Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nuku’alofa, Jubi – Dua minggu terakhir ini terasa sangat panjang bagi Paula Taumoepeau, Presiden dari Kamar Dagang Tonga. Selama 12 hari, negara itu terputus dari jaringan internet, dengan 100.000 populasi negara kerajaan itu hidup dalam kekelaman digital.
Namun, akhirnya, pada Sabtu pagi pekan lalu (2/2/2019), koneksi internet di pulau Tongatapu pulih. Untuk pertama kalinya dalam hampir dua pekan, orang-orang dapat memeriksa ponsel mereka, memperbarui status mereka di media sosial, dan membaca berita.
“Ada banyak orang yang berusaha mengejar ketertinggalan mereka hari ini,” kata Taumoepeau.
“Kita bangun dengan kabar baik pagi ini,” tutur Lopeti Senituli, Juru Bicara Pemerintah Tonga. “Sudah dua minggu ini kita hidup tanpa internet, jadi orang-orang mengejar gosip dan berita lainnya.”
Gangguan internet itu dimulai pada 20 Januari, ketika kabel serat optik bawah laut yang menghubungkan Tonga ke internet kecepatan tinggi putus. Untuk sementara, layanan dipulihkan, meski terbatas, melalui penggunaan satelit, dimana perusahaan-perusahaan telekomunikasi mendirikan hotspot di kantor pusat mereka di ibu kota, Nuku’alofa. Karena bandwidth mendadak berubah menjadi salah satu komoditas yang paling berharga, pembesar terpaksa memblokir situs-situs seperti Facebook dan YouTube, untuk memungkinkan layanan yang lebih penting agar digunakan.
Senituili mengakui kesulitan yang dihadapi berbagai pihak selama periode ini, “Usaha-usaha mengalami persoalan besar, terutama dalam beberapa hari pertama. Bank-bank, serta perusahaan penerbangan, kantor-kantor kementerian pemerintah, misalnya yang bertanggung jawab untuk menerbitkan sertifikat dan lisensi, juga mengalami kesulitan.”
Kabel penghubung itu – didanai oleh Bank Pembangunan Asia, Bank Dunia dan Tonga Cable Limited, sebuah perusahaan milik pemerintah – dipasang pada 2013, menghubungkan negara itu dengan kabel Southern Cross yang menghubungkan Australia, Selandia Baru, Fiji, dan Amerika Serikat. Kabel ini meningkatkan kecepatan internet di Tonga dari 20 hingga 30 megabit per detik menjadi 10 gigabit.
Sampai sekarang belum diketahui apa yang menyebabkan masalah itu, kata Timote Katoanga, CEO Tonga Cable Limited. “Satu-satunya hal yang kita ketahui pada tahap ini adalah kabelnya putus,” katanya.
Pihak berwenang masih melakukan penyelidikan, kata Katoanga, namun teori utama adalah bahwa kabel itu terpotong oleh kapal besar yang menyeret jangkarnya di sepanjang dasar laut. Sebuah kapal tanker minyak yang kebetulan berada di daerah itu, bertepatan dengan dimulainya masalah ini, dikatakan merupakan tersangka utama mereka. (RNZI)
Reporter : Elisabeth C. Giay
Editor : Kristianto Galuwo