Papua No. 1 News Portal I Jubi,
Timika, Jubi – Dua dari empat imam yang ditahbiskan di gereja Katedral Timika, merupakan orang baru dengan latar belakang daerah dan sukunya belum pernah jadi imam. Dua imam yang baru ditasbihkan dari suku Amungme dan Biak Numfor masing-masing Ibrahim Gwijangge, dan Yosias Wakris.
Gwijangge berasal dari suku Amungme yang selama ini belum pernah tercatat adanya seorang imam dari suku tersebut. Sedangkan Wakris asli dari Biak Numfor juga orang pertama yang menjadi pastor.
“Sejarah mencatat selama puluhan tahun dari dua daerah ini tidak ada orang yang menjadi imam Katolik. Hari ini saya tahbiskan mereka dua, dan ini bertanda telah membuka pintu bagi generasi yang lain,” kata uskup John Philip Sakli, Sabtu, (7/10/2017).
Dalam kothbahnya, Uskup John mengatakan semua imam Katolik ditahbiskan berasal dari keluarga yang sederhana. “Panggilan juga tidak selalu mudah seumpama Paulus seorang berdosa tapi dipanggil Tuhan. Ia menganiaya murid Tuhan. Tapi akhirnya ia mewartakan Injil di mana-mana,” kata John menjelaskan.
Pentahbian dihadiri 50 orang pastor dari keuskupan setempat, di antaranya Keuskupan Jayapura, Agats, Agung Merauke dan Manokwari-Sorong bersama ribuan umat yang hadir.
Empa Pastor yang ditahbiskan ini semuanya putra asli Papua, meliputi Yance Yanuarius Yogi, Ibrahim Gwijangge, Yosias Wakris, dan Selpius Goo. Mereka ditahbiskan setelah lulus dari Sekolah Tinggi Filsafat Fajar Timur (STF ‘FT’) Abepura, Papua dan melewati sejumlah proses, salah satunya masa diakonat.
Selesai kothbah, upacara penahbisan yang megah dimulai dengan runtutan upacaranya unik. Upacara dimulai dengan penyerahan dari orang tua kepada pihak gereja, pemanggilan calon, doa restu dari 50 imam dan orang tua serta sejumlah sapaan dan doa diucapkan.
Beberapa upacara unik lain pengucapan ketaaan kepada uskup secara bergantian sebagai tradisi Gereja Katolik ketaatan kepada uskup di mana pun mereka bertugas.
John menyatakan pentasbihan seorang imam justru kembali memulai bekerja dari nol melayani dan menyelamtkan banyak orang, terutama umat Katolik di wilayahnya. “Tahbisan ini tandanya harus menyelamatkan nyawa orang, harus melindungi umat. Karena ibaranya kalian akan pergi ke tengah-tengah serigala,” katanya.
Pater Yance Yanuarius Yogi, mewakili tiga rekannya mengatakan siap mendirikan empat honai. "Yang pertama untuk Tuhan Allah, kedua untuk Uskup, ketiga untuk mereka sendiri dan keempat untuk umat dan paroki," kata Yance .
Ia mejelaskan ada keharusan semua turun tangga, karena itu siap terima apapun keputusan soal penempatan tugas. "Karena itu adalah kewenangan Uskup,” ujarnya. (*)