Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Beberapa guru Pelajaran Sejarah di SMA dan SMK di Provinsi Papua mengatakan tidak ada problem dalam pengajaran Sejarah di sekolah.
Para guru menjawab Jubi terkait munculnya isu September lalu bahwa Kemdikbud berencana menyederhanakan kurikulum. Salah salah satu opsi dalam draf adalah penghapusan Pelajaran Sejarah di SMK, sedangkan di SMA dijadikan pelajaran pilihan.
Harjuni Serang, SPd, MSi, guru SMA Negeri 1 Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua yang juga ketua Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Provinsi Papua mengatakan selama ini tak ada problem yang ditemukan dalam Pelajaran Sejarah.
BACA JUGA: Guru Sejarah SMA-SMK di Papua khawatir jika Pelajaran Sejarah dihapus
“Tergantung guru saja untuk berkreativitas dan berinovasi bagaimana menyampaikan materinya ke peserta didik,” katanya.
Karena itu, kata Harjuni, guru Sejarah dituntut mampu berinovasi, berkreasi, dan membuat mata pelajaran Sejarah tidak membosankan.
Asis Alim Utami, S.Pd, guru Sejarah di SMAN 6 Skouw, Kota Jayapura, Papua juga mengaku tidak menemukan problem dalam pembelajaran Sejarah. Sebab guru selalu menggunakan media yang berbeda setiap pertemuan, sehingga siswa tidak menjadi bosan.
“Kalau dulu waktu saya sekolah, ketika materi perang Diponegoro gurunya mendongeng dari awal perang Diponegoro sampai akhirnya, jadi bosan gitu,” ujarnya.
Guru-guru Sejarah sekarang, kata Asis, memiliki trik-trik tertentu menggunakan media-media belajar supaya pelajaran Sejarah tidak membosankan.
“Apalagi guru-guru tahun 2000-an sudah dilatih menggunakan macam-macam media pembelajaran yang bisa dapat digunakan, baik melalui alat-alat teknologi maupun manual,” katanya.
Asis mengaku biasanya membuat bermacam-macam media belajar. Ada kalanya ia menganjurkan siswa harus memiliki keterampilan.
Sehingga Sejarah tidak hanya sebatas teoritis atau dogmatis, tetapi juga bisa melahirkan keterampilan siswa.
“Bahwa dengan belajar Sejarah semakin bisa mencintai negara dengan cara menghasilkan suatu karya yang bisa dilihat orang lain, misalnya melukis tokoh-tokoh pahlawan,” katanya.
Menurut Asis, sekarang tokoh pahlawan sudah kurang diminati generasi muda. Siswa lebih banyak meminati tokoh-tokoh artis. Siswa lebih cepat merespon ketika ditanya artis luar negeri.
“Tetapi ketika ditanya tentang tokoh-tokoh yang memiliki inspirasi bagi negara ini, siswa agak lambat dan ada yang tidak tahu,” ujarnya.
Satu-satunya cara belajar Sejarah dalam kondisi seperti itu, kata Asis, guru harus berinovasi, memperkenalkan tokoh-tokoh sejarah kepada siswa dengan cara melukis dan memberikan keterangan. Sehingga tidak hanya pada teori saja, tetapi ada keterampilan supaya materi lebih cepat diresapi oleh anak didik.
“Oh, ada tokoh pahlawan kita yang perlu diteladani, ada tokoh kita yang perlu kita jadikan inspirasi, ada tokoh kita yang memang benar-benar orang hebat,” katanya.
Menurut Asis, belajar sejarah seharusnya menjadi baik jika diawali dari mempelajari para pendiri bangsa, tokoh-tokoh pemerintahan, dan tokoh pengelola pendidikan.
Sementara, Fatmawati, SPd, guru SMK Negeri 5 Penerbangan Waibu, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua menemukan problem terkait daya serap siswa. Terkadang siswa masih sulit memahami materi Pelajaran Sejarah yang disampaikan.
Namun ia mencari solusi dengan mengarahkan pertanyaan kepada teman siswa yang tidak memahami.
“Agar teman yang sudah mengerti saling membantu, jika tidak terjawab baru guru akan membantu memberikan jawabannya,” ujarnya. (CR-7)
Editor: Syofiardi