Papua No.1 News Portal | Jubi
Sentani, Jubi – Pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua telah ditetapkan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2003. Kajian itu membenarkan perlunya pemekaran wilayah demi mengembangkan layanan pemerintahan.
Kemudian, terbit Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua pada Juli 2021, mengamanatkan pembentukan daerah baru di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Pemerintah pusat kemudian berencana menerbitkan empat Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengatur pemekaran DOB di Papua, yakni RUU Provinsi Papua Pegunungan Tengah, RUU tentang Provinsi Papua Tengah, RUU Papua Barat Daya, dan RUU Provinsi Papua Selatan.
Rencana pemekaran oleh Pemerintah Pusat telah memperhatikan aspek-aspek politik, administratif, hukum, kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan pada masa yang akan datang, atau aspirasi masyarakat Papua.
Pengusulan DOB di Papua masih mengalami pro dan kontra, ada yang menyetujui bahkan ada yang menolak. Aksi penolakan DOB belum lama ini oleh mahasiswa dan pemuda hingga turun ke jalan dengan aksi demo, menuntut Pemerintah Pusat untuk membatalkan adanya usulkan DOB Papua.
Salah satu tokoh masyarakat adat di Kabupaten Jayapura, Boaz Enok mengatakan, rencana pemekaran oleh Pemerintah Pusat terhadap beberapa wilayah di Papua dan Papua Barat adalah sah-sah saja. Asalkan, kehidupan masyarakat adat yang berada pada wilayah adat masing-masing di Papua dan Papua Barat perlu diperhatikan dengan baik, dalam arti bahwa ketika ada pemekaran wilayah atau provinsi yang membawahi beberapa wilayah adat, pasti wilayah adat tersebut mengalami perubahan wilayah kekuasaan.
“Tujuan pemekaran sangat baik, tetapi yang perlu diperhatikan adalah wilayah masyarakat adatnya,” ujar Boaz di Sentani, Senin (14/3/2022).
Senada dengan ini, Benhur Wally, seorang tokoh masyarakat adat yang juga sebagai Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantata (AMAN) Jayapura mengatakan, keputusan soal pemekaran DOB Papua dilakukan secara tidak transparan.
Menurut Benny, sapaan akrabnya ini, hal tersebut bisa memicu konflik lainnya, terutama yang berkaitan dengan masyarakat adat, karena ada tujuh wilayah adat di Papua.
“Pihak akademisi dan pemerintah yang berupaya soal pemekaran, harus ada transparansi dengan masyarakat adat. Kalau sudah terjadi maka orang akan bertahan di wilayahnya masing-masing, dan saya pikir segala sesuatu akan berujung pada demo dan orang-orang akan ribut,” kata Benhur.
Sementara itu, Patrinus Nelson Sorontouw menegaskan, pemekaran DOB Papua sangat penting dilakukan, hal ini agar rentan kendali pembangunan di setiap wilayah lebih fokus, dan pembangunan akan merata di segala bidang.
“Sebagai wakil rakyat juga sebagai pemuda, [menurut saya] upaya Pemerintah Pusat terhadap daerah pemekaran sangat penting dan harus terjadi. Dengan demikian, setiap daerah yang telah dimekarkan dapat bertanggung jawab penuh kepada masyarakatnya masing-masing,” ucap Nelson. (*)
Editor: Kristianto Galuwo