Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1,
Jayapura, Jubi – Perwakilan dari 136 pejabat definitif Eselon II, III, dan IV yang dinonaktifkan 8 Maret 2016 oleh Plt. Bupati Kabupaten Dogiyai, Herman Auwe, meminta Gubernur Lukas Enembe mengambil tindakan tegas terhadap Plt. Bupati Dogiyai tersebut karena sudah melampaui kewenangan dan melanggar peraturan pemerintah.
Menurut Obeth Magai, Sekretaris Dinas Olah Raga dan Pariwisata Kab. Dogiyai yang dinonaktifkan sepihak oleh Herman Auwe, pejabat Pelaksana Tugas tidak dibenarkan untuk mengangkat dan memutasi jabatan.
“Seorang Plt yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah dilarang keras mengangkat dan memutasi jabatan, seperti diatur dalam PP No. 49 tahun 2008 pada pasal 132 a ayat 1,” ujarnya kepada redaksi Jubi saat berkunjung ke kantor redaksi, Rabu (5/10/2016).
Penonaktifan 136 ASN diseluruh dinas dan badan yang dilakukan sejak 8 Maret 2016 dikatakannya sebagai cacat hukum.
Saat ini, lanjutnya, roda pemerintahan di Kabupaten Dogiyai secara de facto memang sedang berjalan tetapi secara de jure cacat hukum.
Pasalnya semua kebijakan dan pembangunan yang sedang dijalankan oleh Plt. Bupati Dogiyai bersama Plt. Pejabat Eselon II, III dan IV di lingkungan Pemkab Dogiyai sedang menabrak Peraturan dan perundangan yang berlaku, serta tidak menghormati sejumlah putusan dan arahan dari pemerintah pusat.
Magai mengatakan kondisi ini telah lama diketahui publik, khususnya setelah adanya Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura Nomor 26/G/2015/PTUN-JPR, yang mengabulkan permohonan gugatan Drs. Thomas Tigi, tanggal 22 Februari 2016 terkait kecacatan hukum tersebut.
“Dalam amal putusan disampaikan bahwa gubernur harus memberi teguran pada Plt. Bupati Dogiyai agar tidak melakukan pelantikan lagi tetapi itu tidak diindahkan bahkan pelantikan sudah dilakukan dua kali, 8 Maret dan 25 Mei 2016,” ujarnya.
Gubernur harus bertindak
Kumpulan 136 pejabat yang dinonaktifkan ini telah melaporkan pelanggaran wewenang Herman Auwe ke pemerintah.
“Kami sudah laporkan hal ini ke gubernur, Mendagri, dan Komisi Aparatur Sipil Negara. Pada tanggal 17 Juni 2016 Komisi ASN sudah mengundang Plt. Sekda dan Plt. Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Dogiyai untuk mengklarifikasi masalah ini. Disana mereka tidak bisa menjawab ketika diminta SK definitif pengangkatannya,” ujar Obeth Magai yang juga seorang pendeta itu.
Pihaknya juga sudah melaporkan hal ini ke Mendagri melalui Dirjen Otonomi Daerah pada 27 Juli lalu. Sebagai tindak lanjut, Kementerian Dalam Negeri memanggil Plt. Bupati Dogiyai dan gubernur.
“Hadir mewakili gubernur adalah Asisten 1 Kesekretariatan Daerah, Doren Wakerkwa. Saat itu menteri bilang bahwa gubernur memfasilitasi agar Plt. Bupati Dogiyai kembali pada aturan yang ada,” kata dia.
Hasil koordinasi tersebut lalu disampaikan kepada gubernur tanggal 9 Agustus 2016.
“Kami berharap gubernur dapat segera menindaklanjuti hasil tersebut tidak saja teguran lisan tetapi juga tindakan, bentuknya terserah yang penting kita harus selamatkan peraturan pemerintah sendiri,” tegasnya.
Magai curiga ada proses pembiaran yang dilakukan gubernur karena persoalan menjadi berlarut, “tetapi kami tetap mohon pada gubernur tolong selesaikan bagian ini sebelum mengakibatkan kerugian negara, karena pejabat pelaksana tugas tidak berhak mengelola anggaran,” ujarnya sambil mencontohkan kasus Plt. Bupati Sarmi yang bisa diselesaikan oleh gubernur.
Gubernur Papua Lukas Enembe awal tahun lalu pernah menegaskan bahwa tindakan pengangkatan dan pelantikan pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sarmi, terindikasi oleh wakil bupati sebagai Plt. Bupati Sarmi, Albertus Suripno telah mengabaikan larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah. Hal itu, kata gubernur, bisa membuat Plt bupati diberhentikan dari jabatannya.(*)