Hari pelantikan Joe Biden, Washington DC seperti kota hantu dan kamp militer

Ilustrasi,Pixabay.com

Papua No.1 News Portal | Jubi

Jakarta, Jubi –Suasana Kota Washington DC tidak riuh seperti biasa saat menjelang pelantikan presiden Joe Biden dan Kemala Harris. Kota itu tak menunjukkan perayaan-perayaan. Di pinggir jalan tak ada hiasan maupun pelancong dari luar untuk melihat presiden baru.

Read More

Joe Biden, memulai masa pemerintahannya dengan steril menghadapi pandemi Covod-19 serta dampak kerusuhan di US Cappitol saat sidang senat menetapkan dirinya sebagai pemenang Pemilu dua pekan lalu.

Baca juga : Pandemi Covid-19, tamu undangan pelantikan Biden-Harris dikurangi drastis

Donald Trump absen pelantikan Joe Biden, namun tidak untuk mantan Presiden AS yang lain

Susunan kabinet Joe Biden hapus prinsip America First warisan Trump

Pemandangan umum itu digantikan oleh kehadiran puluhan ribu personil Garda Nasional yang diseleksi langsung oleh FBI. Mereka ditempatkan di berbagai sudut kota Washington dengan konsentrasi terbesar di US Capitol yang akan menjadi lokasi pelantikan Joe Biden sebagai Presiden Amerika ke-46.

“Washington seperti kota hantu, namun diisi oleh tentara. Membuat bergidik, terasa tidak natural,” ujar warga Washington, Dana O’ Connor, sembari menyisiri pagar-pagar beton yang ditaruh untuk menjaga properti pemerintah seperti Gedung Putih, Selasa, (19/1/2021) kemarin.

Suasananya jelas kontras apabila dibandingkan dengan kondisi menjelang pelantikan mantan Presiden Barack Obama. Di masa pelantikan mantan kompatriot Joe Biden itu, suasananya lebih meriah. Rekor pengunjung pelantikan terbanyak saja masih dipegang olehnya, kurang lebih 1,8 juta orang. Hal itu belum menghitung kondisi di jalanan saat parade digelar.

Sekarang, untuk bisa mengikuti pelantikan Joe Biden, harus diseleksi. Panitia penyelenggara tidak bisa mengizinkan siapapun masuk. Warga lebih disarankan untuk mengikuti pelantikan dari rumah masing-masing. Toh, kata panitia, tidak ada parade dan semua pesta digelar secara virtual. Tidak ada lagi acara nonton bareng di National Mall, yang sekarang ditutup, di mana semua pengunjung akan diberi sampanye gratis.

Di ring 1 lokasi pelantikan, jumlah tamu pun dipangkas banyak. Pada masa pelantikan Presiden Donald Trump, 200 ribu tiket undangan dibagikan untuk mengikuti pengucapan sumpah dari ring 1. Tahun ini, 1000 saja yang disediakan. Alhasil, dikutip dari BBC, kebanyakan tiket lebih banyak diberikan kepada keluarga pejabat.

Minusnya jumlah warga yang bisa mengikuti pelantikan jelas berdampak kepada pendapatan kota Washington. Umumnya, dari satu pelantikan, Washington bisa mencatatkan pendapatan hingga US$107 juta atau setara Rp1,5 triliun.

Secara penampilan, kompleks US Capitol juga jadi terlihat lebih sepi. Panitia penyelenggara sampai menghiasi kawasan National Mall dengan bendera-bendera Amerika kecil agar tetap terkesan festive.

Namun, tetap suasananya berbeda apabila dibandingkan dengan kehadiran warga langsung.

“Ini tidak adil. Berani-beraninya mereka (penyerbu US Capitol) merebut kebahagiaan kami. Meski kami pun tak setuju dengan hasil Pilpres Amerika sebelumnya, kami tidak sampai mengancam nyawa orang,” ujar Amy Littleton, konsultan politik yang tinggal tak jauh dari lokasi pelantikan namun tidak bisa menghadirinya karena protokol yang berlaku.

Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Virginia, Larry Sabato, menyamakan pelantikan Joe Biden tahun ini sebagai “kamp militer” atau “zona hijau”. Bagaimana tidak, di matanya lebih banyak tentara dibanding warga yang hadir untuk merayakan kemenangan Joe Biden.

“Dunia akan melihat Joe Biden disumpah di tengah kamp militer yang nyaris tak berbeda dengan Zona Hijau (Green Zone),” ujar Sabato yang telah mengunjungi semua pelantikan Presiden Amerika baru sejak periode Richard Nixon.

Istilah Green Zone memang dipakai oleh Secret Service dalam melabeli kompleks pelantikan Joe Biden hari ini.   (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply