Papua No.1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Guru SD YPPK Gembala Baik Abepura, Kota Jayapura, Papua tidak saja melakukan belajar daring kepada siswanya selama pandemi Covid-19. Mereka juga berkunjung ke rumah-rumah siswa untuk melihat kondisi anak-didik.
Wakil Kepala SD YPPK Gembala Baik Abepura, Agus Trisna S. Mekewa, MPd kepada Jubi mengatakan, kunjungan ke rumah siswa dilakukan karena ada sebagian siswa yang tidak memiliki gawai dan jaringan internet.
Atau orang tua mereka memiliki gawai, tapi mesti dibawa bekerja sehingga anak mereka tidak bisa menggunakannya.
“Itu sebabnya mereka tidak bisa mengikuti kelas online melalui aplikasi E-class,” ujarnya.
Ketika mengunjungi rumah siswa, guru memberikan materi pembelajaran dan soal untuk dikerjakan siswa di rumah. Setelah selesai siswa menyerahkannya ke sekolah sambil mengambil materi berikutnya.
BACA JUGA: Guru sekolah swasta di Papua belum dapat bantuan paket internet
Trisna mengatakan, umumnya siswa di sekolahnya mengikuti belajar daring dengan menggunakan aplikasi E-class untuk satu arah dan aplikasi Zoom untuk pertemuan dua arah. Aplikasi E-class diikuti siswa dari Kelas I hingga Kelas VI.
Siswa hanya diberikan materi tulis dan video, juga kuis. Aplikasi tersebut salah satu program Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Hanya saja, kata Trisna, pembelajaran satu arah memiliki kelemahan, siswa dan guru tak bisa bertatap-muka. Tapi kelebihannya guru bisa mengontrol siswa yang aktif dan yang belajar atau tidak belajar. Guru juga bisa mengetahui anak yang belum bergabung dan bisa menyampaikan kepada orang tuanya.
Menurut Trisna, tingkat keaktifan siswa belajar daring cukup tinggi. Kelas VI yang mengikuti Zoom 120 siswa dari total 140 siswa. Artinya 20 siswa yang tidak mengikuti.
“Kalau pakai E-class lebih aktif lagi, lebih 95 persen, sekitar 135 siswa,” ujarnya.
Untuk kelancaran belajar daring, SD YPPK Gembala Baik Abepura memberikan paket data sebesar 5 GB kepada guru dan siswa. Paket 4 GB diberikan pada awal bulan dan 1 GB pada akhir bulan.
Sedangkan bantuan paket data internet dari Kemdikbud belum diterima meski sekolah sudah memasukan data untuk diverifikasi.
“Kami masih menunggu, kabarnya bantuan diberikan tiga tahap, kalau memang ada, ya syukur,” ujarnya.
Sebenarnya menurut Trisna pembelajaran daring kurang efektif, namun guru tetap berusaha maksimal. Ia mengatakan, dengan situasi seperti ini pekerjaan guru lebih berat dibanding mengajar pada situasi sebelum Covid-19.
“Dengan pembelajaran jarak-jauh guru lebih proaktif, kami bekerja sampai jam 12 malam, karena itu kerja sama dan pendampingan dari orang tua siswa sangat dibutuhkan,” katanya.
Sementara SD YPK Yoka Baru Waena Jayapura, Papua memberlakukan belajar daring hanya untuk Kelas VI dengan menggunakan WhatsApp. Guru mengirimkan materi dan pesan kepada siswa.
Siswa Kelas VI berjumlah 69, mereka dibagi tiga kelas dan langsung berhubungan dengan guru bidang studi. Siswa cukup aktif dengan rata-rata kehadiran per kelas 20 siswa atau 60 orang.
Kepala SD YPK Yoka Baru Waena, Welitelmiwa M. Bamo, SPd mengatakan problem dalam proses pembelajaran daring pada saat pemeriksaan tugas. Tugas menumpuk yang mengakibatkan guru harus menerima hinggan pukul 15.00 WIT.
Sedangkan Kelas I hingga 5 belajar luring atau “offline”, karena rata-rata tidak punya gawai atau gawai dibawa orang tua bekerja. Jadwal diatur per hari untuk kelas berbeda, misalnya Senin untuk Kelas I dan seterusnya.
Namun pertemuan hanya untuk pemberian tugas untuk dikerjakan di rumah dan hari lainnya disetor lagi ke sekolah.
SD YPK Yoka Baru Waena memiliki siswa 334 orang yang terbagi 14 lokal. Tiap kelas memiliki dua lokal, kecuali Kelas VI tiga lokal.
SMP YPK Hedam Jayapura, Papua juga menggunakan aplikasi WhatsApp untuk belajar online sejak pandemi Covid-19 yang hanya diberikan kepada siswa yang memiliki gawai.
“Yang memiliki gawai bisa langsung mendapatkan tugas dan mengirimkan hasilnya kepada guru masing-masing mata pelajaran,” kata Abraham Fainsenem, MPd, kepala SMP YPK Hedam Jayapura.
Sedangkan bagi siswa yang tidak punya gawai harus ke sekolah menjemput dan mengantarkan tugas.
Abraham mengatakan, pembelajaran melalui WhatsApp dimulai Juli 2020 dengan dua mata pelajaran per hari. Tapi setelah berjalan tiga bulan muncul keluhan dari orang tua dan guru. Orang tua mengeluhkan biaya paket data internet dan tugas yang dikirimkan melalui foto yang kurang jelas.
Akhirnya sekolah menyiapkan buku LKS yang harus dibeli siswa. Guru tinggal menyampukan materi dari sekolah dan memberikan tugas.
“Baca materi halaman sekian, baru kerjakan tugas halaman sekian sampai sekian, itu kan jelas karena sudah ada dalam buku,” katanya.
Kedatangan siswa ke sekolah diatur, Kelas VII mengambil Senin, Kelas VIII Rabu, dan Kelas IX Jumat. SMP YPK Hedam Jayapura memiliki 230 siswa dengan 24 guru PNS dan 4 guru honor.
“Kami berharap korona cepat berakhir sehingga proses pembelajaran dapat kembali normal,” kata Abaraham. (CR-7)
Editor: Syofiardi