Papua No. 1 News Portal | Jubi
Nabire, Jubi – Dewan Adat Papua (DAP) wilayah Nabire, bersama Suku Besar Wate, bersepakat untuk tidak lagi masuk jadi bagian wilayah adat Meepago.
“Tujuh wilayah adat merupakan perwakilan kultur dan budaya orang Papua, sudah melalui ekspedisi sejak jaman Belanda dan sudah diteliti, wilayah-wilayah tersebut dengan berbagai budayanya masing-masing,” ujar Ktua DAP Nabire, Herman Sayori usai menghadiri Raker Suku besar Wate,Senin (10/9/2018) lalu.
Dikatakan Sayori, ketujuh wilayah adat itu punya ciri-ciri khas masing-masing. Dari cara berpakaian adat, mencari makan dan lain sebagainya..
Menurutnya, Nabire masuk di wilayah Saereri yang cara berpakaiannya menggunakan Cidako (Takorai).
“Maka kita di Nabire tidak bisa diklaim dan disebut masuk menjadi wilayah Meepago. Itu keliru,” jelasnya.
Lanjutnya, akibatnya selama ini masyarakat Nabire kehilangan hak-haknya. hak politik, budaya, ekonomi.
“Maka kita keluar bukan dengan cara memberontak, tetapi dengan hormat, hubungan sosial tetap berjalan,” terangnya.
Kepala Suku Besar Wate Kabupaten Nabire, Alek Raiki menambahkan hal tersebut telah tertuang di dalam 10 poin program pokok Badan Musyawarah Adat (BMA) yang akan dilakukan selama kepemimpinannya.
Terkait itu Raiki meminta kepada kelima suku lainnya, agar sependapat dan mendukung apa yang sudah disepakati bersama dengan warganya. Karena hal ini telah didukung oleh DAP wilayah Nabire.
“Kami ingin mengembalikan apa yang selama ini keliru di masyarakat dan harus didukung oleh lima suku di pesisir,” katanya.
Peiter Erari, Asisten III, setda Nabire menambahan, sebagai anak asli Nabire, keenam suku yang ada I wilayah pesisir tidak bisa masuk dan disamakan dengan wilayah Meepago. dan hal ini menjadi ini adalah pekerjaan rumah yang harus dibereskan.
“Sebab jika meninjau kembali keputusan yang di buat Suku Wate, maka benar adat istiadat budaya kita beda dan perlu untuk diluruskan,” katanya.
“Tentu kita tetap menghargai dan mengedepankan persaudaraan yang selama ini sudah dibangun,” ujarnya.(*)