Papua No. 1 News Portal | Jubi
Oleh Vicky Bauntal
Papua dan Rohingya (Myanmar) merupakan dua daerah berbeda yang sedang bergejolak. Papua boleh dikatakan darurat HAM karena banyak pelanggaran HAM berupa pembunuhan, penembakan, dan pemerkosaan terhadap masyarakat sipil yang sudah terjadi sejak Papua menjadi bagian dari NKRI hingga sekarang ini. Sementara kaum Rohingya mengalami krisis kemanusiaan karena penduduk sipil mendapatkan serangan dan pembunuhan yang membuat banyak warganya mengungsi dan meninggalkan daerah tersebut. Dari dua persoalan daerah ini, Indonesia menyikapinya dengan cara yang berbeda.
Persoalan HAM di Papua dan krisis Rohingya
Secara konstitusional Papua merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Papua menjadi bagian dari NKRI sejak tahun 1969 melalui peristiwa Pepera. Sejak saat itu, banyak sekali terjadi pelanggaram HAM di Papua. Para korban pelanggaran HAM tersebut meliputi warga sipil yang tidak berdaya dan tidak memiliki apa-apa. Sementara banyak di antara para pelaku pelanggran HAM berasal dari kalangan TNI, Polri dan orang-orang yang berkuasa. Hingga sekarang ini pelanggaran HAM di Papua terus terjadi. Bagaikan jamur yang tumbuh di musim hujan, semakin bertambahnya usia negara Indonesia, semakin meningkat pelanggaran HAM di Papua. Bukannya semakin baik dan berkembang dalam proses penanganan masalah pelanggaran HAM tersebut. Namun, sebaliknya justru semakin bermunculan persoalan pelanggaran HAM baru sebelum persoalan-persoalan itu dapat diselesaikan satu demi satu.
Pelanggaran HAM di Papua meliputi beberapa jenis yakni pembunuhan, penembakan terhadap warga sipil, pemerkosaan, pembantaian dan lain-lain. Sebagai contoh, kasus Wasior (2001), kasus Wamena (2003), kasus Paniai (2014), dan kasus-kasus kecil lainnya. Semua kasus pelanggaran HAM tersebut dilakukan oleh aparat keamanan negara baik itu TNI maupun Polri.
Kasus-kasus pelanggaran HAM ini menjadi gambaran yang sangat serius bahwa di Papua ada kesewenang-wenangan aparat dalam bertindak menggunakan senjata sebagai alat negara untuk membunuh dan menyiksa masyarakat sipil.
Sementara kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua belum diselesaikan dengan baik, terjadi juga sebuah krisis kemanusiaan Rohingya. Kaum Rohingya adalah salah satu kaum yang mendiami daerah Rakhine di Myanmar.
Kaum Rohingya ini merupakan penduduk sipil Myanmar yang mengalami kekerasan akibat terjadi penyerangan oleh aparat keamanan. Kaum Rohingya yang identik dengan kaum muslim, mendapatkan perlakuan yang tidak pantas sebagai manusia melalui penembakan, pembunuhan, pemerkosaan, dll. Peristiwa tersebut telah membuat warga sipil yang tidak berdaya mengalami kehidupan yang tidak nyaman dan damai. Sehingga tragedi tersebut membuat banyak warga sipil yang melakukan pengungsian ke negara-negara tetangga, termasuk Indonesia.
Papua dan Rohingya di mata Indonesia
Berhadapan dengan dua kasus kemanusian tersebut, antara Papua darurat HAM dan krisis kemanusian Rohingya, bagaimana sikap Indonesia terhadapnya?
Tampaknya Papua mengalami perlakuan sebagai anak tiri. Sampai sekarang, banyak kasus pelanggaran HAM di Papua yang belum diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia. Atas pelanggaran-pelanggaran HAM tersebut, pihak-pihak keluarga para korban dan orang Papua sendiri terus menuntut keadilan.
Keadilan yang diperjuangkan oleh orang Papua adalah Pemerintah harus menyelesaikan semua kasus pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Papua.
