Demonstran Irak tutup ladang minyak Nassiriya

Unjuk rasa Papua
Foto ilustrasi. - pixabay.com
Ilustrasi demonstrasi, pixabay.com

Sebanyak 90 persen pendapatan negara itu berasal dari ekspor minyak mentah. Tidak ada perusahaan asing yang beroperasi di ladang minyak.

Papua No. 1 News Portal | Jubi

Read More

Basra, Jubi – Para demonstran Irak memasuki ke ladang minyak Nassiriya di wilayah Irak Selatan pada Sabtu, (28/12/2019) waktu setempat. Mereka memaksa karyawan memutus aliran listrik dari stasiun kontrolnya.

“Akibatnya ladang minyak itu berhenti beroperasi sampai adanya pemberitahuan lebih lanjut,” ujar petugas keamanan dan dua karyawan dari ladang minyak Nassiriya.

Baca juga : Demonstran Irak tutup akses jalan pelabuhan Umm Qasr

Aksi protes di Irak menimbulkan kerugian miliaran dolar

Korban tewas dalam serangan di Baghdad mencapai 23 orang

Tercatat ladang minyak itu menghasilkan 90.000 barel minyak mentah setiap hari. Sedangkan Dalam aksinya, para pengunjuk rasa meneriakkan “tidak ada tanah air, tidak ada minyak”.

Gelombang protes telah mencengkeram Irak sejak 1 Oktober dan para pengunjuk rasa yang sebagian berusia muda itu menuntut perombakan sistem politik karena dinilai sangat korup. Sistem politik yang korup itu menyebabkan sebagian besar rakyat Irak semakin terpuruk dalam lubang kemiskinan. Aksi protes di Irak tersebut telah menewaskan lebih dari 450 orang.

Insiden itu menandai pertama kalinya para pemrotes menutup seluruh ladang minyak, meskipun mereka telah memblokir pintu masuk ke kilang dan pelabuhan beberapa waktu yang lalu.

Ekonomi Irak bergantung pada ekspor minyak yang merupakan produsen OPEC terbesar kedua setelah Arab Saudi.

Sebanyak 90 persen pendapatan negara itu berasal dari ekspor minyak mentah. Tidak ada perusahaan asing yang beroperasi di ladang minyak. Para pengunjuk rasa menuntut penghapusan seluruh elit penguasa yang dianggap memperkaya diri sendiri dari pemasukan negara dan melayani kekuatan asing dibandingkan rakyat Irak. Saat ini, warga Irak merana dalam kemiskinan tanpa pekerjaan, pendidikan, maupun akses kesehatan.

Presiden Irak Barham Salih, menolak menunjuk kandidat dari parlemen yang didukung Iran untuk posisi perdana menteri. Ia mengaku lebih suka mengundurkan diri daripada menunjuk seseorang ke posisi perdana menteri yang akan ditolak oleh pengunjuk rasa sehingga memperpanjang kebuntuan politik. (*)

Editor : Edi Faisol

Related posts

Leave a Reply