polisi Australia tangkap dua orang perusak patung Kapten Cook
Antispasi demonstrasi, Patung Churchill dan tugu peringatan perang ditutup
Macdonald menjadi Perdana Menteri pertama Kanada pada 1867. Dalam beberapa tahun terakhir, patungnya sering menjadi sasaran aksi corat-coret (graffiti) dan di cat warna merah. Aktivis mengkritisi tindakan beberapa mantan Perdana Menteri dan kebijakannya, termasuk sistem sekolah asrama, di mana sekitar 10 ribu anak-anak pribumi Kanada dipaksa meninggalkan keluarga mereka dan dikirim ke sekolah-sekolah berasrama yang didanai oleh negara.
Sir John Macdonald adalah seorang kulit supremasi putih yang menyusun rencana pembunuhan orang-orang pribumi dengan membuat sistem asrama sekolah yang brutal serta mempromosikan kebijakan lain yang menyerang masyarakat pribumi dan tradisi,” demikian bunyi selebaran yang dibagikan para demonstran menjelaskan tindakan protes mereka.
Perdana Menteri wilayah Quebec Francois Legault mengatakan apapun yang orang fikirkan tentang John A. Macdonald, menghancurkan patung itu lewat cara unjuk rasa tidak bisa diterima. Rasisme memang harus diperangi, namun menghancurkan benda sejarah bukan bagian dari solusi. (*)
Editor : Edi Faisol