Papua No. 1 News Portal | Jubi
La Paz/Jubi – Presiden Bolivia yang baru mengundurkan diri, Evo Morales, menyatakan ia pergi ke Meksiko untuk menerima suaka dari pemerintah negara itu. Morales mengumumkan keberangkatannya di Twitter pada Senin (11/11) pukul 21.30 waktu setempat (Selasa, 08.30 WIB).
“Sakit rasanya meninggalkan negara karena masalah politik, tapi saya akan tetap menjalin kontak,” kata sang mantan presiden.
“Tak lama lagi saya akan kembali dengan kekuatan dan energi lebih besar,” janji Morales.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Peru pada Senin petang (11/11/2019) mengatakan, sebuah pesawat pemerintah dari Meksiko sudah mengisi ulang bahan bakar di Lima dalam perjalanan menuju Bolivia.
Menurut pernyataan itu, Kemlu Peru mengatakan pesawat tersebut sudah berangkat menuju Bolivia pada pukul 18.30 waktu setempat (Selasa, 06.30 WIB).
“Keputusan ini sejalan dengan kewajiban kita yang diamanatkan Konvensi Karakas tahun 1945 mengenai Suaka Diplomatik,” bunyi pernyataan itu.
Pemerintah Meksiko, yang memberi suaka bagi Morales, telah meminta agar pemimpin sayap kiri itu diberi jalan untuk meninggalkan Bolivia.
Morales lahir pada 26 Oktober 1959 di Isalawi, Distrik Oranoca Canton, Departemen Oriro, Bolivia sebelah Barat. Secara etnis ia keturunan Suku Aymara. Rumahnya khas berbentuk “adobe”, yakni rumah dengan material bangunan berbahan dasar organik, demikian paparan Martin Sivak dalam buku Evo Morales: The Extraordinary Rise of the First Indigenous President of Bolivia (2010).
dikutip dari Tirto.id, hidup Juan Evo Morales Ayma adalah kisah perjuangan kaum adat melawan narasi besar yang mengancam eksistensi mereka.
Ia dilantik menjadi orang nomor satu pertama di Bolivia yang berasal dari suku asli, pada 22 Januari 2006 setelah memenangi pemilihan presiden. Kekuasaan Morales dalam satu dekade berselang, melalui kemenangan di dua pilpres lanjutan, sukses mengubah wajah politik, ekonomi, hingga sosial Bolivia dalam taraf yang cukup radikal.
Sebagai anak petani, Morales terbiasa membantu penanaman hingga panen atau menggembala Llama dan domba. Morales juga tumbuh sebagai penikmat permainan sepak bola. Pada tahun 1977-1978, ketika usianya menginjak 18 tahun, Morales menjalani wajib militer. Ia dikirim ke Resimen Cavaveri Keempat dan ditempatkan di markas tentara di ibukota Bolivia, La Paz. Tugasnya cukup berat sebab kebetulan saat itu Bolivia sedang tidak stabil akibat digoncang dua kali kudeta militer.
Dalam catatan Harten Sven di buku The Rise of Evo Morales and the MAS (2011), Morales menegaskan bahwa daun koka sebagai simbol budaya masyarakat di Pegunungan Andes sedang terancam oleh opresi imperialis AS. Dalam pandangannya, AS semestinya bisa menghadapi masalah obat-obatan terlarang di negaranya tanpa perlu mengintervensi Bolivia.
“Aku bukan pengedar obat-obatan terlarang. Aku petani koka. Aku memanen daun koka sebagai produk alami. Aku tidak mengubahnya menjadi kokain, dan kokain maupun obat-obatan terlarang lain tak pernah menjadi bagian dalam kultur masyarakat Andes,” kata Morales sebagaimana dikutip BBC News. Dengan kata lain, menurut Morales, tanggung jawab masyarakat Andes berakhir saat daun koka sudah lepas di pasaran.
Morales menjadi salah satu tokoh paling terdepan dalam pembelaan terhadap budidaya koka, yang para antropolog pun setujui, berstatus sebagai salah satu elemen kultural dan identitas paling penting bagi orang-orang asli di El Chapare.
Morales didukung oleh serikat petani lokal. Para anggotanya telah membangun jaringan solidaritas yang kuat selama bertahun-tahun. Dengan demikian, mereka juga siap mempertahankan ladang penghidupannya dengan keras, dari siapapun, termasuk negara sekalipun.(*)
Editor: Syam Terrajana
Sumber: Antara/Tirto.id