Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Guru SMA YPPK Taruna Dharma Jayapura, Papua tidak hanya memakai aplikasi belajar daring seperti Google Meet dan Google Classroom, tetapi juga menggunakan papan tulis elektronik (electronic whiteboard) ketika mengajar perhitungan.
Wakil Kepala SMA YPPK Taruna Dharma Jayapura Dra. Mujinah kepada Jubi mengatakan, guru mengunakan “electronic whiteboard” supaya siswa mudah menyerap penjelasan materi perhitungan.
“Kita tinggal hubungkan dengan laptop, lalu kita berinteraksi dengan siswa dengan menulis seperti di papan tulis,” ujar guru Kimia tersebut.
BACA JUGA: Siswa SMA di Jayapura mulai bosan belajar online, begini solusi guru
Mujinah mencontohkan ketika ia mengajar Kimia cara mencari besaran kultur sel.
“Saya tinggal tuliskan rumusannya, anak-anak bisa langsung lihat,” kata guru yang mengajar di lima kelas dari Kelas X hingga Kelas XII tersebut.
Melalui media itu ia mudah membagikan soal yang bisa langsung dikerjakan siswa menggunakan gawai mereka.
“Saya tuliskan soal… coba siapa yang kerja, mereka lalu kerjakan dan muncul di layar kita,” katanya.
Mujinah mengatakan setiap guru mendapatkan papan tulis elektronik, terutama guru Matematika, IPA, Ekonomi, dan Bahasa Inggris.
“Apalagi guru Bahasa Inggris, terkadang tulisan Inggris anak-anak belum terlalu paham, jadi bapak atau ibu guru harus tulis di papan elektronik itu,” katanya.
Untuk mengantisipasi gangguan jaringan, kata Mujinah, guru dibekali pembuatan e-modul yang kemudian materi pembelajaran diupload ke Google Classroom.
“Ini untuk antisipasi gangguan jaringan, kalau jaringan su bagus siswa bisa unduh dan bisa pakai belajar dari situ kalau jaringan jelek,” ujar Mujinah.
Mujinah menjelaskan, pada tahun ajaran baru ini proses pembelajaran dilakukan secara virtual yang dibagi ke dalam 18 rombongan belajar. Kelas X tujuh 7 rombongan belajar, Kelas XI enam rombongan belajar, dan Kelas XII lima rombongan belajar.
“Kami belajar secara virtual lima jam per hari, mulai pukul 07.30 WITsampai 12.30 WIT dengan tiga mata pelajaran tiap harinya,” katanya.
Pembelajaran daring, kata Mujinah, cukup efektif karena siswa semakin mandiri dalam belajar sekaligus mempermudah guru mengontrol kehadiran siswa.
“Sekolah kan pakai satu akun, misalnya si A tidak muncul di Google Meet kami tahu, nanti kami langsung koordinasikan dengan wali kelas untuk hubungi siswa tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, SMA YPPK Diaspora Jayapura, Papua memberlakukan pembelajaran daring untuk semua kelas melalui aplikasi WhatsApp dan Google Meet.
Meski begitu, bagi siswa yang tidak memiliki gawai, sekolah menyediakan buku paket gratis untuk dipelajari di rumah.
Guru SMA YPK Diaspora Dra. Maria Tahulending mengatakan untuk kelancaran pembelajaran daring, awal masa pandemi guru mendapatkan bantuan dana untuk Maret sampai Juni sebesar Rp200 ribu per bulan untuk biaya internet.
“Tahun ajaran baru ini diturunkan menjadi Rp100 ribu per bulan karena sudah ada bantuan kuota data internet dari Kemdikbud,” ujar guru Bahasa Indonesia tersebut.
Guru di sekolah tersebut sudah menerima bantuan paket data internet Kemdikbud, masing-masing 37GB untuk belajar dan 4GB untuk penggunaan umum. Mereka menerima dua kali, September dan Oktober.
Maria mengatakan problem dalam pembelajaran daring adalah gangguan jaringan internet dan keluhan paket internet dari siswa.
“Tapi apa pun resiko dan kendala, proses pembelajaran harus tetap berjalan,” ujarnya.(CR-7)
Editor: Syofiardi