Jika kasus-kasus tersebut tidak diselesaikan, maka orang Papua akan terus berteriak menuntut hak-haknya. Orang Papua tidak akan pernah merasa bebas ketika persoalan-persoalan HAM tersebut belum diselesaikan.
Dalam situasi orang Papua yang sedang menuntut keadilan terhadap persoalan HAM yang terjadi, Pemerintah Indonesia justru memberikan perhatian lebih terhadap kasus Rohingya di Myanmar. Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri, Retno L.P. Marsudi melakukan terobosan untuk berusaha menghentikan kasus Rohingya tersebut.
Melalui Menteri Luar Negeri, Pemerintah Indonesia membangun komunikasi-dialog internasional dengan pemerintah Myanmar. Dialog ini boleh dikatakan intensif dan berlangsung cukup lama.
Apa yang dilakukan Menteri Retno telah mengatasnamakan masyarakat Indonesia yang turut merasa prihatin dengan harapan besar bahwa tragedi tersebut segera diselesaikan. Tragedi kemanusiaan Rohingya itu telah membuat Indonesia semakin diakui dan mendapatkan apresiasi cukup besar di mata Internasional.
Namun, persoalannya mengapa Indonesia hanya membangun dialog yang intensif dengan Myanmar guna meredakan tragedi kemanusiaan yang terjadi itu? Tragedi kemanusiaan Rohingya telah menyulut perhatian besar Indonesia, tapi persoalan HAM di Papua terkesan dibiarkan berlalu begitu saja tanpa proses penyelesaian yang jelas dan transparan.
Sikap Pemerintah Indonesia terhadap persoalan HAM di Papua dan tragedi kemanusiaan Rohingya telah membuat orang Papua semakin sakit hati terhadap Indonesia (Pemerintah). Papua merasa dianaktirikan di negaranya sendiri, sementara Myanmar mendapat perhatian yang cukup serius. Atas dasar apa Pemerintah Indonesia memberikan perhatian serius terhadap tragedi kemanusian yang terjadi di Myanmar tersebut? Apakah atas dasar keprihatinan terhadap martabat manusia yang memang harus dihormati tanpa harus membunuh, memperkosa dan mengganggu kenyaman orang lain? Jika memang atas dasar keprihatinan tersebut, mengapa pemerintah Indonesia tidak melakukannya juga terhadap orang Papua melalui penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM sesuai dengan tuntutan masyarakat Papua pada umumnya? Penuntutan keadilan oleh orang Papua tidak ditanggapi secara serius, karena itu orang Papua akan terus menuntutnya dalam rasa sakit hati yang begitu dalam terhadap Indonesia.
Tugas (Pemerintah) Indonesia terhadap Papua
Bertolak dari kasus-kasus pelanggaran HAM yang belum diselesaikan dan sakit hati yang telah ditorehkan Pemerintah Indonesia terhadap orang Papua, maka Pemerintah harus secepatnya bertindak. Seperti Pemerintah bertindak dengan cepat terhadap tragedi kemanusiaan Rohingya, Pemerintah juga harus melakukannya untuk Papua. Salah satu jalan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah membangun komunikasi-dialog dengan orang Papua. Selama ini yang dilakukan oleh pemerintah terhadap Papua yakni melalui pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana yang menunjang kemajuan dan perkembangan ekonomi di Papua.
Namun, hal tersebut belum menjawab persoalan pelanggaran HAM di Papua sesuai dengan tuntutan orang Papua. Pemerintah harus mengumpulkan semua orang Papua, TNI, Polri dan Pemerintah sendiri untuk duduk bersama dan saling mendengarkan suara masing-masing.
Dengan cara itu, Pemerintah dapat mendengarkan langsung keluhan, rintihan dan tangisan orang Papua. Dengan demikian, terbukalah jalan yang tepat untuk proses penyelesaian masalah-masalah pelanggaran HAM tersebut. (*)
Penulis adalah mahasiswa STFT Fajar Timur Abepura