Papua No. 1 News Portal | Jubi
Jakarta, Jubi – Sekretaris II Dewan Adat Papua John Gobay meminta Presiden Joko Widodo segera menerbitkan peraturan pemerintah tentang mekanisme pembentukan partai lokal di Papua. “Presiden menggunakan hak diskresinya sesuai UUD 1945, mengeluarkan Peraturan Pemerintah bagi pembentukan partai Politik Lokal di Papua,” kata Gobay, Selasa (25/8/2020).
Menurut Gobay, upaya itu perlu dilakukan Jokowi sebab Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, hingga saat ini masih belum memberikan kejelasan yang pasti.
Salah satunya, seperti pada pasal 28 ayat (1) yang berbunyi, ‘Penduduk Provinsi Papua dapat membentuk partai politik’. Gobay juga mempertanyakan frasa ‘Penduduk Provinsi Papua’ dalam ayat tersebut. Menurut Gobey, arti penduduk Papua dapat diartikan secara luas dan tidak mengerucut pada kesimpulan partisipasi orang asli Papua (OAP).
“Kita harus tegas partai lokal bukan dibentuk penduduk Papua, harus disebutkan itu oleh OAP. Kalau kita memang alamatnya untuk kepentingan partisipasi OAP dalam pemerintahan melalui partai lokal,” kata Gobay menjelaskan.
Baca juga : Kursi pengangkatan DPRP dan partai lokal di Papua adalah dua hal berbeda
Pendirian Parpol lokal Papua ada dasar hukumnya di UU Otsus
Mahasiswa Anim Ha tolak calon Non-Papua di pilkada
Ia memberikan alternatif lain jika frasa ‘penduduk Papua’ terpaksa harus terus dipakai. Menurutnya, harus ada persentase dan pertimbangan jelas terkait porsi partisipan OAP dalam parlemen.
Gobay menilai pembentukan partai lokal Papua bisa meningkatkan partisipasi warga Papua dalam kontestasi politik. Bisa pula menurunkan jumlah praktik politik uang.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menilai pemerintah memang sudah perlu menerbitkan PP untuk menjalankan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Terutama mengenai pembentukan partai lokal Papua.
Hamdan merujuk pada Pasal 5 ayat (22) UUD 1945 yang memberikan wewenang sekaligus tanggung jawab kepada Presiden untuk menetapkan PP untuk menjalankan perintah UU.
“Jadi tata cara pembentukan dan hal-hal yang detail pada Parlok Papua, cukup diatur Peraturan Pemerintah. Tidak bisa merujuk UU yang ada, tidak match,” kata Hamdan.
Tercatat sengkarut partai lokal Papua sudah pernah dibawa ke Mahkamah Konstitusi. Pimpinan Partai Papua Bersatu merasa dirugikan karena tidak bisa mengikuti Pemilu.
KPU Provinsi Papua tidak meloloskan Partai Papua Bersatu dalam tahap verifikasi faktual untuk menjadi peserta Pemilu 2019. KPU Papua menolak karena sejauh ini belum ada peraturan tentang partai politik lokal di Papua.
Partai Papua Bersatu lantas mengajukan gugatan terhadap Pasal 28 ayat (1) UU 21 tahun 2001 ke Mahkamah Konstitusi pada 2019 lalu. Hingga saat ini, majelis hakim MK belum mengeluarkan putusan atas perkara tersebut. (*)
CNN Indonesia
Editor : Edi Faisol