Papua No. 1 News Portal | Jubi
SETIAP orang berhak menikmati pendidikan layak. Itu tidak terkecuali bagi anak-anak pecandu Lem Aika Aibon.
Komitmen tersebut dijalankan pihak SMP/SMA Satu Atap (Satap) Terintegrasi Wasur, Merauke. Lembaga dan para guru mendidik para pecandu Aika Aibon tanpa membedakan kondisi mereka dengan siswa lain.
“Kami tidak pernah mendiskriminasikan mereka. Wajib hukumnya untuk memeroleh pendidikan,” kata Kepala SMP/SMA Satap Teringrasi Wasur, Sergius Womsiwor, kepada Jubi, Sabtu (13/4/2019).
Pihak sekolah berpandangan para pecandu tetap berpotensi menjadi penerus bangsa. Karena itu, mendidik para pecandu merupakan sebuah amanah besar yang dipercayakan kepada mereka.
Para pencandu dikategorikan oleh pihak sekolah sebagai siswa berkebutuhan khusus. Mereka dididik oleh guru khusus pula, yang berdedikasi dan integritas tinggi. Para guru mendampingi dan beradaptasi bahkan menyatu dengan para siswa pecandu.
Sebuah rumah pun disewa pihak sekolah untuk semakin mendekatkan pendamping dengan peserta didik mereka. Anak-anak pecandu tetap bisa berkomunikasi dengan guru pendamping di luar jam sekolah.
“Mendorong dan mengawal program ini agar menjadi bermakna bagi anak-anak (pecandu) Aibon tidaklah mudah. Saya bangga dan bersyukur karena para guru pendamping bekerja dengan hati dan tanpa diperintah,” ungkap Womsiwor.
Ikut UNBK
Sebanyak enam dari siswa pecandu Aika Aibon bahkan bisa mengikuti ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Keenam siswa tersebut tamatan dari sekolah dasar nonformal di Ermasu.
Para siswa bisa mengikuti ujian dengan bersungguh-sungguh, selayaknya peserta ujian lain. Itu lantaran para guru telah membantu persiapan mereka dengan matang.
Pelaksanaan UNBK menumpang di SMA Negeri 3 Merauke lantaran sekolah mereka belum tersambung internet. Womsiwor tidak bisa memastikan tingkat pemahaman siswa pencandu Aika Aibon terhadap materi ujian, tetapi dia yakin mereka bisa mengerjakannya.
“Penguasaan terhadap teknologi komputer memang masih jauh dari harapan. Namun, mereka dapat mengoperasikannya,” ujar Womsiwor.
Dia berharap seluruh siswa mereka, termasuk para pecandu Aika Aibon dapat meraih prestasi dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
“Jika ingin melanjutkan ke SMA Satap Wasur, kami siap menerima mereka.”
Womsiwor mengaku banyak suka-duka dialami selama mendidik siswa pecandu Aika Aibon. Mereka ada yang mesti dijemput terlebih dahulu di rumah maupun di jalanan untuk bersekolah pada sore hari.
Mereka belajar tanpa dibebani aturan formal, seperti harus mengenakan seragam sekolah. Akan tetapi, agenda pelajaran tetap merujuk kepada jadwal sekolah formal, yakni Senin-Sabtu atau enam hari dalam sepekan.
“Jadi, boleh dikatakan sekolah ini perpaduan antara formal dan nonformal. Kedua-duanya dijalankan,” kata Womsiwor. (*)
Editor: Aries Munandar