Jayapura, Jubi- Salah satu mahasiswa asal Papua yang pernah membuat orang di kampus Institut Teknologi Bandung(ITB) kagum adalah mendiang Hans Jacobus Wospakrik, PhD. Beliau menyelesaikan program S1 jurusan Fisika Murni di Institut Teknologi Bandung pada 1976.
Waktu itu Hans Jacobus Wospakrik lulus dengan predikat cum laude. Hanya satu nilai B, sisanya nilai A. Riset pertama saat kuliah di Fisika ITB pada 1973 adalah dalam teori relativitas umum Eisntein yang diterbitkan dalam Procedings ITB.
Sebuah prestasi yang sangat membanggakan sehingga menimbulkan efek positif bagi mahasiswa Papua yang berkuliah di Bandung. Paling tidak mereka tahu bahwa orang Papua juga pernah meraih Cumlaude di Institut Teknologi Bandung.
Selama mengajar fisika di Institut Teknologi Bandung, beliau bersama Prof Dr Pantur Silaban menerjemahkan buku-buku teks untuk mahasiswa jurusan MIPA dan Fakultas Teknik di Indonesia.
Adapun buku-buku terjemahan terbitan Airlangga antara lain Transfomasi Laplace, Analisa Vektor, Fiska Dasar karangan Halliday and Resnick. Selain itu menulis buku tentang Teori Relativitas Einstein, 1982 usai kembali dari Universitas Michigan,Amerika Serikat.
Hans dan Erwin Sicipto adalah pengajar yang menarik bagi mahasiswa ITB yang kuliah Fisika Dasar karena memiliki kesabaran dan kejernihan dalam mengajar.
Mata kuliah Fisika dasar yang diajarkannya enak dan mudah dicerna. Banyak cara yang dipakai untuk membuat pelajaran fisika yang rumit menjadi mudah dan gampang ditelaah.
Wartawan Kompas Salomo Simangkalit menulis reputasi Hans Wospakrik telah menembus jurnal fisika tingkat dunia bagi publikasi hasil-hasil penelitiannya.
Penelitiannya meliputi Teori Relativitas UmumEisntein, Teori medan dan fisika partiel. Keempat jurnal itu adalah Physical Reviuw D, Journal of Mathematical Physics, Modern Physics Letters A, dan International Journal of Modern Physics A. Di jurnal-jurnal ini sebagian besar pekerjaan ahli-ahli fisika pemenang hadiah nobel fisika menuliskan hasil penelitian mereka.
Hans Wospakrik pada 1980 an ikut seorang guru besar fisika asal Belanda, Kistemakers yang juga mengusahakan bea siswa kepada Hans untuk meneliti di Institut Fisika Teori di Universitas Utrecht.
Rekomendasi ini membawa Hans langsung dibimbing oleh fisikawan Marthinus JG Veltman dan Gerardus tHooft yang mendapat hadiah nobel fisika pada 1999.
Prestasi akademik yang menakjubkan ini pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional tidak terpanggil memberikan penghargaan yang pantas ini.
Bahkan fisikawan Prof Dr Ryu Sasaki dari Insttitut Fisika Teori Yukawan di Jepang heran karena kalau menggunakan kriteria Jepang. “Hans mungkin satu dari sedikit ilmuwan di Indonesia yang pantas mendapat gelar professor,”kata Sasaki dalam pengatar editor wartawan Kompas Salomo Simanungkalit dalam buku berjudul Dari Atomos Hingga Quark yang ditulis mendiang Hans Wospakrik.
Pada 1999 barulah Hans Wospakrik mendapat bea siswa PhD di jurusan matematika, bidang studi fisika matematika di Universitas Durham, Inggris pembibimnya Prof Dr Wojtek J Zakrzewski yang menggiring Hans memasuki kawasan baru partikel elementer. Hans meninggal dalam usia 53 tahun setelah tiga bulan menderita kanker darah.
Sementara itu, Idris pria asal Uganda yang kini sedang menempuh Program Doktoral Universitas Gajah Mada bidang Pembangunan, menyarankan kepada mahasiswa Papua agar menunjukkan prestasi dengan nilai cumlaude.
Idris optimistis, mahasiswa Papua bakal mampu meraih prestasi akademik yang gemilang.” Jangan ambil pusing dan buatlah setting sendiri bagi kepentingan orang Papua,” katanya pada sebuah acara diskusi bersama mahasiswa Papua di Jogjakarta, beberapa waktu lalu. (Dominggus A Mampioper)