Dokter Jhon Manansang sebut Purtier Placenta legal

Jhon Manansang - Jubi/Dok
Jhon Manansang – Jubi/Dok

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Dokter Jhon Manansang, Team Elite PAVO Papua pada perusahan Riway International di Singapura yang memproduksi Purtier Placenta Sixth Edition, mengatakan suplemen produksi New Zealand tersebut adalah sebagai pendamping dan bukan pengganti dari Antiretrovida (ARV) untuk pengobatan ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS).

Read More

Hal itu disampaikan Manangsang terkait berbagai pertanyaan tentang peredaran suplemen tersebut di kalangan ODHA Papua.

“Jadi saya mau tegaskan bahwa Purtier ini bukan sebagai pengganti dari ARV tetapi sebagai pendamping dari ARV,” katanya ketika dikontak Jubi, Selasa, 14 Mei 2019.

Ia mengaku sudah menginformasikan hal tersebut kepada Dinas Kesehatan Provinsi Papua, KPA Provinsi Papua, dan intansi terkait yang berhubungan dengan dunia kesehatan.

“Produk tersebut diproduksi di New Zealand dan diorganisir oleh perusahaan Riway International yang ada di Singapura, sampai hari ini sudah 80 negara yang mengkonsumsi Purtier Plasenta,” ujarnya.

Manansang yang juga mantan Direktur Rumah Sakit Abepura tersebut mengatakan Indonesia merupakan negara ke delapan yang mengkonsumsi atau merima Purtier Plasenta.

Kandungan Purtier Placenta tersebut, katanya, steamcell 100 mg ditambah 12 bahan alami atau herbal.

“Dari ilmu pengetahuan yang saya baca atau yang saya ketahui, Purtier adalah sebuah produk dengan nilai yang sangat unik dan sangat luar biasa, dia (Purtier Placenta) bisa memberikan peningkatkan kekebalan (imunitas) dan juga bisa memperbaiki sel-sel yang rusak dan sel-sel yang mati bisa dihidupkan kembali,” katanya.

Manansang mencontohkan, produk tersebut pertama kali diberikan kepada salah satu pasiennya yang datang dengan keluhan infeksi HIV dan merasa jenuh mengkosumsi ARV.

“Dia datang dalam kondisi drop karena berhenti mengkonsumsi ARV padahal sebelumnya dia rutin mengkonsunsi ARV hingga jalan tiga tahun, saya tanya, kanapa drop? Katanya sudah berhenti konsumsi ARV, saya bilang pergi dan mintalah ARV, karena hanya ARV yang sudah direkomendasikan oleh dunia kesehatan,” ujarnya.

Namun, kata pasien tersebut bahwa dirinya ditolak oleh pusat layanan karena datang dalam keadaan drop dan sudah tidak lagi mengkonsumsi ARV.

“Dia sudah stadium tiga sehingga tidak bisa minum lagi obat ARV, nah dalam kondisi tersebut dan tidak minum obat apa-apa, saya suruh dia untuk mencoba produk Purtier Stemcell dan ternyata keesokan harinya mulai ada semangat dan perubahannya begitu cepat, sehingga satu minggu kemudian saya sarankan kembali ke pusat layanan untuk kembali mendapatkan ARV,” kata Manansang.

Ia mengaku menyarankan untuk pasien yang terinvesi HIV dan AIDS untuk tetap mengkonsumsi ARV, karena ARV adalah lini pertama untuk menekan virus agar tidak berkembang dalam tubuh pasien.

“Untuk sembuh itu harus diukur dari viral load dan dari CD4, viral loud harus nol (undetectable), jadi kalau tidak terdeteksinya virus bukan berarti virusnya sudah tidak ada, tetapi harus diukur lagi dengan CD4, kalau CD4 sudah di atas 600, baru dikatakan bahwa pasien tersebut telah bebas dari HIV,” ujarnya.

Disinggung soal legalitas dari produk tersebut, Manangsang mengatakan bahwa produk tersebut resmi dan legal dan sudah ada di lima wilayah di Indonesia selain Papua.

“Saya katakan legal karena sudah berjalan di lima wilayah di Indonesia, Papua masuk sebagai wilayah keenam, dan saat ini produknya sedang diteliti oleh pihak BPOM, kalau sudah diperiksa pastinya akan diberikan nomor registrasi,” katanya.

Dikatakan, target dari perusahaan Riway selaku produsen Purtier Stemcell adalah bagaimana bisa memberikan nomor Balai Besar POM yang konstan untuk beberapa waktu ke depan.

“Perusahaan yang memproduksi produk tersebut setiap dua tahun melakukan perubahan izin untuk menghindari pemalsuan dan juga masa expired (kadaluwarsa),” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Balai Besar Pengendalian Obat dan Makanan (BPOM) di Jayapura, H.G. Kakerissa, mengatakan ada produk suplemen dengan nama yang sama yang sudah memiliki nomor register dari BPOM Pusat.

“Jadi untuk suplemen Purtier adalah produk yang legal sedangkan untuk suplemen dengan nama Purtier (Placenta) adalah produk yang ilegal,” kata Kakerissa kepada Jubi, Senin, 13 Mei 2019.

Menurut Kakerissa, kegunaan dari sebuah suplemen adalah asupaan gizi tambahan dan bukan obat penyembuh, dan yang dapat merekomendasikan suplemen atau obat yang bisa menyembuhkan adalah pihak kesehatan.

“Saya juga mau ingatkan kepada pekerja kesehatan agar dapat memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang apa itu suplemen dan apa itu obat,” ujarnya.

Untuk itu BPOM akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Papua untuk melakukan penelusuran terkait penyebaran Purtier Placenta tersebut.

“Saya yakin penyebaran Purtier Placenta tersebut melalui Multi Level Marketing (MLM) dan terselubung, kalau MLM berarti ada testimoni-testimoni yang ditawarkan, mulai dari diskon dan segala bentuk promosi agar produk tersebut terjual, belum tentu testimoni tersebut bisa berhasil pada orang lain dengan kondisi tubuh yang berbeda,” katanya. (*)

Editor: Syofiardi

Related posts

Leave a Reply