Papua No. 1 News Portal | Jubi
DALAM beberapa tahun terakhir, Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Agung Merauke terus melakukan berbagai kegiatan nyata yang langsung bersentuhan dengan masyarakat di kampung-kampung, terutama orang asli Papua.
Sejumlah kegiatan yang dijalankan itu berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. PSE memberikan bantuan dalam bentuk dukungan dana. Lalu masyarakat setempat, memanfaatkannya untuk beberapa usaha atau kegiatan.
Dana yang diberikan juga tidak perorangan. Tetapi harus dalam bentuk kelompok. Sehingga dapat dimanfaatkan bersama.
Ketua Komisi PSE Keuskupan Agung Merauke, Bruder Johny Kilok, MTB, Selasa (12/11/2019), menjelaskan bantuan dana yang diberikan, setelah masyarakat setempat membuat proposal disertai usaha yang akan dijalankan.
Namun sebelumnya, tim dari Komisi PSE perlu melakukan survei di lapangan terlebih dahulu. Itu dengan tujuan agar dapat mengetahui secara pasti dan jelas bentuk usaha yang dikembangkan, sesuai potensi di kampung.
Ada beragam kegiatan pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang telah dijalankan di sejumlah kampung. Sebagian besar masyarakat dapat memanfaatkan dana tersebut dan digunakan tepat sasaran. Misalnya peternakan ayam, babi, usaha kios maupun pertanian organik.
Untuk besarnya dana yang diberikan, disesuaikan usulan proposal dimaksud. Nilai setiap kampung bervariasi. Begitu dana diberikan, dapat dimanfaatkan sesuai rancangan kegiatan yang telah disepakati kelompok di kampung.
“Memang dana yang diberikan, tidak diambil kembali. Tetapi menjadi dana abadi. Nantinya ketika modal sudah kembali, dapat dimanfaatkan kelompok itu untuk usaha lain yang memberikan manfaat bagi banyak orang,” katanya.
Namun demikian, jika dalam perjalanan usaha yang dijalankan macet, menjadi tugas dari PSE mendatangi kelompok dimaksud, sekaligus mencarikan solusi penyelesaian. Jika dananya macet, PSU bisa membantu lagi.
Sejumlah kampung yang sedang mengembangkan usaha ekonomi kerakyatan sekarang yakni Kampung Sarsang, Kampung Hidup Baru dan masyarakat di SP-9 serta beberapa kampung lain.
Usaha yang dijalankan bervariasi, mulai dari kegiatan pertanian organik, beternak ayam, babi, maupun usaha kios stasi sampai dengan laundry. Secara umum berjalan baik.
“Khusus laundry, itu dikelola oleh salah seorang ibu orang asli Papua dalam wilayah kota. Usahanya berjalan sangat baik dan lancar,” ungkapnya.
Kegiatan peberdayaan ekonomi kerakyatan yang sedang berjalan, lebih difokuskan kepada kampung-kampung orang asli Papua. Karena sudah menjadi komitmen PSE Keuskupan Agung Merauke mendorong serta memotivasi masyarakat lokal melalui usaha-usaha seperti begini.
Siap beli hasil pangan lokal warga
Lebih lanjut Bruder Johny mengatakan pihaknya sedang melakukan kerja sama dengan PSE Timika untuk pendistribusian pangan lokal. Di mana, PSE Keuskupan Agung Merauke akan membeli hasil petani mulai dari beras, umbi-umbian, sagu, mangga, pisang, ikan kering hingga dedak untuk dikirim ke Timika.
Nantinya PSE Timika memodali dana untuk digunaan membeli pangan lokal dari masyarakat, sekaligus dapat dikirim.
“Kami akan melakukan kerja sama dengan PT SPIL mengontrak satu kontainer agar dapat dimanfaatkan mengisi pangan lokal yang dibeli dari petani untuk dibawa ke Timika. Memang ada surat resmi dikirim ke perusahaan tersebut, karena ini adalah bisnis resmi yang bertujuan membantu masyarakat lokal,” katanya.
Program dimaksud segera direalisasikan. Kalau bulan depan tidak, berarti awal Januari 2020 sudah berjalan. Ini juga sebagai salah satu bentuk perhatian kepada masyarakat, setelah hasil alamnya tak laku di pasaran.
Selama ini, keluhan masyarakat terutama orang asli Papua adalah hasil mereka tak diserap. Sehingga PSE mengambil langkah seperti demikian.
“Kami akan bentuk tim yang nantinya bergerak ke sejumlah kampung untuk membeli hasil alam masyarakat. Khusus di Kimaam dan Wanam, telah ada kerja sama dengan para pastor untuk menyiapkan ikan kering dalam jumlah banyak, sehingga dapat dibeli,” ucapnya.
Nantinya saat PSE Timika sudah menjual kembali hasil yang dikirim dari Merauke, menghitung pendapatan, lalu modal dikirim kembali ke sini agar pembelian dilakukan lagi.
Program dimaksud terus berjalan, tanpa batas waktu. Jadi, berapapun hasil dari petani, dibeli dan dibawa ke Timika untuk dijual kembali di sana. (*)
Editor: Yuliana Lantipo