Hampir separuh rumah di Samoa minum air yang tercemar E. coli

Menurut survei terbaru, 47% air bersih di rumah-rumah warga Samoa ternyata mengandung bakteri E. coli. - Samoa Observer/ Aufa’i Areta Areta

Papua No.1 News Portal | Jubi

Apia, Jubi – Data terbaru mengungkapkan bahwa hampir setengah dari air bersih di rumah-rumah di Samoa terkontaminasi bakteri E. coli, sesuatu yang, menurut sekelompok ahli, membuktikan ‘ada sesuatu yang salah’ dengan pasokan air bersih di negara itu.

Read More

Data dari sebuah survei telah diterbitkan oleh Biro Statistik Samoa minggu lalu. Survei itu juga berisikan hasil awal dari Survei Klaster Indikator Berganda Demografis dan Kesehatan Samoa (DHS-MICS) 2019-2020.

Sementara data yang ada menunjukkan bahwa 99% rumah sudah memiliki akses ke sumber air bersih yang dapat diandalkan, namun 47% diantaranya ditemukan telah di kontaminasi tinja dalam air bersih mereka. Keberadaan bakteri E. coli digunakan sebagai indikator adanya kontaminasi.

Ini berarti ada kemungkinan bahwa hampir 50% rumah berisiko ketularan penyakit yang ditularkan melalui air, menurut ahli ekologi air tawar, Dr. Mike Joy, dari Institute for Governance and Policy Studies di Victoria University of Wellington di Selandia Baru.

Analisis statistik menemukan bahwa hampir 55% rumah yang telah memiliki sumber air minum lokal yang lebih maju, telah diuji dan dinyatakan bebas E. coli.

Laporan ini adalah yang pertama dari serangkaian laporan yang diterbitkan oleh Biro Statistik Samoa dan UNICEF berdasarkan dari kumpulan data DHS-MICS 2019-20.

Ketika diwawancarai Samoa Observer, Profesor Stuart Khan dari fakultas teknik sipil dan lingkungan University of New South Wales menerangkan bahwa E. coli sering menjadi indikator kontaminasi bakteri di air tawar.

Sementara sebagian besar galur bakteri E. coli itu tidak menyebabkan penyakit apa-apa pada manusia, kontaminasi yang tersebar luas seperti ini sangat mengkhawatirkan, kata Profesor Khan.

“Bahkan di kota-kota besar, ketika kita menguji sampel untuk mencari E. coli dari waktu ke waktu, secara umum hasilnya merupakan ‘positif palsu’; seringkali disebabkan oleh orang yang mengambil sampel mungkin tidak mencuci tangan dengan benar dan mencemari sampel, tetapi ini sangat jarang, tingkat E. coli biasanya sekitar 1%, tetapi bukan lima puluh persen,” tegas Profesor Kahn.

“Hampir 50% menunjukkan ada sesuatu yang lebih salah, bukan ‘positif palsu’. Ini mengindikasikan bahwa pasokan air itu rentan terhadap bakteri, yang berarti ada bakteri lain yang dapat membuat orang-orang sakit. Karena itulah kita menggunakan E. coli; kita menggunakannya sebagai indikator sumber kontaminasi mikroba lainnya, dan hampir 50% itu menunjukkan bahwa ada sesuatu yang benar-benar salah.” (Samoa Observer)

 

Editor: Kristianto Galuwo

Related posts

Leave a Reply