Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jayapura, Jubi – Forum Independen Mahasiswa West Papua meminta pemerintah menyelenggarakan pelayanan pendidikan di seluruh jenjang di seluruh Tanah Papua diselenggarakan secara cuma-cuma . Mereka juga menuntut polisi dan tentara menghentikan praktik militerisme di semua kampus yang ada di Tanah Papua, menghormati otonomi kampus, dan tidak menyelenggarakan pelayanan pendidikan bagi anak usia sekolah di Tanah Papua.
Komite Pengurus Pusat Forum Independent Mahasiswa (FIM) West Papua, Siwe Weya mengatakan mahalnya biaya pendidikan di Papua membuat banyak orang asli Papua tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi.
“Dampak dari pendidikan yang mahal adalah banyaknya orang Papua yang putus sekolah, atau tidak melanjutkan pendidikannya di jenjang sekolah yang lebih tinggi. Hal ini membuat pengangguran dan kekacauan di berbagai daerah,” kata Weya di Kampus Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua, Kamis (2/5/2019).
Untuk memastikan setiap orang asli Papua mendapatkan pendidikan, FIM West Papua meminta pemerintah menyelenggarakan pendidikan cuma-cuma di seluruh Tanah Papua. Pelayanan pendidikan gratis itu harus mencakup pendidikan tingkat dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi yang ada di seluruh Tanah Papua. “Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat harus mensubsidi separuh dari biaya kebutuhan pokok pendidikan di setiap kampus dan sekolah di Tanah Papua, demi meningkatkan kualitas pendidikan di Tanah Papua,” kata Weya.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat diminta tidak melibatkan TNI maupun Polri dalam penyelenggaraan pendidikan di Tanah Papua. “TNI dan Polri tugasnya menjaga keamanan dan ketertiban umum, bukan memberikan pelayanan pendidikan kepada anak usia sekolah, sebab itu ranah dan wilayah (kompetensi) guru,” kata Weya.
Weya meminta Kepala Polri maupun Panglima TNI untuk melarang seluruh personilnya memasuki kampus atau menangkap mahasiswa di dalam kampus. Pelarangan itu dianggap penting untuk menegakkan otonomi kampus sebagai lembaga akademik.
Para rektor dari seluruh perguruan tinggi yang ada di Tanah Papua juga diminta tidak bekerjasama atau mengizinkan tentara maupun polisi memasuki kampus. FIM West Papua menyatakan seluruh diskusi dan pandangan politik yang dinyatakan di dalam kampus, maupun aktivitas politik di dalam kampus tidak membahayakan nyawa orang lain, sehingga harus dihormati sebagai bagian dari otonomi kampus sebagai lembaga akademik.
Dalam keterangan pers itu, FIM West Papua juga menyoroti buruknya pelayanan pendidikan bagi anak usia sekolah yang mengungsi dari Kabupaten Nduga, demi menghindari konflik bersenjata antara pasukan gabungan TNI/Polri dan kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat yang dipimpin Egianus Kogoya. Weya meminta Pemerintah Provinsi Papua turun tangan menangani masalah itu.
“Pemerintah Provinsi Papua bertanggung jawab atas situasi pendidikan di Kabupaten Nduga, (dan nasib para anak usia sekolah yang mengungsi dari Nduga). Pemerintah juga segera memperbaiki sistem pendidikan di seluruh tanah Papua,” katanya.
Aktivis FIM West Papua, Franky Alinoe mengatakan, bahwa pemerintah tidak boleh tinggal diam dalam menyikapi berbagai masalah dalam pelayanan pendidikan di Tanah Papua. Alinoe menegaskan, pendidikan merupakan kunci utama untuk membangun bangsa.
“Pemerintah harus memperhatikan pendidikan, agar anak-anak yang orangtuanya tidak mampu dapat melanjutkan pendidikan. Kami juga menolak kehadiran TNI Polri di dalam dunia kampus maupun di sekolah-sekolah,” kata Alinoe.(*)
Editor: Aryo Wisanggeni G