Ini alasan demonstran AS ingin robohkan patung Andrew Jackson

Unjuk rasa Papua
Foto ilustrasi. - pixabay.com

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi – Para pengunjuk rasa gagal saat mencoba merobohkan sebuah patung mantan Presiden Amerika Serikat Andrew Jackson di dekat Gedung Putih, pada Senin, (23/6/2020). Namun para demonstran tersebut berhasil mencorat-coret kata “bajingan pembunuh” di bagian pangkalan patung itu dan menarik tali di sekeliling sosok Jackson yang berada di atas kuda sebelum polisi akhirnya turun tangan.

Read More

Rekaman video yang diunggah ke media sosial juga menunjukkan sejumlah demonstran memanjat monumen perunggu di Lafayette Square itu, yang terletak di seberang jalan dari Gedung Putih.

Baca juga : Polisi Australia tangkap dua orang perusak patung Kapten Cook

Antispasi demonstrasi, Patung Churchill dan tugu peringatan perang ditutup

Pengunjuk rasa robohkan patung Christopher Columbus di Minnesota

Aksi perobohan patung Andrew Jackson itu merupakan bagian dari upaya terbaru para demonstran untuk menghancurkan gambar tokoh sejarah yang dianggap rasis atau memecah belah.

Polisi dengan memakai perlengkapan anti huru hara kemudian terlihat bergerak untuk mendorong mundur kerumunan dan membentuk cincin pelindung di sekitar patung Andrew Jackson, yang didirikan pada 1852 di atas dasar marmer putih. Patung itu menggambarkan Jackson yang sedang menunggang kuda peliharaan.

Sebelumnya, pengunjuk rasa bentrok dengan polisi di jalan-jalan terdekat, yang merupakan bentrokan terbaru dalam serangkaian demonstrasi untuk menentang kebrutalan dan rasisme polisi menyusul kematian seorang pria kulit hitam berusia 46 tahun, George Floyd, akibat lehernya ditekan dengan lutut oleh seorang perwira polisi Minneapolis.

Jackson, presiden ketujuh AS, adalah mantan jenderal di Angkatan Darat Amerika Serikat dan politisi populis yang dijuluki “Old Hickory,” yang gaya politiknya kadang-kadang dibandingkan dengan gaya Presiden Donald Trump.

Aktivis penduduk asli Amerika telah lama mengkritik Jackson, seorang politisi Demokrat, karena menandatangani Undang-Undang Penghapusan Suku Indian (Indian Removal Act) selama masa kepresidenannya pada 1829-1837, yang membuat ribuan orang diusir dari tanah mereka oleh pemerintah AS. Kebijakan yang dikeluarkan itu memaksa masyrakat lokal kala itu pergi menuju ke Barat dalam aksi yang disebut sebagai “Trail of Tears”  atau Jejak Air Mata — yakni realokasi paksa suku Indian yang adalah penduduk asli Amerika. Sejarah mencatat ribuan penduduk asli Amerika meninggal sebelum mencapai tempat tujuan. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply