Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
Jayapura, Jubi – Kepala kampung Moso distrik Muara Tami di wilayah Skouw perbatasan RI-PNG meminta kepada kepala dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura untuk mengawasi guru honorer yang tidak aktif mengajar selama ini di SD Inpres Moso. Hal tersebut disampaikan Agus Watapoa selaku kepala kampung Moso di wilayah perbatasan RI-PNG kepada Jubi, Kamis (24/01/2019) di Jayapura, Papua.
"Tenaga guru yang ada mengajar ini tidak benar, guru-guru honor yang sekarang tidak ada mengajar murid-murid. Guru-guru yang mengajar di sini muncul di kampung pukul 10.00 WP pagi sehingga sekolah ini tidak maju dengan baik. Sekolah ini jalan tapi tidak benar karena sekolah kami cuma dua atap," katanya.
Watapoa juga berharap, Pemkot Jayapura dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengontrol setiap sekolah yang ada di perbatasan agar bisa memajukan pendidikan di Kampung Moso.
"Karena di sini tempat yang banyak masih kekurangan jadi saya punya keinginan banyak ada tapi paling penting yaitu sekolah. Kita bisa maju yang penting sekolah kami berjalan baik dan maju seperti sekolah di perkotaan," harapnya.
Agus Watapoa mengatakan selama ini guru-guru yang mengajar di kampung Moso jarang hadir. Mereka beralasan ada banyak pekerjaan di kantor Dinas Pendidikan, selain itu ada yang mengurus keluarga, jadinya mereka terlambat datang mengajar di sekolah dan akibatnya terlambat waktu untuk mengajar.
"Guru-guru di sini lebih banyak menghabiskan waktu di kota akibatnya anak-anak sekolah terlantar. Masyarakat di sini sangat kecewa karena sekolah di tempat lain saja bisa maju kenapa di sini tidak bisa maju," katanya.
Ia menambahkan bila guru-guru berpikir untuk SDM Papua dan membangun Papua ke depan mestinya mereka harus aktif di sekolah untuk mengajar muridnya.
"Lokasi dan tempat untuk guru-guru menetap di kampung Moso sudah diberikan, namun mereka sendiri yang tidak mau menetap jadinya mereka muncul cuma seminggu dua kali, datang pun tidak sesuai waktu yang ditentukan, biasanya pukul 10.00 WP baru mereka datang mengajar," katanya.
Ia berharap Dinas Pendidikan untuk terus aktif mengontrol keaktifan guru-guru di sekolah.
“Jangan sampai mereka makan gaji buta dan ke depan kami juga berharap guru-guru yan mengajar harus menetap di kampung Moso dengan pengadaan rumah guru agar sekolah ini setiap hari aktif. Guru-guru di sini cuma empat orang namun yang selalu datang aktif hanya dua," katanya.
Sementara itu, aktivis pendidikan Papua Agustinus Kadepa mengatakan, untuk daerah pedalaman dan perbatasan yang aksesnya sulit dijangkau, membuka lokal baru tingkat SMP dan SMA, tidak terlalu mendesak. Menurutnya, anak-anak wajib diberi pendidikan di sekolah formal seperti SD. Selain itu wajib membuka kelompok belajar, taman bacaan di semua kampung di Papua yang dikelola serius oleh masyarakat kampung sendiri.
"Jadi untuk mendidik anak Papua harus berangkat dari apa yang hendak dikembangkan oleh anak-anak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki anak, bukan membingungkan anak Papua ketika semakin tinggi pendidikannya," harap Kadepa. (*)