Papua No. 1 News Portal | Jubi
Manokwari, Jubi – Tim kuasa hukum SM, tersangka pembawa ribuan bendera Bintang Kejora ukuran kecil, membantah terlibat dalam pengambilan foto klien mereka saat sedang menyusui seorang bayi di dalam ruang sel Polres Manokwari, tempat SM mendekam pasca dikenakan pasal makar oleh tim penyidik Polda Papua Barat.
Metuzalak Awom, wakil ketua tim kuasa hukum SM mengatakan bahwa timnya berjumlah 17 advokad sedang dalam proses mendampingi SM, tidak punya kaitan dengan viralnya foto tersebut.
Dia menduga, ada unsur kesengajaan maupun kelalaian di Polres Manokwari dalam menjalankan SOP kepolisian terhadap tahanan wanita.
“Kami sudah klarifikasi hal itu kepada penyidik, pasca beredarnya foto-foto klien kami saat menyusui bayinya di dalam jeruji,” ujar Awom kepada Jubi di Manokwari, Jumat (13/9/2019).
Dia menjelaskan, sejak SM ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 3 September, tim kuasa hukum sudah meminta kepada penyidik agar memperhatikan hak-hak SM sebagai seorang Ibu, karena tiga anaknya saat itu masih berada di Sorong. Dan bilamana anak ketiga (bayinya) datang, bisa disediakan tempat layak (khusus) untuk memberikan asi kepada anaknya.
“Tanggal 10 September, saat saya kunjungi, dia aman-aman saja, hanya mengeluh karena ketakutan tapi kami jamin dia aman,” katanya.
Besok harinya (tanggal 11 September), kata Awom, timnya datangi Polres untuk melakukan klarifikasi, terkait dengan beredarnya foto-foto saat SM sedang menyusui seorang bayi. Siapapun, lanjut Awom akan keberatan dengan foto tersebut karena seorang tahanan wanita terlihat menyusui bayinya di dalam ruang tahanan dan itu tidak manusiawi.
“Karena itulah saya datang dan tanyakan ke Kapolres, karena sebelumnya kami sudah ajukan permohonan kepada Kapolres agar bisa pertimbangkan hak-hak dia sebagai seorang ibu dalam memberikan asupan ASI kepada bayinya, melalui pengajuan penangguhan penahanan (tahanan rumah ke tahanan kota). Tetapi permohonan itu belum dipenuhi hingga beredarnya foto-foto saat SM sedang menyusui bayinya,” ujar Awom.
Dia mengatakan, kasus kliennya adalah kasus cukup seksi yang membuat penasaran public. Sehingga tanpa diundang, siapapun bisa melihat peluang dan datang ke lingkungan Polres. Jadi angan salahkan semua orang, karena keingintahuan warga tentang kepastian proses hukum di negara ini luar biasa, dan ini bagian dari ‘kelengahan’ petugas.
“Orang bisa saja melakukan itu juga karena keprihatinan dia. Hal inilah yang buat kami komplain dan kami akan kirimkan somasi kepada Kapolres Manokwari,” katanya.
Awom juga secara tegas menepis tudingan, keterlibatan timnya dalam pengambilan dan menyebarluaskan (viral) foto-foto SM di dalam ruang tahahan.
“Sebagai Kuasa hukum, kami paham aturan. Dalam langkah-langkah advokasi kasus seperti ini sangat hati-hati dalam tutur kata apalagi pengambilan foto.Sehingga kalau ada kecurigaan terhadap kami para tim kuasa hukum terhadap pengambilan hingga penyebaran foto-foto SM, maka kami akan menuntut balik,” tegas Awom.
Foto itu beredar setelah kuasa hukum pulang besuk SM pada tanggal 10 September. Karena saat kuasa hokum datang,anaknya tidak ada. Dan menurut Awom, tidak mungkin kuasa hukum ada saat klien sedang menyusui bayi dibalik terali besi.
Selain itu, tim kuasa hukum SM juga menduga terjadi praktek diskriminasi terhadap SM. Karena di dalam ruang tahanan Polres Manokwari ada dua tahanan perempuan lain, tapi mereka dengan leluasa pakai ponsel, sementara SM tidak demikian bahkan tidak diizinkan untuk keluar dari ruang tahahan ke ruang depan (ruang besuk).
“Atas pertimbangan perbedaan perlakuan itu, kami ajukan surat kepada Kapolres Manokwari agar dapat memperlakukan semua tahanan sama, karena yang dihukum adalah perbuatan, bukan orangnya,” ujarnya.
Terkait pertimbangan pemberian penangguhan penahanan dari polisi kepada SM, Awom mengaku itu bagian dari kewenangan polisi melalui pertimbangan-pertimbangan mereka.
Dia menjelaskan, dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) sudah jelas, bahwa SM punya tiga anak beserta identitas SM sudah menjadi data awal yang mutlak diketahui dalam BAP.
“Kalaupun keterangan SM bahwa dia punya tiga anak tidak ada di dalam BAP, maka saya duga itu tidak diketik oleh Penyidik, tapi saya sendiri mendengar pernyataan itu. Karena posisi saya persis dibelakan klien saya saat di BAP oleh penyidik. Dia punya tiga anak, usia 3 tahun, 2 tahun dan Bayi usia 3 bulan lebih, saat SM ditangkap,” ujarnya.
Sementara Kapolres Manokwari, AKBP Adam Erwindi mengaku akan mengejar oknum yang menyebar luaskan foto tersangka pembawa 1500 bendera bintang kejora, berinisial SM saat menyusui dalam ruang tahanan khusus wanita di Polres Manokwari.
“Ini ulah organisasi atau oknum yang mungkin bertolak belakang dengan NKRI yang sengaja mempropagandakan dengan foto yang seolah-olah telah terjadi penyimpangan oleh Polres Manokwari atas penanganan hak tersangka,” ujar Kapolres saat dikonfirmasi, Jumat (13/9/2019).
Kapolres menjelaskan, pada tanggal 10 September 2019 sekira pukul 16.00 WP, keluarga tersangka SM datang menjenguk dan satu diantara mereka membawa bayi. Kemudian oleh anggota piket, dibawalah ke ruang besuk tahanan. Karena mereka bertemu di ruangan besuk, salah satu keluarga menyerahkan anak itu ke tersangka SM.
Tersangka lalu masuk ke dalam ruang tahanan, kembali menutup pintu dan disitulah dihasilkan foto-foto tersebut. Hasil foto itulah yang disebar untuk memberikan kesan telah terjadi sebuah pembiaran terhadap tersangka dan bayi tersebut.
“Seandainya tersangka mengatakan akan menyusui, bagian tahanan dan titipan (tahti) Polres akan mengarahkan tersangka ke ruang Laktasi (ruang kusus ibu menyusui). Kita bahkan punya 3 ruangan laktasi yang memang sudah kita siapkan,” jelasnya.
Kapolres juga mengatakan, bahwa telah menerima permohonan penangguhan penahanan dari tim kuasa hukum tersangka SM. Dan sedang diproses. Namun belakangan, setelah muncul foto-foto tersebut, pihaknya akan mempertimbangkan pemberian penangguhan penahanan kepada tersangka SM. (*)
Editor : Victor Mambor