Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Rapat kerja Badan Musyawarah Adat (BMA) Suku Besar Wate Kabupaten Nabire yang digelar sehari pada Senin ( 10/9/2018) telah usai. 10 kepala suku kampung telah dikukuhkan. Ada 10 poin yang dihasilkan untuk menjadi program prioritas.
Kepala Suku Besar Wate Kabupaten Nabire, Alek Raiki mengatakan 10 poin tersebut merupakan keputusan bersama 10 kepala suku kampung dan masyarakat adat yang hadir.
“Ini diharapkan agar dapat mendukung terwujudnya masyarakat adat yang mandiri dan bermartabat dan berdiri di atas tanahnya sendiri,” ujarnya.
Raiki menambahkan, 10 kepala suku kampung yang baru saja dikukuhkan, berperan sebagai perpanjangan tangan kepala suku besar dan pengurus, untuk melaksanakan program-program suku di tingkat kampung.
Juga mengembalikan nama kampung-kampung tersebut sesuai dengan nama asli yang sudah diberikan leluhur kepada suku ini.
“Kalau ada hal yang berhubungan dengan hak ulayat, kesejahteraan masyarakat Wate, kesehatan, pendidikan dan perumahan, tidak harus kepala suku besar yang turun, merekalah yang menyelesaikan,” jelasnya.
Ketua Dewan Adat Papua Wilayah Nabire, Herman Sayori mengapresiasi program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh suku besar Wate.
Dia meminta agar kelima suku lain yakni, Mor, Napan, Yaur, Yerisiam Gua dan Umari agar bisa melaksanakan hal serupa.
“Ini merupakan sebuah terobosan baru, perlu diikuti oleh lima suku lain, agar bisa melindungi hak-hak adatnya.” ujarnya
Asisten III Sekda Kabupaten Nabire, Pieter Erari menambahkan untuk keberhasilan program yang telah direkomendasikan, kata kuncinya adalah saling mendengarkan satu sama lain. “Menghargai pimpinan dan tekun melaksanakan program, sesuai kesepakatan bersama,” katanya.
Menurutnya, masyarakat adat, agama dan pemerintah perlu bersinergi dan saling menghargai.
Ke-10 program yang dihasilkan antara lain;
1. Di luar daripada keenam suku yang ada di wilayah Kabupaten Nabire, untuk tidak menggunakan istilah kepala suku, tetapi menggunakan istilah kerukunan. sebab istilah suku merupakan orang yang memiliki dusun di wilayah tersebut.
2. Menetapkan 10 kampung adat di wilayah Kabupaten Nabire sesuai aslinya.
3. Mengukuhkan 10 kepala suku kampung.
4. Merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah, DPRD, DPRP, Mendagriagar wilayah kabupaten Nabire yang terdiri dari enam suku besar yang berada di pesisir dan kepulauan, tidak disebut dan keluar dari wilayah adat Meepago. Dengan alasan perbedan kultur, budaya sebab selama ini terjadi kesenjangan yang besar di berbagai bidang, yakni pemerintahan, politik dan ekonomi.
5. Merekomendasikan anak adat Suku Wate untuk duduk di dalam jabatan politik dan pemerintahan dan juga swasta.
6. Membangun kantor-kantor adat di 10 kampung adat.
7. Merekomendasikan kepada Pemkab Nabire agar kepala kampung adat adalah anak asli Suku Wate.
8. Melarang dengan tegas kepada siapapun untuk tidak mengatas namakan Kepala Suku Wate atau melakukan pemalangan tanah dan pungutan liar kepada saudara-saudara non papua. Apabila terjadi maka akan dikenakan sanksi adat.
9. Menertibkan kembali administrasi pelepasan Berita Acara Pelepasan (BAP) tanah di wilayah Nabire.
10. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk tidak membiarkan sampah menumpuk di berbagai tempat, terutama tempat-tempat umum seperti pasar dan lainnya. Karena tanah milik Suku Wate harus bersih dari sampah dan apabila terjadi maka Suku Wate akan melayangkan somasi kepada Pemkab Nabire.
Sementara ke-10 kampung adat yang dimaksud antara lain;
1. Kampung Oyehe Kelurahan Oyehe.
2. Kampung Amito Dewi – Totoberi.
3. Kampung Waoha – Sima.
4. Kampung Doho Urere – Samabusa.
5. Kampung Jimina – Kali Bumi.
6. Kampung Ahtam – Wanggar Sari.
7. Kampung Musairo – Nifasi.
8. Kampung Asi Aina – Wanggar.
9. Kampung Nahi Ahe – Waharia.
10. Kampung Tiare Wao – Kaladiri.