Papua No. 1 News Portal | Jubi
Majuro, Jubi – Hasil pemilu awal tidak resmi dari Kepulauan Marshall menunjukkan bahwa kekuasaan telah bergeser, dari kubu pemerintah Presiden Hilda Heine, ke blok oposisi.
Oposisi sekarang tampaknya memegang posisi mayoritas dengan memenangkan 17 kursi, dan mungkin lebih, sembari negara itu menunggu pengumuman akhir tabulasi suara tidak resmi yang akan memulai periode dua minggu lagi sebelum hasil akhir diumumkan. Di bawah UU pemilihan umum Kepulauan Marshall, ada periode waktu dua minggu setelah pengumuman hasil akhir pemilu yang tidak resmi, untuk memungkinkan calon-calon mengajukan banding, meminta penghitungan ulang, atau menentang hasilnya.
Semua penghitungan suara dari pemilu 18 November lalu sudah rampung Kamis malam pekan lalu (21/11/2019). Keterlambatan dalam pengumuman hasil tidak resmi ini diakibatkan hanya satu orang yang memasukkan semua hasil tabulasi ke dalam master hasil pemilu.
Dengan 95% suara terhitungkan dalam hasil sementara yang dirilis Sabtu lalu (23/11/2019), kelompok Presiden Heine yang sebelumnya memerintah kehilangan lima kursi – dua di Majuro, satu di Kwajalein, dan dua di atol-atol luar terpencil. Namun mereka juga mendapatkan satu kursi di dapil atol luar lainnya. Sementara orang atol Aur kembali memilih Heine untuk masa jabatan ketiganya di Nitijela, sebutan bagi parlemen negara itu.
Hasil dari pemilu itu menunjukkan bahwa oposisi, yang dipimpin oleh kepala suku besar dan senator dari Kwajalein, Michael Kabua, sepertinya memiliki 17 MP yang diperlukan untuk memimpin parlemen dengan 33 kursi itu. Beberapa perwakilan independen yang baru terpilih dapat bergabung dengan kedua sisi. Tetapi mengingat adanya gerakan untuk memilih presiden baru Januari lalu, kemenangan ini sudah jelas telah bergeser ke kelompok Kabua.
Saat ini tidak ada partai politik di Kepulauan Marshall. Semua MP yang terpilih membangun dan memutuskan aliansi politik. Belum ada presiden Kepulauan Marshall sejak Kessai Note, yang memimpin dari tahun 2000-2008, yang bisa memimpin untuk dua periode.
Satu lagi kegagalan dari pemilu 2019 ini adalah berkurangnya jumlah keterwakilan perempuan di parlemen yang baru. Selama empat tahun terakhir, Kepulauan Marshall memiliki tiga perwakilan perempuan di parlemen – jumlah tertinggi sepanjang sejarahnya.
Namun Daisy Alik-Momotaro dari Atol Jaluit dan Amenta Matthew dari Atol Utrok kehilangan kursi mereka dalam pemilu minggu lalu. Dengan terpilihnya Heine dan MP perdana Kitlang Kabua, perempuan pertama yang akan mewakili Kwajalein di Nitijela, parlemen yang baru ini akan memiliki dua MP perempuan dari 33 kursi selama empat tahun ke depan.
Parlemen Kepulauan Marshall akan melakukan sidang perdana 6 Januari 2020 untuk memilih presiden, juru bicara, dan wakil juru bicara parlemen. (Marianas Variety)
Editor: Kristianto Galuwo